Sabtu, 30 Januari 2021

Jejak Cinta Yang Tertinggal (bagian 17)

Kakak sepupu saya, kang Aan, bercerita saat-saat terakhir ia bersama Apa sebelum beberapa bulan kemudian Apa meninggal.

Waktu itu, Apa menghadiri suatu acara yang diadakan salah satu sepupu saya yang tinggal di Lembang Bandung.
Apa pulang ke jalan Pungkur didampingi kang Aan.
"Man Yaya kan kebetulan suka berjalan kaki. " Kang Aan membuka ceritanya.

Whattt? Jarak sejauh itu jalan kaki?? Yah, begitulah Apa.

Kang Aan meneruskan ceritanya, awalnya mereka (Apa dan Kang Aan)_ naik angkot sebentar,lalu turun untuk silaturahim ke beberapa tujuan. Naik angkot lagi sebentar lalu turun lagi dan jalan kaki lagi, silaturahim lagi dan begitu seterusnya.
Entah berapa jumlah rumah atau tempat atau berapa orang yang Apa jumpai setiap harinya, kami sendiri nyaris tak ingat rumah mana saja yang pernah Apa kunjungi.
Seringkali Apa mengunjungi orang-orang yang sama sekali belum Apa kenal. Beliau mencari rumah yang paling sederhana, mengetuk pintu dan mengucapkan salam lalu bertanya kabar, "Nek damang? di bumi sareung saha? tos tuang?" dan sebelum pamit pulang beliau mencari rumah makan dan membelikan makanan dengan menu terbaik untuk diberikan pada yang rumahnya beliau kunjungi itu.

MasyaAllah sunguh silaturahim yang berbekal ukhuwah Islamiyah itu silaturahim yang sangat Indah.

Kembali ke cerita sepupu tadi. Sepanjang mengikuti Apa, sepupu saya mendapati hal yang membuatnya takjub. Apa banyak membagikan uang kepada orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan yang beliau temui.
Ketika singgah di suatu tempat konveksi, Apa membeli beberapa baju kaos. Sepupu saya beranggapan bahwa Apa sedang membutuhkan kaos-kaos itu, tetapi ternyata tidak, Apa justru membagikan baju-baju kaos itu kepada setiap orang yang di temui sampai baju-baju itu habis tak bersisa.
"Entah berapa uang Man Yaya yang keluar sepanjang perjalanan dari Lembang ke Jalan Pungkur, yang pasti sangat banyak, tapi Man Yaya tidak sedikitpun mengatakan tentang apa yang telah beliau lakukan. Beliau selalu menjadi contoh untuk kami." sepupu saya mengakhiri ceritanya yang meninggalkan embun di hati ini.
Sedih, rindu, bahagia, terharu dan kagum semuanya terkumpul dalam embun yang kemudian menghadirkan riak kecil di kelopak mataku.
"Apa, semoga barokah Alloh selalu atasmu. Kami mencintaimu.."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh