Kamis, 15 Desember 2022

Memaafkan

tidakAssalamualaikum, saya Defa, lengkapnya Dede Fatimah Shalihah, anak ke 9 dari 14 bersaudara. Istri kang @wawanridwan75 , katanya sih akan menjadi satu-satunya wanita yang ia nikahi. Hee, kami tidak membahas hal-hal yang tidak perlu kami bahas terutama tentang nikah untuk kesekian atau nambah anak. Makanya kalau ada yang nanya, "gimana kalau kang Wawan berniat poligami?" Atau, "kapan ngasih adik buat Olin?" Saya tidak bisa menjawab dan memang tidak kepikiran untuk memberi jawaban. Itu hal-hal yang tidak ada di dalam bahasan kami, dan tidak pernah ada dalam list sesuatu yang perlu kami bahas.

Well, saya diberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat bahkan perasaan saya. Terlepas dari akan adanya kekeliruan dari pendapat yang saya utarakan atau bagaimana emosionalnya saat menyampaikan perasaan, saya tetap diberikan kemerdekaan untuk menyampaikannya tanpa khawatir dianggap berlebihan atau disepelekan.. yah, banyak kabar tentang hal-hal negatif saat seseorang bersuara (apapun nada atau kalimatnya).

Saya masih beradaptasi dengan masa-masa kehilangan rutinitas membersamai anak-anak kecil dikarenakan anak bungsu kami sekarang sudah menginjak usia remaja. Oh Iyah, saya Ibu dari 4 anak yang semuanya sudah memasuki usia remaja. 1 diantaranya remaja awal, 2 lagi remaja pertengahan dan yang nomor 1 sudah hampir usia remaja akhir. Banyak hal yang berubah, saya sedang belajar di fase itu.. fase yang membuat saya mulai menyadari, "harus tuntas di tiap fase agar mudah menghadapi fase selanjutnya."

Saya mulai mempelajari sekaligus menyadari banyak hal. Saya menangis lebih keras dan lama dari saat mereka masih dalam buaian, rasa kehilangan yang sangat membuat airmata tak henti luruh. Kondisi fisik yang semakin menurun setiap harinya membuat saya harus mencari cara agar semua itu tidak mempengaruhi kesehatan mental.. 

Journaling menjadi cara paling efektif untuk menguraikannya. Menuliskan dan menguraikan rasa dalam jurnal harian menjadi cara paling efektif bagi saya yang dasarnya memang suka nulis. Kang @wawanridwan75 mendukung itu, memfasilitasi sesuai kemampuannya alias tidak kurang ataupun berlebihan.. saat saya katakan butuh ruang untuk diri sendiri, beliau tidak meminta masuk kedalamnya. Saat saya katakan bahwa saya butuh melakukan sesuatu, beliau bertanya apa yang bisa beliau bantu. Membantu saya mengurangi rasa kehilangan..

Ya, beralih fase ternyata tidak luput dari rasa kehilangan terutama bagi ibu yang seharian ya hanya tahu cara bersama anak-anak. 


Bukan hanya rasa kehilangan saja, namun juga sesal; selama itu membersamai anak, sudah benar belum? Kok ternyata banyak kurangnya? Kemana saja aku selama ini, kok tiba-tiba anak-anak sudah segede ini? Dan masih banyak sesal lain yang bergemuruh.. 
Dan saya merasakan sesal itu.

Ini yang pernah saya katakan pada Aa Quthb, "kalau waktu bisa diputar, ummi akan bersikap seperti ini dan itu (sambil mengatakan cara) saat membersamai dan melindungi kalian." Saya merasa pernah kalah dengan ego saat masa-masa membersamai mereka, kalah dengan intervensi orang lain bahkan berpaling dari keilmuan yang dipelajari. Tapi tentu saja tidak akan ada waktu yang bisa di ulang.. dan saya menghela nafas, saya harus memaafkan diri sendiri atas hal-hal yang membuat larut dalam sesaknya sesal.

Seiring waktu, saya mulai memaafkan segala kelemahan dan kealpaan diri sendiri dan menerima hari ini sebagai bagian yang harus dijalani. Yang lalu sudah berlalu, akan ada banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik namun bukan untuk ditangisi.

Jika masih ada tangis, itu hanya tangis kerinduan seorang ibu.. ibu yang merindukan anaknya. Itu hal yang manusiawi dan memang wajar bagi ibu untuk menangis, itu yang dikatakan kang Wawan.

Oh well, teman diskusi saya selama ini memang hanya beliau. Hmm maksud saya, a sampai z yang ingin saya diskusikan pastilah beliau yang jadi teman diskusinya. A sampai Z yang ingin saya sampaikan, beliau menyimaknya...yah, saya menulis ataupun berdiskusi dengan yang lainnya tapi tentu berbeda dengan yang saya diskusikan dengan kang @wawanridwan75 . Pada orang lain mah tetap ada hal-hal yang dibatasi. Saya membatasi diri saat bercerita kepada orang lain termasuk pada orang tua dan saudara.. ada hal-hal yang tidak saya ceritakan dan tidak akan pernah saya ceritakan terutama terkait permasalahan di dalam rumah.
Saya tidak membiarkan diri saya sendiri untuk memperlihatkan airmata karena suami dan anak-anak.

"tutupi aib suamimu!" Itu nasihat yang saya ingat dari Mamah. Lalu saya melanjutkannya dengan kalimat, "tutupi aib anak-anakmu." 

Terkadang ada yang beranggapan sedang membuka aib saat kita bercerita pengelolaan keuangan misal, atau manage emosi, yah itumah kembali pada sudut pandang yang membaca dan kita berlepas diri dari kacamata orang lain.

Airmata dalam rumah tangga atau yang terkait dengan segala permasalahan di rumah tetap akan menjadi sesuatu yang saya simpan sendiri. Lalu Allah yang akan menghilangkan dan menyembuhkannya.. 

Saya mulai beranjak pada fase selanjutnya, fase dimana saya masih harus mempelajari dan menikmatinya dengan syukur dan shabar .

Ah iya, perlu lebih banyak stock syukur dan shabar, perlu juga pendengar yang tak pernah lengah meski sekejap.. ia adalah yang Maha tahu seberapa keras usaha kita untuk berjalan menghadapi segala ujian.

Saya kini sedang beranjak pada fase selanjutnya. Fase yang membuat saya banyak merenung dan memuhasabah diri sendiri apalagi saat mendapati beberapa dalam diri mereka yang menjadi gambaran saya, "Robbana.." saya kembali menarik nafas. Mensyukuri segala hal yang positif dan memperbanyak sujud memohon ampunan atas hal-hal yang membuat saya berpikir, "kok mamah dan apa bisa sabar saat menghadapi saya ya?" Allahu musta'an... 

Banyak hari yang tlah usai, namun saya tidak akan benar-benar menutup bukunya. Lembaran itu akan tetap dibiarkan terbuka agar menjadi bahan pembelajaran bagi saya. Bahkan saat menjalani fase ini, saya butuh belajar dari kisah yang tlah usai.. kisah mereka saat masih kecil.

Saat ada hal-hal yang membuat saya mengurut dada lalu saya teringat kelucuan mereka dimasa kecil, bibir pun kembali tersungging dan semuanya kembali membaik. Itu salah satu fungsi kisah yang tersimpan..

Dan saya, tidak akan menguburnya bahkan meski jasad ini tlah kembali pada asalnya kelak


Well, saya Defa, putri ke-9 dari 14 bersaudara, istri yang dinikahi kang Wawan pada tanggal 9 Juni 2002 lalu resmi menjadi ibu untuk pertama kalinya pada tanggal 7 April 2003, tepat di hari milad saya. Saya senang menulis, mungkin karena terbiasa melihat Ayah yang seorang penulis. 


Saya bersyukur menjadi bagian dari kisah anak-anak yang Allah titipkan di rahim saya, menjadi teman perjalanan kang Wawan dan menjadi seseorang yang membuat anak-anak memanggil saya dengan panggilan yang sampai saat ini sering membuat dada berdegup dengan harapan membumbung tinggi agar Allah Ridha atas peran dan amanah ini, "Ummi." 

Al UMM madrasatul ula, semoga Allah perkenankan madrasah ini amanah dan benar.


Balananjeur, Kamis, 15 Desember 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh