Rabu, 08 Juni 2022

H-3

Rumah pertama yang kami tempati saat pertama kali tinggal di kota Bandung cukup besar bagi ukuran keluarga kecil. Suami istri dengan 2 anak balita..

Ada 2 kamar; 4 x 5 meter dan 4 x 4 meter, ruang tengah yang luas, kamar mandi yang luas, ruang tamu dan dapur yang juga besar serta halaman yang saaangat luas. 

Hari itu, 7 April 2006, hari pertama kami memulai perjalanan kami di kota kembang.
"adakah yang akan berkunjung menjenguk kita disini?" Saya tahu tidak seharusnya menanyakan hal seperti itu, berharap dijenguk itu salah yang benar adalah berlapang dada dengan pilihan yang sudah di ambil.

Hari itu akan menjadi hari-hari penuh tarbiyah yang menempa, hari yang membuat saya menangis pada saatnya namun tersenyum dikemudian hari.

Hari itu terasa berat, yaa berat saat dijalani namun membahagiakan. Saya menahan gelisah sekaligus mengucap syukur disaat bersamaan

Adik saya, adik lelaki saya satu-satunya menjadi satu dari sekian yang sering mengunjungi kami. Tak terkira bahagianya setiap kali ia berkunjung, saya seperti seorang adik yang berbahagia dengan perhatian kakaknya padahal saya lah kakaknya. 

Selalu ada sehari dalam sebulan dia menjenguk, mengajak main 2 ponakannya dan mengajakku ngobrol panjang lebar.. wait, saya yang bicara dan dia mendengarkan.

Dia adik saya tapi seolah saya yang menjadi adik baginya.

Catatan ini akan menjadi rangkaian cerita yang akan saya tuliskan disini.

Rumah kami berada di lingkungan masjid dengan halaman yang sangat luas, jarak dari tetangga terdekat adalah sejauh halaman masjid itu sendiri. Begitu sampai gerbang barulah bertemu rumah tetangga.

Jarak dari teras menuju gerbang teh mungkin sekitar 10 meter lebih, saya lupa lagi tapi itu memang sangat luas. 

Ada 3 gerbang ke luar; gerbang utama berbatasan dengan rumah Bu Ustadz, gerbang kecil disampingnya bertemu rumah teh Uun dan pak RW lalu gerbang samping masjid bertemu rumah pak..hmm siapa ya lupa lagi

Ruang tamu kami persilahkan untuk diisi seorang Ustadz dari Tasikmalaya, jadi kami pun memiliki tetangga baru di Minggu pertama kami disana. Tetangga dekat rumah, kang Aay namanya.

Pintu menuju ruang tamu pun kami sekat dan kami memilih pintu lain sebagai jalan saat masuk atau keluar rumah.

Allah uji kami dengan sakitnya Umar di bulan pertama kami tinggal disana. Muntah dan diare menjadi jalan tarbiyah atas kami selama 3 bulan lebih..

Umar kecil yang sehat dan aktif menjadi sangat kurus, saya berusaha menyimpan kisah agar tak sampai memelas pada orang lain. Bahkan keluarga besar kami pun tak ada yang tahu.

MasyaAllah laa quwwata Illaa billah, tetangga kami biidznillah menjadi wasilah pertolongan Allah

Begitulah hidup, bukan hanya mereka yang tinggal jauh meski itu saudara. Tapi tetangga yang tinggal dekat denganmu..

Karena itu Rasulullah shalallahu alaihi wa salam memerintahkan kita untuk senantiasa berbuat baik pada tetangga.

Suatu hari di tengah malam Umar muntah tanpa memuntahkan apa-apa, tak ada makanan yang masuk kecuali ASI. Tetangga kami berlari mencari pertolongan kepada tetangga lain, MasyaAllah Bu Ustadz datang tergopoh dengan minyak kayu putih dan obat herbal, kalau tidak salah namanya adalah lampuyang.

Catatan ini akan saya lanjutkan nanti...

Balananjeur, Selasa, 7 Juni 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh