Dini hari waktu bangun tidur, saya dapati memar di kaki dan tangan juga dada saya, saya abaikan karena senang mau ada ulangan. Well, saya suka ujian dan belajar.. 2 hal itu selalu menggembirakan bagi saya waktu itu. Saya ambil jaket karena kalau sudah memar-memar biasanya tubuh suka kedinginan. Sesuatu yang saat itu belum saya fahami alasannya.
Gejala lain muncul, pandangan mulai buram. Tapi karena minus jadi saya pikir hanya perlu pakai kacamata. Hmm kacamatanya sudah retak waktu dipakai main basket, sudah tidak bisa dipakai.
Alhamdulillah pandangan kembali stabil.
Sesampainya di kelas dada saya mulai sesak, seperti biasa saya hanya perlu mengambil nafas lalu keluarkan sampai agak baikan. Syifa, teman baik saya bertanya, "Dede ni pucat. Sakit lagi?" Karena saya tidak merasa sedang sakit jadi saya katakan padanya kalau saya baik-baik saja. Gejala-gejala seperti itu mah sudah biasa terjadi jadi bukan masalah besar.
Sampai ketika hendak mengisi jawaban soal, semua yang ada di kepala saya seolah blank. Kosong.. mengingat sekeras apapun tidak ada yang bisa diingat, tak ada apapun disana, benar-benar kosong. Puncaknya adalah saat saya tidak tahu saya sedang apa, bertanya pada Nita, teman sebangku saya, "kita lagi ngapain?" MasyaAllah itu adalah sekian menit terberat bagi saya.
Saya menangis dan jatuh pingsan, kepala saya kosong namun terasa sakit. Itu kisah brainfog pertama yang saya ceritakan pada calon suami saat saya memintanya berpikir dulu sebelum memutuskan menikahi saya.
Balananjeur, Senin, 11 Juli 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar