Jumat, 28 April 2023

116

3.26
Ada yang mengatakan kalau mata saya kelihatan letih sangat. Saya jarang memperhatikan mata saya sendiri, seperti penampakan wajah pun sudah tak lagi dalam perhatian. Entahlah, katanya tirus, tapi setirus apa saya tidak tahu karena sejak berat badan terus menerus turun saya tidak terlalu memperhatikannya. Kalaupun bercermin hanya untuk memastikan jilbab nya digunakan dengan baik.

Well, bolehkah untuk tidak fokus kepada penampilan fisik sendiri? Bahas ini yuk!

Btw... Suasananya sudah mulai beda sekarangmah. Alhamdulillahnya masih bisa melihat lelaki shalih yang sedang qiyamullail lail

Saya tidak nyaman jika ada yang membahas segala hal terkait fisik, apapun itu, apakah itu mata yang sayu ataukah bobot badan yang terus menerus menurun apalagi sampai mengaitkannya dengan prasangka, "mikirin apa?" 
Hidup ini tentang proses berpikir, tatafakkarun, mau tidur atau makan saja tetap ada bahan berpikirnya. Akan ada yang harus menjadi bahan renungan..

Please, jangan membuat saya menangisi sesuatu yang kelak akan dimakan belatung jua. Akan kembali menyatu dengan tanah pada akhirnya.. 

Eh kok jadi out of topic? Yaa sebagai press release saja kenapa saya mulai tidak nyaman bertemu orang-orang, hee.. pertanyaan, "tambah kecil aja." Apalagi sampai kalimat, "makanya harus bebas, nggak boleh banyak pikiran. Kayak si Anu." Kalimat yang ngeri-ngeri sedap buat saya mah 😅

Bisa berjalan tanpa berpegangan saja sudah sangat membahagiakan, masih bisa menyelesaikan semua tugas di rumah tanpa minta bantuan saja sudah sangat menggembirakan. Jadi saya mencukupkan diri dengan hal ini dan menepi dari beberapa tanya yang membuat saya merasa tak nyaman.

Ada beberapa cermin di rumah kami, setiap kali melewati cermin saya melihat siluet diri yang semakin terlihat tipis saja. Pernah menangis karena hal itu hingga mendebat taqdir diri, "Robbanaa .." kata dokter sih menahan sakit yang diderita itu butuh energi yang tidak sedikit jadi energi yang dimiliki semuanya digunakan untuk itu. Bagaimana bisa menjadi daging yang tumbuh untuk membuat diri terlihat seperti seseorang yang 'kalau gemukan mah artinya orangnya lapang dada.' 
Akhirnya setelah itu memilih untuk tidak terlalu memperhatikan siluet diri lagi, bahkan meski melewati cermin dan bahkan saat bercermin

Suatu hari salah satu ananda kami bertanya, "ummi kenapa nggak pakai riasan kayak orang lain?" Saya hanya tidak nyaman menggunakan sesuatu yang tidak membuat saya nyaman saat menggunakannya. Wanita itu senangnya terlihat cantik, bibir yang merah merona pun tentu cantik namun untuk diri saya sendiri yang tidak nyaman memakai sesuatu yang membuat saya merasa bukan diri saya maka saya memilih untuk tidak menggunakannya.

Lalu muncullah kalimat yang lagi-lagi membuat si sensing tidak nyaman, "berdandan sekali-kali mah, jangan apa adanya." Padahal berdandan pun memiliki konsep yang tak sama

Stttt ini story' curhatan semua 😂

Mumpung inget aja, sama... Semoga menjadi ibrah ya, karena saya yakin bukan hanya saya yang tidak senang saat ada yang membahas fisik diri dipertanyakan apalagi dikomentari 
Berdandan ada konsepnya? Inimah mode in ala-ala saya saja 😂

Jadi begini sahabat Fillah, bagi yang senang memakai riasan maka berdandannya itu yaaa tentu lah saat wajahnya di make over dengan riasan. Nah bagi yang hanya perlu seusap bedak, hanya dengan usapan bedak tipis saja sudah disebut berdandan. 
Saat kecil, saya akan bertanya pada mamah yang memakai bedak tipis dan baju non rumahan, "mamah mau kemana?" Begitupun anak-anak saya sekarang. Karena dandan kami adalah seulas bedak tipis dan pakaian yang tak biasa.


Bagi yang menggunakan niqob tentu beda lagi. Saat ibu memakai niqobnya maka anak akan bertanya, "mau kemana?" Karena bagi mereka niqob yang digunakan ibu adalah sama artinya dengan ibunya sudah berdandan.

Tak percaya? Oh wait, saya pernah menggunakan niqob di usia muda saya dan itulah yang akan anak-anak tanyakan saat saya memakai niqob eh cadar


'alaa kulli haal, saat membaca suatu kisah, penerimaan kita tentulah berbeda tergantung sudut pandang yang ingin kita gunakan. Begitupun saat menghadapi komentar orang lain... Namun sahabat, kondisi diri kita tidak selalu sama. Ada saat kita bisa menerima suatu pesan dengan biasa saja, ada saat kita terbawa perasaan dan ada saatnya kita kembali baik-baik saja. Kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi sesungguhnya lawan bicara kita, maka eloklah bagi kita untuk senantiasa memegang prinsip, "qul Khoiron au liyashmut." Katakan yang baik atau diam

Kalimat yang baik teh yang seperti apa? Lalu kapan kita tahu kalau kita lebih baik memilih diam? Saya bahas di lain kesempatan yaaa

Balananjeur, Kamis, 27 April 2023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh