Jembatan baru yang membelah aliran sungai citanduy itu ada didekat jembatan lama yang sudah roboh, tapi saat kami kesana ternyata akses masuknya ditutup/disegel karena lahannya ternyata belum dibebaskan. Kami pun tidak jadi memperlihatkan jembatan itu..
Eh alasan tidak jadi mah bukan karena ada penyegelan itu tapi vcall wa berdering saat kami masih dalam perjalanan kesana, tadinya mau memaksakan vcall an sambi melakukan perjalanan tapi kepala ummi tidak kuat melihat layar sambil naik motor yang melaju jadi kami memilih duduk di sebuah gardu di sisi jalan sambil berbincang dengan teteh.
MasyaAllah Nak, sekarang sudah kelas 9 ya Nak. Duhai hati ummi seperti dihinggapi ribuan kupu-kupu dengan bunga-bunga segar disana, setelah episode Aa Quthb lalu a Umar dan sekarang teteh Aufa, hati ummi tetap melihat dengan rinai kebahagiaan. Shalihah, ini seperti mimpi.
Ya, tentu saja ummi ingin sekali mengabadikan gambarmu berdiri disamping ummi dengan baju seragam putih biru mu sama seperti dulu di masa putih merah tapi qodarullah mengajarkan kita arti mengais ikhlas ya Nak, tidak apa-apa yang penting engkau baik-baik saja, bersama lingkungan dan orang-orang yang baik, mendapat pendidikan yang baik diiringi do'a terbaik InsyaAllah.
Shalihah, semua ingatan ummi tentang mu adalah jua do'a-do'a kami untukmu. Sungguh kami bersyukur atas engkau, terima kasih telah hadir menyapa kami kembali. Terima kasih menjadi puteri kami, Nak ❤💕
MasyaAllah hatur nuhun @pendidikanbaznas dan para muzakki yang memberi kami kesempatan memeluk kisah dan mengurai kerinduan di akhir pekannya. MasyaAllah jazakumullah khairan katsiran 🙏❤🌹
Karena teteh bukan tipe yang akan bercerita panjang kali lebar kali tinggi di telpon, saya harus memancingnya dulu dengan bermacam cerita.
Wait, saya bukan pembicara yang baik dan bahkan sering bingung kalau mau ngomong teh, selalu merasa, "apa ya yang harus di obrolin?"
Tapi sebagai ibu (lagi-lagi dengan dasar ini 🤭) saya harus mengambil banyak hal disekitar sebagai ide obrolan dengannya (ini persis kayak lagi nulis nya 😁). Jujur saja, ngobrol itu jauh lebih sulit dibanding menulis 🥺 dan ini salah satu kekurangan saya.
Kekurangan kok di publish? Ini salah satu cara untuk... cari bahan tulisan saja 🤭.
Oh see, saya mulai tidak fokus 😌
"Teteh, kemaren ummi mau beli nasi TO ke nasi TO hj Atun yang ada di Cipacing, eh ternyata tempat makannya di tutup teh, nggak boleh makan disana soalnya kemarin didatangi pak pol katanya nggak boleh operasi atau kalau masih operasi nggak boleh ada yang makab disana alias harus di bungkus."
"Teteh, sekarang pandangan abi jadi terbatas lho teh, jarak 1 langkah kaki mah masih jelas, tapi kalau jarak 2 langkah sudah mulai ada bayangan."
"Oh ya teh, ummi dapat hadiah dari gema insani. Hadiahnya buku. Ummi juga beli buku buat teteh, InsyaAllah dikirim langsung dari penerbit, buku journey to the light karya Bu Uttiek yang diterbitkan pro U med, ummi sudah izin sama Ustadzah Tyas dan Alhamdulillah diizinkan. Bu Uttiek juga menyampaikan doa agar Allah berkahi usia teteh. MasyaAllah shalihah, tabarokalloh ya Nak."
Tiga puluh menit vcall an teh terasa sebentar, tapi kammi tidak suka merasa kurang akan sesuatu jadi pas ada rasa, "kok sebentar banget ya." Langsung kami ralat lagi dengan hamdalah ungkapan kesyukuran. Batas antara syukur dan kufur itu sebenarnya tipis, kata Ustadz waktu saya kecil. Bahkan seucap kata bisa mempengaruhi yang tersembunyi di dasar hati, itu yang saya rasakan.
Metode memancing dengan cerita (cerita apa saja) dan mengungkapkan apa yang dirasakan kelihatannya cukup efektif, dia mulai bercerita setelah di pancing atau bisa juga dipancing dengan pertanyaan tapi pertanyaannya harus disertai cerita jadi jangan to the point.
"Teteh, ummi bingah pisan nguping soanten teteh, ningal teteh, ummi bingah pisan vcall an sareung teteh. Hatur nuhun nya sayang." Mengakui perasaan juga salah satu cara memancingnya untuk cerita tentang perasaannya.
Dia tidak seekspresif bundanya yang akan dengan mudah mengucap kata cinta atau rindu bahkan hal kecil yang ada di dasar hati, dia akan menyimpannya dihatinya atau bicara dengan sorot matanya.
Ya, Ayahnya mungkin benar saat mengatakan, " ummi berpikir hanya Aufa yang membaca perasaan ummi melalui air muka dan sorot mata ummi,ummi pun seperti itu. Abi dan anak-anak tidak perlu mengucap barisan kata untuk membuat ummi tahu apa yang sedang kami rasakan dan pikirkan." Hal seperti itu terjadi karena kebiasaan dan terbiasa bersama orang yang sudah dekat saja 🤭
Oh hey ummahat,apa yg sebenarnya sedang coba diuraikan dalam catatan ini? Come on focus!!
Well, saya senang saat dia mengutarakan bagaimana perasaannya atau apa yang dia rasakan dan pikirkan apapun itu karena dengan begitu dia bisa belajar merealease perasaannya sendiri, dia bisa belajar berbagi ide dan perasaan dan itu akan sangat baik baginya di kemudian hari.
"Teteh oge bingah pisan tiasa ngobrol sareung ummi. Teteh sayang ummi.." Padahal saya ingin menangis merekam bait perasaannya itu, saya tidak kuat menahan tangis karena itu saya memilih menepi sejenak bersembunyi dari layar hp, Abinya buru-buru menggantikan di layar hp menjadi teman bicaranya.
Ayah, cinta pertama anak perempuannya. Saya ingat dia pernah menangis sesenggukan saat berpikir ada sesuatu yang telah melukai ayahnya. Butuh waktu sekian hari membuatnya yakin bahwa ayahnya baik-baik saja. And see, dia tertawa riang setiap kali ayahnya bertanya dengan ekspresi senang, "teteh, teteh hoyong dikintun naon?" Kami tahu Ayah itu sedang menyembunyikan rindunya, airmata kerinduan itu dibalik ekspresi cerianya itu.
Ayah, cintanya sunyi namun riuh dengan tanya saat berjauhan. "Abi, teteh oge sayang ka Abi." Ayahnya tersenyum senang, entah apa yang dia rasakan dimasa depan saat ada lelaki yang mengucap ijab pada putrinya itu, airmata bahagia senyelekit apa yang akan dia tutupi dalam mata yang memerah.
Balananjeur, 11 Juli 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar