Jam 22 lebih 35 menit Umar mengetuk pintu dapur, "Adik nggak jadi nginep di rumah Mamah?" tanya saya. Umar memang sering menginap di rumah Mamah, rumah neneknya yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah, tetapi malam ini dia terlihat pucat dan khawatir.
"Ada apa?" saya kembali bertanya, tiba-tiba saya merasa khawatir melihat dia seperti itu.
"Umar tadi muntah sedikit, tapi seperti ada darahnya." deg, jantung saya seolah berhenti berdetak. Betul, saya mulai bertambah khawatir tetapi sebagai seorang Ibu saya merasa harus tetap bersikap tenang.
"Mungkin efek kedinginan, atau lambung adik mungkin sedang protes. Adik Umar sekarang tidurnya harus di sini di atas kasur, pakai selimut sama minum dulu madu bawang putihnya setelah itu langsung tidur!" Tetap saja saya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran, dia justru berubah lebih tenang. Mungkin melihat kekhawatiran Ibu nya membuat resah nya berkurang.
"Besok kita periksa ke dokter. Adik harus mau!" Sungguh saya ingin menangis namun saya menahan agar tak sampai menangis, saya harus kuat karena saya seorang Ibu. Saya akan membutuhkan tangisan tetapi bukan didepannya, biarlah nanti padaNya saya adukan tangis kekhawatiran ini agar menjadi jalan kebaikan yang mudah-mudahan DIA Ridhai.
Umar menurut, meski terlihat enggan tetapi dia tetap meminum bawang putih tunggal bersama madu nya dan segelas air hingga benar-benar habis, "rasanya dan baunya aneh."katanya dengan tangan kanan yang masih memegang cangkir plastik berwarna hijau yang dia gunakan untuk minum. Jari tangan kanannya masih berwarna kuning bekas membuat ramuan kunyit untuk saya tadi pagi, Umar pagi ini dan kemarin sore dengan sigap membuatkan ramuan dari kunyit yang ia godog dan siapkan untuk saya saat melihat saya yang kembali sakit, tangannya masih penuh dengan warna kunyit itu.
Wajahnya masih terlihat pucat, tetapi dia masih sempat bertanya apakah kami memiliki biaya untuk pergi ke dokter, "ada Allah yang akan memudahkan, dik. Abi dan Ummi mengusahakannya, adik jangan khawatir!" Sebelum akhirnya terlelap saya melihatnya tersenyum mengiyakan.
Adik Umar, sehat lagi ya Nak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar