Tahajud call
Tahajud
call ataupun komunitas tahajud belum dikenal dan bahkan belum ada saat itu.
Dan
yang Apa lakukan saat itu mungkin yang aku kenal tahajud call di kemudian hari.
Sekitar
jam 2 sampai jam 3 an Apa menelpon dan membangunkan semua teman yang ada di
list buku telephon beliau. Bukan melalui wa, telegram, line atau sms, karena saat
itu handphone belum di kenal. Memiliki telphon rumah bahkan sesuatu yang wah,
meski keluarga kami sendiri bukan keluarga yang wah.
Apa
tidak hanya membangunkan shahabat-shahabat beliau yang berada di seberang
telephon sana. “memulai dari keluarga.” Itulah yang pertama kali Apa lakukan.
Beberapa
saudara aku sekolah diluar daerah, ada yang di tasik kota, di bandung, juga di
jawa tengah. Tinggallah aku bersama eteh dan adik-adik aku yang tinggal bersama
mamah.
Apa
membangunkan aku dan eteh sebelum menghubungi shahabat-shahabat beliau. Mamah
biasanya sudah selesai tahajud, atau sedang menidurkan adik bayi kami yang
terbangun untuk kemudian melanjutkan shalat witir, atau tilawah beberapa ayat
alqur’an.
Eteh
dan aku berburu ke kamar mandi yang ada di dekat dapur untuk wudhu. selesai
wudhu, kami sholat di kamar kami masing-masing. Eteh di kamar depan, aku di
kamar tengah, serta mamah di sebelah kamar aku.
Sesekali
terdengar suara ara, adik kami yang saat itu masih balita menangis. Suara mesin
tik Apa tepat di depan kamarku di dekat taman dalam rumah yang kini sudah
berubah fungsi menjadi kamar utama rumah kakakku yang nomor 6.
Tak
tik tak tik...kurang lebih suaranya seperti itu.
Selesai
sholat, aku yang waktu itu berusia 9 tahun an, kadang diminta Apa untuk
membacakan catatan by puplen yang sedang beliau tulis kembali di mesin tik.
Membackan catatan adalah tugas aku, eteh biasanya kembali tidur setelah sholat
tahajud.
Kadang,
Apa menyuruhku untuk kembali tidur. Sehingga aku tak harus membacakan catatan
Apa sampai saat aku berangkat ke masjid untuk tadarus dan sholat berjamaah
disana. (aku ikut berjamaah supaya bisa tilawah di urutan pertama. tapi tetap
saja jang darul yang kini sudah menjadi dokter selalu datang lebih dulu dari aku 😀😀
Qiyamullail/tahajud
di usia kecil memang terasa berat. Tapi aku tidak berani membantah Apa, meski
waktu itu kadang terselip rasa,”Apa, aku masih mengantuk? Kenapa Apa
membangunkan aku di jam ini? Lagipula aku masih kecil. Teman-teman aku bahkan
banyak yang bangun setelah shubuh, bahkan kesiangan.”
Tapi
kami tidak membantah Apa karena pertanyaan seperti itu, bukan karena takut
dimarahi, tapi kami malu pada Apa.
Waktu
istirahat Apa sangat sedikit. Apa bukan seorang workaholic, tapi beliau
benar-benar mengabdikan hidupnya di jalan Alloh. Tanpa banyak kata ataupun demo
kesana kemari sambil mengatakan,”aku sedang berdakawah.” Tidak, tidak seperti
itu.
Apa
berbuat dengan caranya, dan aku memperhatikan semua yang bisa aku perhatikan
hingga aku malu untuk membantah Apa.
Kini,
aku semakin faham maksud Apa membangunkan kami ataupun shahabat-shahabat beliau
di sepertiga malam.
Kasih
cinta Apa tidak ditunjukkan dengan permakluman rasa mengantuk kami,tapi
pembiasaan-pembiasaan yang terasa berat saat dilakukan pada masanya, sebagai
wujud pengejawantahan perintah Allah,”quu anfusakum wa ahlikum naaro.”
Persis
seperti yang di ucapkan kakakku nomor 6, saprudin hijbulloh”resah manakala
usaha cari nafkah terasa susah, padahal kita sadar itu kehidupan singkat. Tapi
tak merasa resah dan khawatir manakala anak-anak dan istri dibiarkan menempuh
jalan neraka.”
Quu
anfusakum wa ahlikum naaro, membiasakan istri dan anak-anak Apa melangkah
menuju arah yang diperintahkan Allah dalam keadaan terpaksa ataupun suka hati.
Apa,
mungkin merasakan resah bila kami menempuh jalan yang kan membawa kami pada
neraka. “na’udzubillahi min dzaalik.”
Apa,
mendidik kami untuk mengendalikan hati dari godaan yang senantiasa membisiki
hati untuk menjauh dari kethaatan.
Dan aku
malu pernah memiliki pikiran,”kenapa Apa seolah tak mengerti kalau aku masih
mengantuk.”...aku malu atas saat aku berpikir seperti itu, karena nyatanya...
Apa melakukan tugas dengan sangat baik atas kami. Bukan hanya pemenuhan
kebutuhan materi kami, tapi ruhiyah kami... jalan kami kelak.
Arah
jalan kami kelak, Apa...semoga tidak pada arah yang menghanyutkan setiap rusuk
dan sendi bahkan tetes darah kami pada seburuk-buruk tempat kembali. Semoga
jannah menjadi tempat kembali kita.
Terima
kasih karena sudah membangunkan kami untuk melaksanakan sunnah yang dilakukan Rasul kita.
Sekitar
awal tahun 2000-an, marak terdengar tahajud call yang di komandoi beberapa
lembaga dakwah dan asatidz kenamaan. Aku kadang berasumsi, mungkin saja ide
awalnya dari mu, Apa...
Dari
beberapa shahabat Apa yang menularkan virus-virus kebaikan kepada
shahabat-shahabat lainnya lagi, pada komunitas-komunitas lainnya, hingga
kemudian sampai pada seorang yang hanif yang mampu mengorganisir kebaikan dalam
wadah yang baik dan mampu menyentuh semua orang tanpa batasan orang-orang
terdekat saja. Jika benar seperti itu, subhanalloh...itu amal jariyah yang luar
biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar