Jumat, 22 April 2022

Day 102

Seorang teman bercerita, 

"Suatu hari mendapat chat WA, tanpa salam atau bertanya kabar, langsung ke maksud mengirim pesan. Saat itu saya bingung, bagaimana cara saya membalasnya 🤔

Langsung jawab sesuai pertanyaan? Eh tapi isi chatnya minta tolong, bukan pertanyaan. Trus jawab kesiapan menolong? Tapi kok hati saya ngerasa nggak nyaman. Tidak nyaman kenapa? Tanpa salam rasanya gimanaaa teh. 

Persoalannya adalah 
1. Setiap kali saya mengirim pesan, jawabannya adalah centang dua biru.
2. Kalaupun dijawab, tak ada jawaban salam. Bagi saya menjawab salam itu bukan hanya dihati 😁
3. Bagi saya, memberi kabar adalah maksud saya bertanya kabar. Saat bertanya kabar bukankah kita selama ini diajarkan untuk menjawab? Dan itu tidak saya dapatkan dari pengirim chat ini. Apalagi bertanya balik kabar saya 
4. Kami amat sangat jarang berinteraksi untuk bisa mengirim chat langsung ke inti."

Lalu apa yang dilakukan teman saya ini?
Dia mengatakan bahwa hatinya sempat gelisah karena hal seperti itu, "saya ingin mengabaikannya seperti dia mengabaikan setiap pesan saya, tapi saya tidak bisa melakukannya." Jawabnya. 

MasyaAllah, saya memahami rasa seperti itu. Sungguh saya memahaminya.

"Jika itu Dede, apa yang akan Dede lakukan?" Dia bertanya balik.

Saya pun faham bimbang yang ia rasakan saat ia bertanya bagaimana jika itu saya. Tentu ego saya mengajak untuk , "yaa udah abaikan saja!" Tapi saya tidak bisa melakukannya dan mungkin tak akan pernah melakukannya.

"Saya akan mencari banyak alasan untuk tetap menjawab pesan itu dan membantunya saat saya bisa melakukannya. Saya ingin melakukan itu karena tahu jika tidak dilakukan maka saya akan menyesalinya. Tapi, pastinya saya akan berdebat dengan diri yang enggan ..banyak orang yang datang dan pergi sesuka hati, ia datang saat membutuhkan kita lalu pergi saat kita membutuhkan. Kita pasti tak senang dengan itu, namun boleh jadi Allah sedang memberi kita kesempatan untuk mendekap makna ikhlas dan sabar. Itu tidaklah mudah karena itu saya katakan bahwa mungkin saya butuh waktu yang banyak untuk berdebat dulu dengan ego saya sendiri."

"Yang dilakukan orang itu tidak baik kan De?"Tanyanya.

"Menurut saya itu sangat tidak baik. Namun apa yang dilakukannya itu bukan urusan kita, biarlah itu menjadi pembelajaran untuk kita. Jika kita tidak senang dengan sikap seperti itu maka jangan sampai diri kita melakukannya. Diri kita akan dihisab dengan amal kita masing-masing."

"Kalau saya memilih tidak menjawabnya, bagaimana?"

Tahukah anda apa yang akhirnya dilakukan teman saya ini? "Saya ingin mengabaikannya seperti dia mengabaikan saya, namun itu tidak saya lakukan. Saya memilih menjawab pesannya dengan lebih dahulu mengucapkan salam padanya. De, kami jarang berinteraksi dan mengucapkan salam adalah adab dalam berkomunikasi, setidaknya itu yang saya pegang. Ya, saya terkadang mengirim pesan bertanya kabar atau terkadang menanyakan hal lainnya, pesan itu hanya berakhir di si centang biru sampai akhirnya saya memilih untuk tidak mengirim pesan atau bertanya kabar lagi karena saya khawatir pesan itu malah mengganggu. Karena tidak pernah interaksi itulah maka akan sangat baik jika mengirim pesan diawali dengan kalimat yang baik tidak ujug-ujug masuk tujuan ngirim chat dan itupun singkat. Saya sangat kesal dan benar bahwa saya pun harus berdebat cukup lama dengan diri saya sendiri karena ego yang inginnya mengabaikan.

Namun saat itu saya bisa menjawab dan membantu sampai akhirnya saya katakan pada diri saya sendiri, 'stop resah untuk hal yang akan kamu sesali!'. Lalu saya menjawab pesannya dengan salam paling sempurna 'Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh', tanyakan kabarnya,'bagaimana kabarnya?', karena saya khawatir dengan diri yang senangnya mengacaukan amal lalu saya juga sertakan,'kalau kabar saya sendiri hari ini Alhamdulillah sehat setelah beberapa hari di uji sakit flu.' baru akhirnya saya jawab permintaannya. Awalnya ini berat namun akhirnya saya merasa lega. Saya mungkin akan sering berjumpa hal seperti itu karena selama ini sering bertemu hal-hal seperti itu. Saya juga mungkin akan sering berjumpa resah lalu kembali berdebat dengan diri, seperti katamu. Namun semoga Allah bimbing agar resah itu tak berubah gelisah di hari dimana tak akan ada yang membantu selain amal perbuatan kita selama hidup. Iya De, apa yang dilakukannya adalah urusannya dan saya tidak harus mendebatnya atau mendesaknya melakukan seperti yang ada di pikiran saya namun saya bertanggung jawab atas diri saya sendiri. Saya tidak ingin menyesal dihari dimana Allah bertanya apa yang saya lakukan saat ada hambanya yang mengetuk pintu rumah saya lalu saya mengabaikannya."

Balananjeur, Selasa, 12 April 2022


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh