[1/7 04.11] Lupa Daratan
Atau Lupa Ingatan?
Seringkali orang, saat ia di uji kekuasaan, ia lupa darimana dulu dia berasal, siapa yang membantunya sampai ke permukaan, lupa bagaimana dulu dia dibesarkan, lupa oleh siapa yang membesarkan. Begitulah, ia tlah melupakan dirinya hingga ia lupa semua yang awalnya ia perjuangkan.
Begitulah saat ia lupa.
Di toel sakedik, kasinggungna kabina-bina seolah ia sedang berusaha diruntuhkan dari singgasananya.
Subhanalloh... Wallohu khoirul maakirin...
Saya teringat sebuah kisah yang masyhur dalam sejarah. Mengingat akan beratnya resiko yang harus dihadapi kaum muslimin akibat kesalahan besar pada perang Uhud! Betapa resiko itu menimpa semua personil muslimin!
Kesalahan yang dilakukan oleh beberapa orang didalam pasukan kaum muslimin telah menimbulkan bencana tragis yang menimpa semua orang. Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam pun tidak luput dari akibatnya. Itulah sunnatulloh yang berlaku di alam semesta ini. Keberadaan Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam ditengah-tengah pasukan itupun tidak dapat menangkal keberlangsungan sunnatulloh itu.
Sekarang, bandingkan lah! Lebih besar mana antara kesalahan yang dilakukan oleh beberapa orang (pasukan pemanah) tersebut dan sekian kesalahan yang dilakukan oleh kaum muslimin pada hari ini, dalam berbagai aspek kehidupan kita, baik yang umum maupun yang khusus? Renungkan lah semua ini agar kita dapat menggambarkan betapa kasih sayang Allah kepada kaum muslimin karena tidak menghancurkan mereka sekalipun mereka melakukan berbagai kesalahan dan mengabaikan kewajiban Amar ma'ruf nahi Munkar.
Eh ieuteh apa hubungannya antara lupa ingatan, lupa daratan sama kisah itu? Hee...
*****
[1/7 04.16] Bukan hal mudah ketika harus mengatakan, "boleh pinjam?" ketika kita sedang terhimpit sesuatu yang membuat kita harus berada di posisi itu.
Tidak mudah, apalagi menghadapi perasaan yang timbul; malu dan semacamnya.
"Ya usaha atuh yang benar, biar nggak harus pinjam!" lalu muncul statement seperti itu yang pasti kurang enak di dengar oleh orang yang sedang berada diposisi yang membuatnya harus mengesampingkan rasa malu karena harus meminjam, meminjam apapun itu.
Sahabat,
Tidak mudah, saya tahu itu pasti sangat tidak mudah. Namun lisan kita atau raut muka kita lebih sering dengan mudahnya 'menggerutu' saat menghadapi mereka dengan masalah seperti itu.
Jika kita memiliki sesuatu yang dia butuhkan dan kita bisa meminjamkannya, memberinya pinjaman tentu tak kan mengurangi kemuliaan tapi justru menjadi tabungan pahala yang baik di sisiNya. Lalu setelah itu, diamlah agar semuanya tak menjadi sesuatu yang sia-sia !!!
Dan jika tak ada apapun yang bisa kita berikan, maka tetaplah berdo'a untuk kebaikannya, lalu diamlah !!! Itu lebih utama untuk kita.
Percayalah,
Seperti halnya kita yang sulit memberinya pinjaman (dalam hal apapun itu), dia atau mereka pun sekuat hati menahan rasa malu nya saat dia atau mereka hendak meminjam.
Kok tahu? Ya tahu atuh.
Berada di posisi yang minta pinjaman/bantuan atau sebagai yang meminjamkan, begitulah hidup. Adakalanya tangan kita berada di bawah, adakalanya berada di atas...
Ikhlas itu sulit ya sahabat? Sangat sulit... Bahkan kita tak pernah tahu apa kita sudah ikhlas atau belum. Tapi kita akan terus berusaha ya sahabat, insyaAllah... Berusaha ikhlas ketika beramal dan berusaha mengikhlaskan sesuatu yang terasa berat di ikhlaskan.
Semuanya tak ada yang sia-sia disisi Allah. Meski sebesar biji dzarrahpun tak kan luput dari pertanggung jawaban disisi-Nya kelak.
Semoga Allah memudahkan langkah kita dan saudara-saudara kita. Melapangkan hati kita dan saudara-saudara kita, meridhoi kita dan saudara-saudara kita.
Sttt, jangan banyak berdebat yaaaa!!! Hee
*****
[1/7 10.31] Pernah baper waktu tulisan dijulidi di anggap curhatan yang nggak seharusnya di publish padahal nggak ada niat sama sekali buat curhat ala-ala gitu, kalau curhat mah memang sih karena menulis itu juga proses curhat dalam bentuk tulisan.
Tapi kalau dibilang curhat buat cari dukungan apalagi memublikasikan sesuatu yang tidak seharusnya kayaknyamah kurang tepat setidaknya kalau membaca kembali niat awal menulis.
Menulis itu tentang gagasan, penulis adalah yang menuliskan gagasan.
Menulis itu bukan mencatat atau mengetik
*****
[1/7 15.41] Saya menyimpan list buku-buku yang ingin saya baca, tepatnya ingin ada di rak buku alias dibeli 🤭 Saya tidak tahu apakah saat ini tepat untuk menyimpan list seperti ini atau bukan waktunya.
Saya merasa kabar yang sampai hari-hari ini cukup menyesakkan. Kabar duka datang setiap hari bukan hanya dari dunia maya tetapi juga dari orang-orang yang dikenal di dunia nyata, lalu saya semakin meyakini bahwa semua ini hanya tentang waktu sampai waktu jemput itu pun tiba menyapa kita.
Kembali saya bertanya, "tepatkah jika saya membuat list seperti ini atau seolah asyik dengan dunia saya sendiri yang mungkin saja akan terkesan abai pada sesama?" Saya menangis menuliskan ini karena sungguh saya tidak sedang merasa harus abai pada sesama.
Kabar di sekitar kita hari ini membuat saya dan kita semua pastinya merasai sedih yang sama. Ah saya tidak tahu bagaimana cara merangkai kata mengungkapkan rasa yang ada hari ini.. Saat silih berganti kabar itu hadir dan saya seolah tidak peka dengan asyik pada harapan saya sendiri.
Kemudian saya ingat bahwa Allah mencintai hamba-Nya yang optimis, harapan akan selalu ada bersama mereka yang hidup dengan keyakinan dan saya ingin hidup dengan keyakinan itu, keyakinan bahwa apapun yang terjadi yang harus kita lakukan adalah tetap yakin bahwal inna ma'al 'usri yusroo. Saya ingin Allah melihat saya dengan keyakinan itu hingga IA jadikan sebagai hamba.
*****
[1/7 16.57] Pernah baper atas sesuatu?
Me? Dulu mah kayaknya sering but sekarang mah mungkin karena sudah bertambah usia dengan fokus perhatian yang mulai nggak lagi mikirin apa kata orang atau bagaimana sikap orang jadi kayaknya sudah tidak terlalu. Hee kayaknya 😏😄 Ini juga hanya penilaian sendiri hasil merenung sekian lama 😅
Well, pernah ada hal yang membuat saya baper hingga menangis berhari-hari (dengan jeda ya 🤭).
Jadi waktu itu teh seseorang yang saya kenal bercerita, "De, bener nggak Dede bilang begini dan begitu (yang negatif-negatif)? Saya ngrasa agak aneh aja kalau itu dari Dede, makanya tabayyun."
Wah kaget dong saya, nggak pernah mengatakan yang diucapkan tapi juga bingung cara mengklarifikasi. Agak dilema soalnya kalau diklarifikasi kok kayak bilang, "yang menyampaikan kalau saya mengatakan seperti itu sudah berbohong." Sedangkan saya merasa tidak enak jika
*****
[1/7 18.42] "Ummi, kenapa ummi suka belajar? Ummi kan sudah tua?" Hahaha anak-anak mah kan bahasanya jujur pisan. Diantara 4 anak ini yang paling polos waktu speaking teh gadis 10 tahun ini. Buat yang belum kenalmah mungkin terkesan gimanaa 🤭
"Karena ummi senang saat belajar. Ummi senang belajar, Nak."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar