"De, bagikan amplop ini untuk nek a, nek b, nek c dst...beras ini berikan pada nini a, b, c dst... Berikan beras dan ikan asin ini pada nek a, dan katakan pada nek a, apa mau makan di sana."
Saya hanya mengangguk dengan hati yang penuh bunga..hee...
Waktu itu usia saya masih kecil. Bagi anak kecil mendapat pujian itu sesuatu yang sangat menyenangkan...dan setiap kali mendapat tugas membagikan amplop ke rumah2 para janda tua di kampung kami, apa selalu memberiku pujian yang membuatku merasa jadi anak yang paling apa sayangi.
Bukan hanya dari apa, mereka yang menerima amplop pun selalu mengusap kepalaku dan memberi pujian yang membuatku selalu menunggu awal bulan saat apa pulang dari bandung untuk kembali mendapat tugas membagi amplop.
Ketika usia beranjak besar, bukan pujian yang membahana di relung hati. Tapi sebuah tanya,"sekaya apakah apa dan mamah sehingga tak sungkan untuk selalu berbagi tanpa mengenal waktu?"
Tanya itu terus saya pendam hingga beberapa tahun kemudian setelah apa meninggal dan saya beranjak dewasa, saya menemukan jawabannya..hati. Hati apa dan mamah lah yang kaya. Bukan seberapa banyak mereka memiliki kekayaan materi yang membuat mereka lapang untuk berbagi, tapi kekayaan hati apa dan mamah yang membuat rizki mereka terlihat besar sehingga dalam kondisi sesulit apapun, mereka tak lupa untuk berbagi.
Kemudian...saya menyimpan kekaguman yang lebih besar dari sebelumnya pada apa dan mamah. Saya menyimpan cinta yang lebih besar dari sebelumnya pada apa dan mamah...hingga saya merasa malu kala mengingat catatan saya tentang tokoh idola saya ketika kelas 1 smu yang menyimpan nama apa dan mamah di urutan terakhir... Saya malu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar