"Tak ada yang mesti ditangisi! Tersenyumlah dan berbahagialah.." Kalimat yang biasanya saya ucapkan pada orang lain itu kembali berbalik, "hey Defa, it's for you. Lihatlah jalanmu .. berjalanlah hingga titik dimana perhentian tepat di depan matamu!"
"Aku sedang tidak baik-baik saja." Ini caraku memvalidasi kondisi saat ini.
"Tapi aku janji hanya sebentar." Ujarku yakin.
"Ya, ini hanya sebentar. Hanya sebentar.. tak akan lama."
"Hey Defa, tetaplah sadar dan kuatlah!" Terkadang aku takut kehilangan kesadaran kembali.
Aku ingin bercerita tentang hari yang tlah lalu, caraku menjaga ingatan agar tetap hidup.
Hmm..aku ingin mengingat hal-hal lucu agar aku bisa menertawakannya, namun kisah apapun yang tlah lalu tetap menganak sungai kala ia terlintas dalam ingatan.
Baiklah, kuputuskan untuk bercerita kisah paling absurd yang kuingat
Aku memiliki seorang guru yang sangat kuhormati, beliau terlihat anggun dan sangat ramah. Usiaku masih 11 tahun saat itu.
Semua hal tentang guruku, kulihat sebagai hal yang ingin kuikuti. Bahkan sepatu hak tinggi yang beliau pakai saat ke sekolah membuat aku ingin menggunakan yang sama.
Ah, aku si anak 11 tahun yang akan memilih cara yang akan membuatku tertawa malu dikemudian hari
And do you know bagaimana cerita menemukan endingnya? Sepatuku rusak dan tentu saja aku jadi memiliki kesempatan untuk membeli sepatu hak tinggi berwarna hitam yang tak elok dipakai anak SD usia 11 tahun .. namun aku memilih sepatu itu dan memakainya tepat di hari senin saat aku menjadi pembawa bendera dalam upacara.
Well, hari ini aku tertawa mengingat hari itu. Tertawa dengan rasa malu yang sangat yang kutuliskan disini. Caraku menjaga kesadaran yang bisa tetiba hilang karena sesak yang sangat .
Hey, aku malu menceritakan hal ini. Tapi kisah yang membuatku malu ini terkadang bertandang dalam mimpiku, membuatku menangis atas satu hari di akhir masa MI ku.
Aku malu namun karena kisah ini terkadang hadir dimimpiku jadi kuputuskan untuk menceritakannya. Itu satu hari paling absurd di sepanjang masa kecilku..
Next story..
Ini kisah yang membuatku bersyukur pada diriku dimasa kecil. Ini akan menjadi caraku meneguhkan diri di saat ini.
Saat itu photo ijazah haruslah terlihat telinga, tak boleh tertutupi jilbab. Haruskah aku ceritakan juga alasannya? Aku pikir yang seusia denganku pastilah tahu bagaimana peraturan di hari itu bahkan anak MI dan jenjang selanjutnya pun harus membuka jilbab untuk photo ijazahnya.
Aku sampaikan pada guruku bahwa aku tidak akan membuka jilbabku karena selembar photo ijazah.
Dapatkah anda bayangkan adab murid pada guru saat itu? Ya, mungkin aku murid yang kurang sopan saat mempertahankan jilbabku.
Usiaku awal 12 tahun di akhir masa MI ku, aku hanya teringat satu ayat yang pernah diajarkan di Diniyah, "yaa ayyuhannabiyyu qul liazwaajika wabanaatika wanisaaal mu'miniina yudniina 'alaihinna min jalaabiibihinna!"
"Defa, how are you?"
"Jantungku terasa diremas dan ditusuk. Rasanya sangat sakit sedang nafasku terasa sangat berat. Inilah kabarku hari ini."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar