Hari kepulanganpun tiba,
tak banyak yang bisasaya siapkan. Inginnya sih saya siapkan makanan
kesukaan dia atau sekedar penyambutan hangat buat dia, tapi qodarullah kabar
kepulangan saya dapat justru saat saya dalam perjalanan ke Salawu. Jadi hanya
bisa menangis sepanjang perjalanan karena tidak bisa menyiapkan apa-apa untuk
menyambut kepulangan putri kami ini.
Inginnya sih menyiapkan
nasi tumpeng dengan ayam kampung tumis kuning, membuat kue brownies favorit
dia. Tapi apalah daya, saya tak bisa turun di perjalanan dan berbalik pulang.
Waktu terasa melambat, antara penantian dan sedih tak bisa membuat persiapan,
semuanya campur aduk.
Setiap waktu melihat ke
arah smartphone menanti kalau-kalau ada kabar daru ustadz pembimbing yang
membimbing puteri kami untuk kepulangan hari ini, berdebar setiap kali menerima
panggilan atau ada pesan masuk. Duhai, hati Ibu ternyata luar biasa. Ekspresi
cinta, senang, pun sedih sulit diuraikan dalam kata tapi memiliki bahasa yang
luar biasa
.
Sampai akhirnya tepat
beberapa saat sebelum adzan maghrib berkumandang, kami bisa memeluk puteri kami
kembali. Menatapnya lebih dekat di mata kami, tingginya sudah jauh melebihi
saya, suaranya lebih lembut dari sebelumnya, sapa hangatnya membuat lisan
serentak melafaz tahmid hingga isak pun tak tertahan, sungguh kerinduan seorang
Ibu tak bisa dibandingkan dengan apapun. Hati gemerisik dengan tahmid, lisan
pun meriuhkan kalimat tahmid namun air mata berderai tanpa mampu dibendung..
Duhai ibu, apa yang
membuatmu tak kuasa menahan tangis?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar