Setiap
menjelang idul fitri, kami di minta untuk menyiapkan beberapa pakaian terbaik
kami untuk diberikan kepada saudara kami yang yatim.
Bukan karena kami hendak dibelikan baju baru karena Apa dan Mamah tidak pernah menjadikan baju baru sebagai prioritas saat lebaran, meski pada akhirnya kami tetap mendapat baju baru seperti halnya anak-anak lain.
"Eteh, Dede, bereskan beberapa pakaian yang paling bagus, nanti kita berikan kepada sepupu-sepupu kalian yang yatim."
Kadang, hati saya
'mengernyit', "kenapa harus selalu yang terbaik dan terbagus?"
"Bukankah
biasanya orang memberikan sesuatu yang layak, bukan yang terbagus dan
terbaik?"
Banyak sekali 'tantangan' dan pertanyaan yang membuat hati bimbang dan sedih untuk mengikutinya, tetapi kami tetap melakukannya. Namun setelah itu, entah kenapa hal yang awalnya terasa terpaksa itu justru tidak membuat hati kami dongkol atau menyesal karena telah melakukannya.
Tidak ada lagi beban yang membuat hati terasa berat seperti saat pertama kali kami harus mengendalikan hati merelakan beberapa pakaian terbaik kami dan semenjak itu kami mengerti kenapa Apa meminta kami memberi hanya yang terbaik.
"Ketentraman jiwa." itu yang kami rasakan setelah itu.
Sekarang kami semakin memahami kenapa beliau senantiasa meminta kami memberikan sesuatu yang terbaik untuk diberikan kepada saudara-saudara kami yang membutuhkan dan meluruskan niat agar Allah menjadi alasan dan tujuan kami melakukannya meski saat itu kami belum memahaminya.
Meski saya, tidak
masuk kriteria telah mengikuti jejak keshalihan Apa, tetapi saya bersyukur
pernah di didik untuk,"mendidik hati." bukan hanya mengikuti kata
hati. Hati itu dalam sebuah hadits digambarkan sebagai cermin akhlaq seseorang
sebagaimana di sebutkan
dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu
‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ
مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada
segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak,
maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Hati adalah cerminan
diri, mendidik hati dan menjaga kebersihan hati adalah mendidik dan menjaga
diri.
Tasikmalaya, 25 Januari 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar