Kamis, 12 November 2020

Jejak Cinta Yang Tertinggal (bagian 7)

 

Tahajud call

 

Tahajud call ataupun komunitas tahajud belum dikenal dan bahkan belum ada saat itu.

Dan yang Apa lakukan saat itu mungkin yang aku kenal tahajud call di kemudian hari.

Sekitar jam 2 sampai jam 3 an Apa menelpon dan membangunkan semua teman yang ada di list buku telephon beliau. Bukan melalui wa, telegram, line atau sms, karena saat itu handphone belum di kenal. Memiliki telphon rumah bahkan sesuatu yang wah, meski keluarga kami sendiri bukan keluarga yang wah.

Apa tidak hanya membangunkan shahabat-shahabat beliau yang berada di seberang telephon sana. “memulai dari keluarga.” Itulah yang pertama kali Apa lakukan.

Beberapa saudara aku sekolah diluar daerah, ada yang di tasik kota, di bandung, juga di jawa tengah. Tinggallah aku bersama eteh dan adik-adik aku yang tinggal bersama mamah.

Apa membangunkan aku dan eteh sebelum menghubungi shahabat-shahabat beliau. Mamah biasanya sudah selesai tahajud, atau sedang menidurkan adik bayi kami yang terbangun untuk kemudian melanjutkan shalat witir, atau tilawah beberapa ayat alqur’an.

Eteh dan aku berburu ke kamar mandi yang ada di dekat dapur untuk wudhu. selesai wudhu, kami sholat di kamar kami masing-masing. Eteh di kamar depan, aku di kamar tengah, serta mamah di sebelah kamar aku.

Sesekali terdengar suara ara, adik kami yang saat itu masih balita menangis. Suara mesin tik Apa tepat di depan kamarku di dekat taman dalam rumah yang kini sudah berubah fungsi menjadi kamar utama rumah kakakku yang nomor 6.

Tak tik tak tik...kurang lebih suaranya seperti itu.

Selesai sholat, aku yang waktu itu berusia 9 tahun an, kadang diminta Apa untuk membacakan catatan by puplen yang sedang beliau tulis kembali di mesin tik. Membackan catatan adalah tugas aku, eteh biasanya kembali tidur setelah sholat tahajud.

Kadang, Apa menyuruhku untuk kembali tidur. Sehingga aku tak harus membacakan catatan Apa sampai saat aku berangkat ke masjid untuk tadarus dan sholat berjamaah disana. (aku ikut berjamaah supaya bisa tilawah di urutan pertama. tapi tetap saja jang darul yang kini sudah menjadi dokter selalu datang lebih dulu dari aku 😀😀

Qiyamullail/tahajud di usia kecil memang terasa berat. Tapi aku tidak berani membantah Apa, meski waktu itu kadang terselip rasa,”Apa, aku masih mengantuk? Kenapa Apa membangunkan aku di jam ini? Lagipula aku masih kecil. Teman-teman aku bahkan banyak yang bangun setelah shubuh, bahkan kesiangan.”

Tapi kami tidak membantah Apa karena pertanyaan seperti itu, bukan karena takut dimarahi, tapi kami malu pada Apa.

Waktu istirahat Apa sangat sedikit. Apa bukan seorang workaholic, tapi beliau benar-benar mengabdikan hidupnya di jalan Alloh. Tanpa banyak kata ataupun demo kesana kemari sambil mengatakan,”aku sedang berdakawah.” Tidak, tidak seperti itu.

Apa berbuat dengan caranya, dan aku memperhatikan semua yang bisa aku perhatikan hingga aku malu untuk membantah Apa.

Kini, aku semakin faham maksud Apa membangunkan kami ataupun shahabat-shahabat beliau di sepertiga malam.

Kasih cinta Apa tidak ditunjukkan dengan permakluman rasa mengantuk kami,tapi pembiasaan-pembiasaan yang terasa berat saat dilakukan pada masanya, sebagai wujud pengejawantahan perintah Allah,”quu anfusakum wa ahlikum naaro.”

Persis seperti yang di ucapkan kakakku nomor 6, saprudin hijbulloh”resah manakala usaha cari nafkah terasa susah, padahal kita sadar itu kehidupan singkat. Tapi tak merasa resah dan khawatir manakala anak-anak dan istri dibiarkan menempuh jalan neraka.”

Quu anfusakum wa ahlikum naaro, membiasakan istri dan anak-anak Apa melangkah menuju arah yang diperintahkan Allah dalam keadaan terpaksa ataupun suka hati.

Apa, mungkin merasakan resah bila kami menempuh jalan yang kan membawa kami pada neraka. “na’udzubillahi min dzaalik.”

Apa, mendidik kami untuk mengendalikan hati dari godaan yang senantiasa membisiki hati untuk menjauh dari kethaatan.

Dan aku malu pernah memiliki pikiran,”kenapa Apa seolah tak mengerti kalau aku masih mengantuk.”...aku malu atas saat aku berpikir seperti itu, karena nyatanya... Apa melakukan tugas dengan sangat baik atas kami. Bukan hanya pemenuhan kebutuhan materi kami, tapi ruhiyah kami... jalan kami kelak.

Arah jalan kami kelak, Apa...semoga tidak pada arah yang menghanyutkan setiap rusuk dan sendi bahkan tetes darah kami pada seburuk-buruk tempat kembali. Semoga jannah menjadi tempat kembali kita.

Terima kasih karena sudah membangunkan kami untuk melaksanakan sunnah yang dilakukan Rasul kita.

Sekitar awal tahun 2000-an, marak terdengar tahajud call yang di komandoi beberapa lembaga dakwah dan asatidz kenamaan. Aku kadang berasumsi, mungkin saja ide awalnya dari mu, Apa...

Dari beberapa shahabat Apa yang menularkan virus-virus kebaikan kepada shahabat-shahabat lainnya lagi, pada komunitas-komunitas lainnya, hingga kemudian sampai pada seorang yang hanif yang mampu mengorganisir kebaikan dalam wadah yang baik dan mampu menyentuh semua orang tanpa batasan orang-orang terdekat saja. Jika benar seperti itu, subhanalloh...itu amal jariyah yang luar biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh