Selasa, 19 Januari 2021

Jejak Cinta Yang Tertinggal (bagian 14)

 "Dede, Eteh, mau ikut jalan-jalan sama Apa?" tanya Apa suatu hari.

Tanpa berpikir lama saya langsung mengangguk mengiyakan meski saya tahu cerita jalan-jalan bersama Apa tidak seperti cerita teman-teman saya saat jalan-jalan bersama ayah mereka.

Teman saya seringkali bercerita kisah asyik jalan-jalan bersama ayahnya yang selalu di warnai jajan mainan, bermain ke tempat rekreasi dan semacamnya. Berbeda dengan kisah jalan-jalan kami bersama Apa, kisah jalan-jalanku tidak seperti itu.

Jalan-jalan bersama Apa artinya menyiapkan kaki untuk berjalan ke banyak tempat yang akan kami kunjungi. Rumah shahabat-sahabat Apa, saudara-saudara Apa, janda-janda tua yang bahkan tak kami kenal, ke masjid dan tempat lainnya yang bukan tempat rekreasi pada umumnya.

Jalan-jalan kami adalah menunggu Apa berbincang bersama orang-orang yang kami jumpai. Mendengarkan dan menyimak bagaimana Apa bertanya dan bercakap-cakap tentang banyak hal, menyaksikan bagaimana apa bersikap dan memberi perhatian pada mereka, cara Apa mendengarkan mereka, cara Apa bertutur pada mereka. Saya merekam semuanya dalam memori saya.

"Mereka terlihat senang saat bertemu Apa." itu yang saya perhatikan dari semua orang yang di sapa dan dikunjungi Apa.

Kemudian saya bertanya dalam hati, "ada apa dengan Apa? Kenapa beliau bisa mendapat cinta seindah dan sebanyak itu dari semua orang yang berjumpa beliau?".

Tanya itu seperti pertanyaan-pertanyaan  yang lain yang tak pernah saya ungkapkan. Hanya saya tulis di diary kecil berwarna marun pemberian kakak.

"apa yang membuat mereka terlihat menunggu kunjunganmu, Apa? Apa yang membuatmu mendapat cinta yang besar dari mereka?”" tulis saya waktu itu.

Bertahun kemudian saat beliau telah tiada bahkan sangat lama setelah beliau tiada, masih banyak yang membicarakan kebaikan Apa.

"sosok yang sangat baik. Saat ini tidak ada yang seperti pak yaya almarhum."

Dibeberapa forum, nama apa terkadang masih di sebut terutama oleh orang-orang yang mengenal beliau. Juga generasi-generasi sesudahnya.

"Putri pak yaya? Subhanalloh, putri pejuang.''

"Subhanalloh....Alhamdulillah bisa dipertemukan dengan putri pak Yaya alm"

Dan beberapa komentar lain yang senada kala dalam suatu kesempatan saya bertemu orang-orang yang mengenal Apa. Mereka mengusap kepala saya, sebagian memeluk saya (ibu-ibu) sambil menitikkan airmata yang saya yakini sebagai airmata cinta dan do'a untuk Apa.

Dan mengalirlah banyak kisah dari mereka tentang Apa, sampai akhirnya saya mendapat jawaban,"kenapa Apa dicintai dan mendapat cinta yang banyak bahkan hingga kini jauh setelah beliau tiada?"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh