Minggu, 18 Oktober 2020

Lomba Semua Membacanya (bagian 1)



Menjelang akhir Agustus mendapat kabar lomba membaca Sirah Nabawiyah yang diadakan oleh majalah mata air. 'keren pisan acaranya.' pikir saya waktu pertama kali membaca tema lombanya, baru kali itu saya mendengar kabar lomba membaca. Kalau lomba menulis atau membacakan cerita mah sudah biasa, tapi lomba membaca sirah nabawiyah, itu sangat luar biasa.

Selain tema lombanya, saat itu saya cukup tertarik dengan nominal hadiahnya, saya pun mendaftar ikut lomba, bukan karena tertarik acara lomba itu sendiri tapi juga karena nominal hadiah yang coba saya kejar. Muluk sekali mimpinya, mendapat juara pertama 🤭😁. Dengan mengesampingkan fakta bahwa kondisi kesehatan saya sedang kurang baik sehingga menyebabkan seringnya hilang fokus atau agak sulit menjaga konsentrasi untuk waktu yang lama. Saya ingin menjadi juara satu dan mendapat hadiah sebesar sekian rupiah seperti yang saya baca di flyer.

Terbayang dibenak saya sekian rupiah (jika berhasil menang) yang bisa saya pergunakan untuk membuat perpustakaan, sejak kecil saya ingin memiliki perpustakaan dengan banyak buku yang bisa dimanfaatkan banyak orang yang haus ilmu (saya ingin menuliskan impian membangun perpustakaan di postingan tersendiri 😁). 

MasyaAllah, qodarullah 'alaa kulli syaiin, selama perjalanan membaca, 'ghirah' saya berubah haluan. Tepatnya kembali ke ghirah seharusnya InsyaAllah. Nominal hadiah yang awalnya menari di pelupuk angan, bahkan untuk mendapat nilai besar sendiri pun sudah tak lagi terbersit dalam pikiran, ghirah saya seolah berpacu dalam cinta yang sangat pada sosok yang kisahnya kembali saya baca ini. Terbilang sering saya mengulang membaca sirah nabawiyah, sejak usia saya masih kecil hingga detik saat saya menulis ini. Saya membacanya, terbata melafalkannya agar kisahnya memahatkan kecintaan yang benar di hati saya. Ya, sosok beliau yang tak ada yang lebih baik darinya haruslah mendapat prioritas cinta yang benar; Allah kemudian Rasul-Nya. 

Saya mencintai sosok yang Agung yang kisahnya sedang saya baca ini, dan saya semakin mencintai beliau shallallahu alaihi wasallam setelah mengikuti acara lomba ini. Lomba yang awalnya saya ikuti karena mengejar hadiah kemudian berubah menjadi wasilah kecintaan saya yang bertambah pada sosok nan mulia itu. 

Cinta selalu mengukir kisahnya dengan tinta yang istimewa, bukan hanya terbata kalimat rindu menitipkan rasanya, ada debar didada dan tak jarang isak menjadi pengiring rindu. 

Cinta membuat saya berusaha secepatnya menyelesaikan semua pekerjaan demi segera berjumpa yang dicintai meski itu melalui deretan aksara. MasyaAllah, berkali hati membisik shalawat hingga lisan tak kuasa menahan tuk melafaz,, "Allohumma sholli 'alaa Muhammad wa 'alaa Aalii Muhammad wa shohbihii ajma'iin."

Saya mencintai beliau shallallahu alaihi wasallam sejak saya masih kecil, sejak Ayah saya (Allahu yarham) sering berkisah tentang beliau shallallahu alaihi wasallam dan membelikan saya buku-buku kisah beliau shallallahu alaihi wasallam. Dan saya semakin mencintai sosok agung yang syafaatnya di akhirat kelak dirindukan ini sejak saya memutuskan membaca perlahan-lahan saat mengikuti acara semua membacanya itu.

Biasanya, saya membaca cepat. Hingga ketika Quiz pertama sebelum webinar launching acara, saya lupa nama shahabiyah yang lebih mementingkan keselamatan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dibandingkan keselamatan saudara-saudaranya hingga hanya mendapat skor 93 dari 100 poin, saya mulai menyadari, saya hanya perlu memahami bukan menargetkan lembar dan waktu membaca. Akhirnya, saya memilih membaca pelan dan berusaha menghadirkan hati saat membacanya.


MasyaAllah, Hadza Min Fadhli Rabbi, untaian aksara tak bermakna saat hati tak mendekap syukur. Dan saya teringat ucapan Ayah saya dulu, "tak bersyukur seorang hamba yang tak tahu cara berterimakasih pada sesamanya."

Saya tidak tahu bagaimana saya dihadapan Allah, saya takut membayangkan kalau-kalau ternyata semua waktu saya berada dalam kerugian. Saya tidak tahu seperti apa rupa syukur saya dalam penilaianNya, namun saya ingin berterimakasih pada majalah Mata Air yang telah mengadakan event yang luar biasa. Acara yang awalnya saya ikuti karena tertarik hadiahnya, tapi kemudian saya justru mendapati hati saya justru semakin bergemuruh dengan tasbih cinta pada beliau yang keseluruhan hidupnya adalah tauladan yang baik, pada beliau yang membawa Rahmat bagi semesta alam. "Hatur nuhun majalah Mata Air. Tabarokalloh, Jazakumullah khairan Katsiran.". 


Bersambung ke bagian 2

.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh