Kamis, 14 Januari 2021

Sejarah, Bagai Dua Sisi Mata Pisau

 Sejarah adalah informasi yang sangat penting bagi ummat Islam. Satu Ummat yang diwajibkan oleh Nabi untuk berpolitik dan memiliki karakter politik. Sebab,sejarah adalah peristiwa politik, terlebih lagi sejarah tentang para khalifah (Kepala Negara Khilafah) dengan berbagai situasi dan kebijakan yang pernah diambil, sebagaimana tertuang dalam buku ini. Karena itu, tanpa penguasaan informasi sejarah, khususnya sejarah politik seperti ini, umat Islam tidak akan pernah memiliki karakter politik. Mereka pun akan terpuruk, dan terus terjajah, sebagaimana yang kita lihat saat ini.

Namun, peristiwa sejarah, ibarat pisau bermata dua. Pada satu sisi, sejarah bisa menjadi informasi politik yang meneguhkan umat Islam, dengan sistem khilafahnya yang ideal. Namun pada sisi lain, sejarah pun bisa digunakan untuk meruntuhkan mental mereka, dengan berbagai penyimpangan dan kesalahan sejarah, yang bahkan sangat memalukan. Dua sisi ini tentu selalu ada dalam sejarah, siapapun penulisnya, dan bagaimanapun metodenya. Karena itu, al-'Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam kitabnya Nizham al Islam, menjelaskan bahwa sejarah tidak bisa dijadikan sebagai sumber hukum sebagaimana al-Qur'an, Sunnah, Ijmak dan Qiyas.

Meski tidak menjadi sumber hukum, sejarah tetap merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi umat Islam. Karena dari sejarah, kita bisa belajar dari kesalahan dari berbagai kebijakan yang pernah teerjadi di masa lalu agar tidak terulang kembali. Dengan begitu, kita tidak akan terperosok pada lubang yang sama dua kali. Dengan demikian, yang lebih penting dari semua itu adalah bagaimana cara kita membaca sejarah.

Karena itu, ketika kita melihat berbagai kesalahan sejarah, seperti saat Mu'awiyyah mengangkat Yazid bin Mu'awiyyah sebagai putera mahkota, proses ba'iat yang dilakukan dengan ikrah wa ijbar (paksaan), bukan ridha wa ikhtiyar (suka rela), dengan pedang dan iming-iming uang,isalnya, tetap harus di baca sebagai kesalahan manusia (human error) dalam menerapkan Islam. Bukan kesalahan Islam dan sistem Khilafah. Peristiwa seperti ini bisa saja terjadi, karena faktor manusia yang tidak maksum, bahkan bisa menimpa manusia dan generasi terbaik sekali pun seperti para sahabat.

Hanya saja, kesalahan-kesalahan sepeerti ini tidak bisa digunakan untuk mendelegitimasi kesempurnaan dan kredibilitas Islam sebaai sistem ilahiyah yang sempurna, termasuk didalamnya sistem khilafah, yang merupakan satu-satunya sistem pemerintahan dan politik yang diwariskan nabi Shallallahu alaihi wasallam. Begitulah seharusnya kita membaca kitab Tarikh al-Khulafa' ini maupun kitab-kitab sejarah yang lainnya.


(Kata pengantar dari K.H Hafidz Abdurrahman, M.A. halaman 6 -7 buku Tarikh Khulafa karangan Imam As Suyuthi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh