Jumat, 04 Desember 2020

Membangun Rumah Impian (bagian 7)

Agak panjang hati menahan resah, rumah yang diimpikan, untuk sementara batal diwujudkan. Kami meyakini itu keputusan terbaik dari Allah untuk kami, tapi saat itu rintik tetap saja menyapa hati. Setelah sekian lama menunggu, sedikit demi sedikit mengumpulkan setiap rupiah yang datang hingga mengabaikan keinginan-keinginan lainnya. Uang itu justru untuk membayar biaya rumah sakit yang tak sedikit..
.
.
Laa haula walaa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'adziim.. sungguh ketentuan Allah diatas segalanya dan Allah beri kami banyak pesan dari keadaan itu. Tentang ikhlas yang mudah dalam pelafalan, tentang sabar pada ketentuan Allah, tentang sehat yang berharga dan banyak hal lain yang Allah titipkan sebagai ibrah dari kejadian itu.
Sekuat apapun kita berusaha, semaksimal apapun dan bahkan sebagus apapun rencana kita, pada akhirnya harus ada hati yang pasrah. Sejak awal haruslah pasrah, bahwa semua yang ada dalam hidup adalah skenario Allah. Jadi ketika kita menemukan alur didepan tak seperti yang direncanakan, bahagia pada ketentuan Allah tetap dalam genggaman. Tak ada kesal, gerutu atau raut masam... aduhai diriku 😭.
.
.
Lama kami tak dulu membahas masalah rumah, tak pernah ada bahasan sama sekali. Kami sepakat untuk menjeda sejenak mimpi kami.. menikmati sejenak tangis yang akhirnya berubah jadi syukur kami.
Syukur? Ya, pada akhirnya kami semakin meyakini bahwa skenario Allah selalulah yang terbaik.
.
.
Kisah ini akan menjadi kenangan yang membuat kami tersenyum saat mengingatnya.
Kami akan mengais ibrah setelahnya.
Allah sedang menempa kami agar kami kuat menempuh bahtera yang jauh lebih dahsyat dikemudian hari. 
Dan masih banyak kesadaran lain yang membuat kami pada akhirnya menjabar syukur atas perjalanan yang awalnya membuat dada sesak dan air mata menderas itu.
.
.
Semua dalam hidup telah Allah ciptakan sesuai ukurannya.
.
.
6 bulan kami menjeda mimpi, tapi bukan benar-benar menjeda. Ada progress yang tetap kami panjangkan.. Kami akan membangun rumah peradaban, benteng peradaban ummat ini.
.
.
Ada rupiah yang tetap kami sisihkan, di celengan yang kami buat dari kardus dan kami bentuk dengan bentuk rumah. 500, 1000, atau berapapun uang yang Allah titipkan sebagiannya tetap kami simpan di celengan. Azzam kami mungkin tak seberapa, tapi kami ingin membangun kebaikan dan kemandirian kami dengan cara kami sendiri.  
Proses kami juga mungkin tak seberapa, tapi kami tetap berproses dengan cara kami dengan harapan anak-anak mengambil yang baik dari kami; bahwa kami bertekad dan berusaha, bahwa kami berazzam dan tidak pasif dalam mewujudkan azzam kami, insyaAllah. 
.
.
Mungkin akan tak seberapa uang yang terkumpul dari menyisihkan 500 hingga sekian rupiah itu, tapi kami hanya ingin berusaha.. berharap Allah Ridha usaha kami, berharap anak-anak menapak jejaknya sebagai kebaikan, dan harapan-harapan lain yang kami tasbihkan sebagai doa-doa kami terutama untuk anak-anak yang Allah titipkan pada kami ini. "Robbana, taqobbal.."
.
.
#menulismenjejakkisahdanamal
Catatan ini di tulis di Tasikmalaya, 22 Juni 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh