"Ummi, teteh di ajak ka Bandung." Katamu ceria.
"Ummi, teteh teu janten di ajak." Dua hari kemudian sendu itu terlihat jelas meski wajahmu tetap mengukir senyum. Sungguh Nak, saat itu ummi lebih berharap engkau menangis daripada menutupinya dengan senyuman karena itu ummi langsung memelukmu hingga akhirnya airmata itu lepas, sangat sunyi namun ummi tetap mendengarnya dalam sesak.
Ibu mengingat semua peristiwa yang membuat anak-anaknya berduka. Ya, benar, seperti itulah keadaannya. Cinta yang membuatnya mengingat semuanya, katanya.
Setelah reda lirih isakmu engkau berucap, "teteh memiliki ummi, itu cukup buat teteh." Oh dear, ummi menangis saat itu..
"Teteh mau nggak kalau ummi ajak tetrh main ke suatu tempat? Teteh pasti akan senang disana." Dia mengangguk cepat, MasyaAllah saat ibu berusaha keras mengurai sesak luka, Anak-anak akan dengan cepat melepaskan duka mereka, mereka dengan mudah melupakan begitupun engkau yang dengan cepatnya lupa alasan airmata mu luruh detik sebelumnya.
Shalihah,
Ini catatan kesekian melengkapi beberapa catatan ummi sampai usia 14 tahun mu nanti, "teteh gaduh ummi, eta cekap kanggo teteh." Kalimat itu seolah baru kemarin ummi dengar padahal ternyata sudah 6 tahun yang lalu.
MasyaAllah hatur nuhun sudah menjadi bagian kenangan terbaii ummi ya Nak, hatur nuhun menjadi putri ummi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar