Rabu, 03 Juli 2024

Dua Tahun Pertama

     Dua tahun pertamanya dihabiskan di Fatimah Az-Zahra, sekolah dasar swasta Islam, hmm tidak memakai IT tapi SDSI. Owner sekaligus kepseknya adalah ortu murid tempat kakang ngajar.. deg-deg an sih waktu daftarin Aa kesana soalnya usianya belum genap 6 tahun waktu didaftarin teh.

     Hunting sekolahnya cukup lama, beberapa sekolah di survey, Cordova, Al ma'shoem, MI baru di daerah Rancaekek, SDIT tempat kakang ngajar dan satu sekolah lagi yang lupa namanya yang terletak di komplek yang sama dengan tempat tinggal kami waktu itu.

     Sampai akhirnya suatu hari kakang pulang dan membawa kabar, "ada ortu murid yang punya sekolah di sini. Mau survey kesana?" Dan ternyata... tempatnya cukup dekat dari rumah kontrakan kami. Waktu itu kami baru pindah, jadi belum terlalu mengenal daerah itu.. jadi, baru ngeuh ada SDSI FA itu yaa dari kabar kakang waktu pulang sekolah.

     Saya waktu itu nggak suka nunda waktu langsung pakai kaos kaki, kerudung and gendong Aufa kecil, naik motor sama kakang berdua ke sekolah yang di maksud.

     Aa dan Umar kecil juga ikut of course, bingung mau nitipin ke siapa, soalnya tetangga kanan lagi pada dagang.. tetangga kiri depan belakang belum kenal. 

     Bu Fitri yang ramah menyambut hangat, seolah sudah kenal lama saat kami sampai di sana. Kang Wawan tahu, saya ibu yang punya banyak pertanyaan sekaligus kekhawatiran, akankah sekolah yang di tuju ramah dan aman bagi anak kami, akankah guru nya ramah anak, sesuaikah visi sekolahnya dengan visi kami.. saya ibu muda dengan idealisme tinggi pada masanya. Kang Wawan sangat memahami itu hingga beliau menghandle 3 anak kami dan mengajak mereka bermain di taman bermain RA serta membiarkan saya sendiri untuk berdiskusi dan mencari tahu banyak hal. Ya, saya dibiarkan sendiri bersama orang yang baru kami kenal namun seolah sudah kenal sangat lama.

     "Ummi Quthb.." beliau memanggil saya dengan nama itu, atau, "Ummi Yasin.." sesuai dengan nama 2 anak yang akan kami masukkan bersamaan; ke SD dan RA. 

     Cukup lama kami berbincang,menyamakan visi dan misi,belum ada keputusan

     Bahkan setelah kami pulang. Saya senang berpikir dan mengolah segala sesuatu sebelum memutuskan, sampai akhirnya.. setelah diskusi panjang, syuro' yang tidak sebentar, kakang pun bertanya, "bagaimana, Mi?" Kang Wawan memang selalu bertanya pendapat dan memutuskan sesuatu salah satunya dengan mendengarkan pertimbangan saya. 

     "Karena ummi adalah Ibu mereka.." kalimat yang selalunya membuat saya merasa diakui,         "karena kamu isteriku.." saya meleleh dengan kalimat itu. 

     Hey, tidak jarang kan, banyak suami yang mengabaikan kehadiran eh pendapat dan suara hati isterinya?! 

     Hey Defa, please atuh, fokus! Ini teh lagi ngbahas apa? Fine, kita kembali ke..laptop..eh bab memutuskan, "oke, menurutku Fatimah Az-Zahra tempat yang paling tepat buat anak-anak kita. Bagaimana menurut Abi?"

     Bismillah, biidznillah, kami pun kembali ke FA untuk mengisi formulir Aa dan Adik di tahun 2009; Aa masuk SD, Adik masuk RA. Perjalanan pencarian SD buat Aa pun berakhir? Belum, karena 2 tahun kemudian kami memutuskan kembali ke Tasik

     Bab nyari sekolah di Tasik mah di skip dulu , yaa.. saya sedang mengenang saat mendampingi 2 tahun pertama Aa di sana. Adik Umar mah hanya bertahan 1 Minggu di RA .. ini pun nanti di cerita tersendiri. Fokus ke cerita Aa dulu 😁

     Hmm.. hari pertama, MasyaAllah sangat luar biasa. Mengantar 2 anak yang baru kali itu datang ke sekolah bahkan meski sudah di sounding sejak jauh-jauh hari, "Nak, nanti di sekolahnya begini dan begitu.." instruksi khas Ibu yang everyday diutarakan biar anak ingat 😂 

      Aufa kecil dalam gendongan, 2 anak yang menangis di hari pertamanya, awalnya sih i am oke.. fine saja meski anak mulai tantrum, sampai akhirnya seorang Ibu datang mengusap kepala sambil mengatakan, "Deudeuh, Ari Ayah na kamana?" Oh wait, saya tidak suka kalimat seperti itu. Saya memilih untuk diantar sampai gerbang, bahkan saat kang Wawan bertanya, "haruskah Abi temani?" Saya ngotot tidak mau. Karena ingin mendidik diri dan tidak suka jika untuk hal seperti itu sampai harus tergantung dan meminta kang Wawan tidak kerja

     Saya menepi ke Masjid diikuti 2 anak yang menarik gamis dan jilbab saya. Menggendong Aufa yang mulai menangis. Apakah merasa berat? Saya kini mengingat itu sambil menahan air mata rindu. Ternyata hal-hal seperti itu pun akan menjadi sesuatu yang dirindukan saat waktu tlah merangkak cepat. 

     Saya mengambil wudhu dan bersujud cukup lama. 3 anak tetap menangis di samping... Untunglah masjid sepi dan tidak ada yang merekam dan memviralkan kejadian itu 😂. Dalam sujud saya ungkapkan semua tangis saya, "Rabbanaaa..Rabbanaa.." biasanya kalau letih atau sakit yang sangat saya hanya punya kalimat itu untuk meluapkan semua tangis. 

     Selesai salam Aa dan adik memeluk, meminta maaf karena sudah tantrum. MasyaAllah kalau bukan Allah yang menggerakkan, tidak mungkin mereka tetiba memiliki kesadaran seperti itu.. Aa belum genap 6 tahun dan Adik pun baru 4 tahun kurang. Mereka hanya anak yang butuh kelapangan dan keikhlasan orang dewasa saat menghadapi ketidaknyamanannya. Mereka pasti tidak nyaman berada di lingkungan baru..

     Saat ini, saya ingin mengatakan kepada mereka di waktu itu, bahwa saya memahami rasa tidak nyaman yang mereka rasakan. 

     Tapi, waktu itu saya masih ibu muda dengan 3 anak yang masih kecil. Saya pun masih belajar menjadi ibu.. banyak hal yang belum saya fahami, ikhlas pun masih sekedar pemanis bibir 🥺

     Hari ke-2 dst Aa hanya di antar sampai depan masjid. MasyaAllah tetiba muncul kilasan Aa kecil yang selalu tidak mau kesiangan. MasyaAllah, sejak kecil Aa mengatur dirinya untuk tidak kesiangan. Memenej waktu dengan cara nya, memenej dirinya dengan caranya yang MasyaAllah bagi kami itu adalah prestasi yang luar biasa dari Aa.

     Senang berbagi, kalimatnya tetap terjaga meski dalam keadaan marah, tidak malu bawa bekal makanan dari rumah saat teman-temannya bawa bekal uang rata-rata 10 RB, senang bertanya, nilai akademiknya paling menonjol dalam matematika dan IPA.. pelajaran yang menurutnya tersulit waktu itu pelajaran menulis, nilainya 75 untuk pelajaran ini dan pernah disampaikan Bu Fit di buku penghubung 🤭

     Dua tahun itu cenderung tidak ada drama, Aa sekolah dengan menyenangkan.. mengikuti pelajaran tambahan bersama Bu Hafsha yang dia panggil Ummi. Ikut shalat Dhuha dan Dzuhur lalu duduk dipangkuan kakek, Ayahnya Bu Fitri. Mengikuti pelajaran dengan cara yang biasa anak kinestetik lakukan..yups, tidak bisa dengan duduk manis. Alhamdulillah Bu Fitri memahami itu dan sangat melindungi Aa sebagimana perlindungan seorang ibu bagi anaknya.

     Pengen nangis ingat MasyaAllah baiknya beliau dan luar biasanya peran beliau dalam membersamai saya, si ibu muda dan masih baru yang jauh dari keluarga dan saudara pun kerabat. 

     "Ummi Quthb, ngteh yuk!" Isi pesan ini pernah menjadi salah satu notif yang dinantikan. Kalau tidak ada notif seperti ini, artinya Bu Fitri sedang tidak ada di rumah. 

     Akhirnya, bukan hanya Aa yang belajar bersama Bu Fitri karena saya pun belajar bersama beliau, hampir tiap Minggu menerima banyak ilmu tentang kehidupan. Beliau memvalidasi segala hal yang mungkin saya rasakan sekaligus mengingatkan bahwa

     Allah sedang mendidik dan menginginkan sesuatu yang jauh lebih baik untuk kehidupan kami. Beliau mengingatkan akan Allah, bahwa segala sesuatu tidak luput dari kehendak Allah, bahwa mendidik anak adalah sarana kita muroqobah ilallah.. dan masih banyak lagi.

     MasyaAllah sungguh bagi saya itu lebih menentramkan di banding kalimat apapun atau bahkan sekedar didengarkan saat mengeluhkan rasa. Saya tidak mengeluhkan apapun pada beliau, hanya menyimak dan bertanya laiknya murid kepada guru dan saya menganggap beliau sebagai guru bagi saya, selain guru dari anak saya.

     "Ummi Quthb/Ummi Yashin, ngteh yuk!" Mendapati kalimat ini saja seolah pelukan hangat bagi saya, si ibu muda yang memerlukan orang lain untuk membimbing dan mengingatkan bahwa menjadi ibu itu yaaa memang seperti itu . Memeluk tanpa menghancurkan..

     Banyak kan orang yang merangkul namun justru menghancurkan?!

     Aa mendapatkan sosok guru yang juga ibu baginya. Ah saya masih ingat bagaimana bu Fit bergegas melihat Aa yang sakit sendirian di rumah saat Abi

     Sedang kerja dan saya berada di Tasik hendak melahirkan. Bu Fit mengajak teman-teman Aa menjenguk Aa segera setelah tahu Aa sendirian di rumah .

     MasyaAllah Aa.. hapunten Ummi nyaa 😭

     Beliau juga yang menangis meminta agar Aa melanjutkan sekolah di FA , berada dalam pengasuhan Bu Fit saja meski saya harus kembali ke Tasik, beliau mengkhawatirkan Aa sebagaimana saya mengkhawatirkannya, "bagaimana sekolahnya nanti?", "Akankah mendapat sekolah seperti sekolahnya sekarang?", "Akankah bertemu guru yang seperti Bu Fitri?" Banyak sekali kekhawatiran ibu ini, ibu muda waktu itu..

      Aa menghabiskan 2 tahun pertama masa SD nya dengan gembira, belajar dengan menyenangkan, mendapatkan pelajaran kehidupan yang penuh kelembutan dari Ibu guru yang lembut dan insyaAllah Mukhlis. 

      MasyaAllah, syukur saya teramat sangat atas hari-hari itu. Ucapan terimakasih tiada terkira, doa terpanjat untuk Bu Fitri yang sampai hari ini akan selalu ada dalam bahasan kala ingatan kebaikan bergema.

     Bu Fit, Jazakumullah Khairan katsiran ❤️

     Aa, hatur nuhun sudah bertahan dan berjuang dengan baik.


Balananjeur, 3 Juli 2024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh