Minggu, 02 Januari 2022

Day 2

Kemarin teh cerita tentang tangisan bayi, kali ini tentang apa? Masih mikir sekarang mau nulis apa 🤔

Menulis adalah tentang belajar, belajar membuat kerangka berpikir juga belajar untuk mengistirahatkan otak serta mengajak bicara dengan diri sendiri. Banyak saat dimana kita perlu merenung, berdiskusi dengan diri kita sendiri tanpa melibatkan orang lain disana dan menulis menjadi salah satu cara kita memenuhi kebutuhan itu. Selain itu, dengan menuliskannya kita memiliki kesempatan untuk membuka kembali ingatan saat mengevaluasi diri.

So, apa manfaat menulis bagimu? Bagi saya menulis memiliki banyak sekali manfaat salah satunya seperti yang sedang saya lakukan saat ini. Manfaat menulis adalah apa yang membuat kita melakukannya bukan sesuatu yang membuat kita duduk sambil melamun saja..

Hmm, jadi mau nulis apa?

Ada seseorang yang mengatakan pada saya, "Dede mah enak ya hidupnya, nggak pernah kelihatan kekurangan. Semuanya disyukuri. Sehat ataupun sakit disyukuri, kita lihatnya hidup Dede itu cukup nggak pernah kekurangan apapun terutama materi. Anak-anak di syukuri, suami di syukuri, bisa nyantai berbagi pengalaman tapi kita nggak sampai berpikir itu keluhan. Kayak B aja cerita biasa."

MasyaAllah, entah bagaimana saya harus bereaksi atas penilaiannya ini. Satu hal yang masih belum saya fahami adalah cara memberi respon baik dengan kalimat atau sikap pada orang lain, saya benar-benar merasa sulit cara memberi respon. Kayak, "saya harus gimana kalau orang berkata atau bersikap gini?" Atau, "saya harus jawab apa?"

Saking bingungnya, saya kadang nggak tahu kalau ada kalimat negatif yang harus saya luruskan, atau ada kalimat positif yang harus saya apresiasi. Beda halnya dengan merespon orang-orang yang dekat dengan saya, pada yang lain selain orang-orang yang sudah dekat banget mah biasanya saya hanya bisa mikir dulu, "saya harus gimana jawabnya?" Atau, "initeh harus dijawab atau abaikan?" Pertanyaan itu terus bergema sampai saya duduk dan merenung atau nanya ke Akang, "Kalau ada yang bilang begini atau begitu, saya harus bagaimana atau jawab apa?"

Sesulit itu kah? Ya. Saya bukan teman ngobrol yang baik kecuali pada mereka yang sudah sangat dekat. Saya kesulitan berkomunikasi dengan orang lain karena bingung kira-kira passion tema obrolan orang lain teh apa dan bagaimana. Jadi saya memilih menulis karena tidak perlu merasa khawatir nggak nyambung sama orang lain. Kalau nulismah saya bisa meluapkan kata tanpa perlu mikir orang bakalan nyaman atau tidak, bakal betah atau tidak, karena yang nyaman dengan tulisan saya akan tetap membaca dan yang nggak nyaman mah tinggal mengabaikan tanpa perlu minta izin. Jadi orang-orang juga nggak perlu merasa nggak enak, saya sendiri tidak perlu merasa bingung apalagi nggak enak.

Oh hey, saya sedang membahas apa? 🤔

Well, kembali ke tanggapan teman tentang saya. Beliau katanya tidak pernah melihat atau mendengar saya kekurangan. Hmm tepatnya karena saya nggak cerita waktu saya sedang butuh sesuatu atau saat kekurangan saja 😅 Saya meyakini setiap orang bersama ujiannya masing-masing, dan saya memilih berbagi pengalaman kesulitan materi saat saya sudah keluar dari masalah itu.

Why? Kalau berbagi cerita pas masanya lagi sulit mah jatuhnya jadi ngeluh tanpa solusi. Orang-orang di luar sana juga memiliki kesulitannya masing-masing, kalau saya cerita kan kasihan juga orang yang lihat atau dengar. Saya senang melihat orang lain senang jadi saya pikir akan menjadi sesuatu yang menyakiti jika orang melihat saya susah. Ah saya memang senang melihat dengan sudut pandang saya sendiri...

Dede nggak pernah kekurangan materi, hmm.. "Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah. Alhamdulillah 'alaa kulli haal." Yang saya dengar itu adalah kalimat positif yang mengandung doa, ya saya mengaminkannya dan membacanya sebagai do'a.

Lain cerita saat yang saya dengar kalimat, "alah, saya juga tahu Dede itu susah. Sok sok an bilang Alhamdulillah.." asli ngenes banget bahasanya, tapi la ba'sa bih, kita tidak bisa mengendalikan lisan atau cara pandang orang, namun saya bisa memilih untuk merasa sakit hati, terluka atau mengendalikan perasaan saya dengan tidak ambil pusing atas kalimat yang didengar ataupun menganggapnya sebagai bagian dari perhatian.

Saya pilih apa? Awalnya saya biasa saja, tapi seiring waktu saya merasa kalimat itu kok nggak enak banget. Lalu saya tuliskan ketidaknyamanan saya atas kalimat itu sampai mengurai segala rasa dan akhirnya saya kembali menemukan kestabilan emosi saya dan ibrah daripadanya. Saya menjadi semakin faham the power of words, luar biasanya kata-kata; bisa berbuah luka ataupun senyuman. Ibrah selanjutnya, saya jadi bisa memilah kata yang akan saya ucapkan pada orang lain... Yaaa meski (sekali lagi) saya jarang banget ngobrol sama orang lain.

MasyaAllah sungguh luar biasanya pengaruh kata. Adakah yang memiliki pengalaman tentang pengaruh kata yang didengar? 

Balananjeur, Ahad, 2 Januari 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh