Karena saya kurang pandai curhat, biasanya kalau curhat sama suami teh saya pakai muqoddimahnya pakai pilihan ganda.
Misal, "Beb, kalau misal ada yang intervensi aku, bilang aku tuh harusnya gimanaa gitu sesuai konsep ideal dia, kamu bakalan gimana?
A. Ada di pihak aku, dukung sama percaya apapun pilihan aku tanpa syarat atau kata tapi.
B. Kamu setuju sama kata orang lain trus ikut-ikutan minta, " Oh iya yank, kamu itu harusnya memang kayak gitu.", atau "kayaknya yang dia omongin ada benarnya juga deh yank." Atau, "gimana kalau kamu coba ikuti saran dia." Dan kalimat lain yang semakna dengan itu.
C. Aku nggak mau ambil pusing, nggak mau ikut mikirin, slow aja.
D. Nggak penting banget sih. "
Well, saya menyiapkan diri untuk mendapat jawaban yang tidak sesuai dengan harapan saya. Tapi tetap saja saya memiliki keyakinan kalau laki-laki ini akan memberi jawaban yang menggembirakan hati saya 😁. Yeah, dan memang benar, "A." Jawabnya singkat.
"Penjelasannya? " Padahal saya memberinya pilihan ganda, tapi tetap saja saya meminta penjelasan. Hidup memang bukan ujian tertulis yang saat diberi pilihan ganda tidak lagi diperlukan penjelasan.. Hee.. Apalagi untuk kami kaum perempuan, penjelasan memberikan kami keyakinan, "kamu memang benar peduli sama aku." Atau malah membuat kita merasa, "tuuuh kan kamu nggak pernah ngertiin aku. " Hee.. Lieur nya menghadapi kaum kami?
"Harus hati-hati. " Katanya suatu hari saat menyuarakan pendapat cara menghadapi saya dan 2 gadis kecilnya 😂😂
Ok.. Kembali ke maksud tulisan 😁
"Karena ummi istri Abi." Sangat singkat, padat dan jelas. Awal nikahmah jawabannya gitu, harapannya sih ngasih jawaban yang romantis-romantisan ala drama Korea gitu 😄 tapi entah kenapa saya tetap menyukai jawabannya.
Saya menyukai jawabannya meski awalnya saya mengharap dia menjawab dengan kalimat lain semisal, "karena aku cinta kamu." Atau semacamnya 😅.
Kok bisa suka padahal kenyataannya beda dengan harapan? Dari sini saya belajar ternyata bahagia itu bukan hanya saat kita mendapatkan apa yang kita harapkan karena saat kita mendapatkan sesuatu yang diluar persangkaan kita pun kita bisa kok bahagia. Jadi jangan karena kita tidak berhasil mendapatkan apa yang kita mau atau menurut kita baik atau pas dan tepat untuk kita terus kita uring-uringan sampai merasa hidup itu tidak adil buat kita. Allah tahu yang terbaik untuk kita; apa yang paling tepat, kapan dan bagaimana.
Kuncinya, yakin dan berserah diri. Yakin dan berserah diri pada Allah. Kok gitu? Iya , saat kita meyakini dan berserah diri pada apapun keputusan Allah buat kita, saat itu kita tak melulu fokus pada, "tapi aku tuh pinginnya bukan gini." Percaya deh, fokus pada harusnya kita dapat apa malah membuat kita tidak nyaman dengan diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita.
Yakin dan berserah diri pada apapun keputusan Allah buat kita membawa kita pada keyakinan, "oh ya udah, ini yang paling tepat buat aku."
Dan saya mulai lieur saya teh lagi nulis apa ini teh 😇😅
Curhat. .
Sejak dulu saya paling suka dengan kata ini, 'curhat alias curahan hati' dalam kacamata saya itu memiliki makna yang dalam pisan. Dalam kesempatan lain saya ingin membuat tulisan khusus tentang curhat dalam pandangan saya.. Hahaha so' banget ya, siapa juga yang merasa harus tahu pikiran saya 😁😅 'alaa kulli haal, karena semua tulisan saya dimaksudkan untuk menjejak, jadi izinkan saya untuk tetap menulis apapun yang ingin saya tulis 😁 Hingga suatu hari saat saya sudah tiada, anak cucu saya bisa mencari saya melalui jejak-jejak tulisan ini.
Kembali ke curhat.. Hee.
"Karena Ummi istri Abi." Itu jawaban yang tidak saya harapkan tapi justru memberi kebahagiaan tersendiri di awal-awal saya menjadi ibu. (Di postingan lainnya saya ingin menulis bagaimana jawaban itu berkembang menjadi jawaban yang sesuai harapan saya 😁) .
"Karena Ummi istri Abi." MasyaAllah itu seperti sebuah pengakuan yang. Hmm seperti, "kamu itu harus aku lindungi, cintai." Dan semacamnya lah. Singkat, padat tapi memiliki makna yang membuat saya merasa bahagia.
"Apa yang membuat shalihah ku murung?" Atau, "Adakah yang sedang mengganggu fikiranmu?" Atau, "siapa yang membuat istriku terluka? Siapa? Biar Abi 'seuseulan'? " Salah 3 dari pertanyaannya seringkali dia lontarkan. Padahal saya sedang tidak murung, hmm minimal saya berusaha untuk terlihat sedang baik-baik saja meski hati saya sedang tidak baik-baik saja, tapi dia selalu tahu bahkan tanpa saya katakan.
"I am hurt." Akhirnya padanya saya bisa membagi rasa.
"Jadi gini kan Beb, aku tuh.
1....
2....
3...
4... dst. Aku ngerasa nggak enak, aku marah tapi kamu tahu kan aku nggak tahu cara marah, aku nggak tahu cara mengekspresikan ketak setujuan aku. " Dll sampai tuntas semua yang membuat hati menyimpan resah.
Ya, kadang luka tetap menamai dirinya sebagai luka saat kita tak tahu cara merealease stress kita. Dan cara terbaik merealease luka adalah dengan menulis atau mencari teman ngobrol yang amanah tentunya. Saat menulis tak mampu mengurai resah, berbicara dengan orang yang dipercaya menjadi pilihan yang tepat.
Karena saya (sekali lagi) tak tahu cara terbaik curhat, membuat poin-poin tersendiri untuk hal-hal yang sedang membebani fikiran dan ingin di ceritakan menjadi cara saya. Ah saya, curhat saja pakai poin 😇
Saya memang kurang pandai melafal kata luka by lisan, tapi saya juga tak suka menganggap diri saya baik-baik saja saat saya justru sedang tidak baik-baik saja. Saya lebih suka mencari tahu jauh kedalam diri saya, "apa kabarmu saat ini? " Lalu saat saya temukan ada yang sedang tidak baik terutama dengan rasa, saya memilih untuk mencari cara mengobatinya agar ia tak menjadi tumpukan masalah yang berdampak kurang baik bagi diri saya sendiri dan orang-orang yang saya sayangi.
Balananjeur, 21 Oktober 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar