Minggu, 09 Juli 2023

190

Beberapa minggu yang lalu qodarullah Allah berikan kesempatan melalui masa sibuk yang luar biasa, sampai sekarang sih masih dalam mode yang sama tapi karena mulai terbiasa jadi sudah tidak semelelahkan sebelumnya. Awalnya mah lelah nya luar biasa; baik fisik maupun pikiran. Saking lelahnya sampai pada tahap, "kang, aku nggak tahu mau apa." Semuanya terasa datar dan terlalu sudah biasa, ya saking lelahnya, karena itu saya selalu bilang, "kalau bukan Allah yang menguatkan, kita tidak mungkin bisa melaluinya."

Fisik yang qodarullah ngdrop, pekerjaan rumah dan lain sebagainya yang menuntut kekuatan fisik ditambah persiapan ujian lalu perpisahan dan kemudian masuk jenjang lanjutan 2 anak sekaligus. Sampai kemudian mendapati postingan seorang teman yang tahun ini membersamai 3 anak sekaligus, Allah sedang menarbiyah kemudian menyadarkan dengan caraNya, "lihatlah!"

"Aku nggak tahu mau apa." Ucapan saya waktu itu disambut kekhawatiran kakang. Dia sampai bela-belain pulang cepat setiap hari nya demi mengajak saya ngobrol. Ya, beberapa minggu itu kesibukan kakang membuat kami jarang ngobrol dan boleh jadi kebutuhan 20 ribu kata tidak terpenuhi hingga letih pun tidak terdeteksi sedari dini.

Tiba-tiba saja banyak hal yang membuat saya letih, tapi lagi-lagi saya tidak menyadarinya sejak awal, hanya sering tiba-tiba nangis waktu ngobrol. Hmm nangisnya hanya tiba-tiba saja berurai air mata. Ngobrolin apa aja, tema apapun, bawaannya pasti ada nangis-nangisnya sampai kemudian kakang nanya, "Ada yang membuat Ummi terluka?" Dan saya mulai memgevalusi diri, eh muhasabah diri, ada apa dengan diri saya? 

Saya menemukan jawabannya. Terlalu terbiasa. Kebiasaan yang baik itu baik, kebiasaan yang buruk tentu tidak baik namun sesuatu yang terlalu ternyata selalu kurang baik termasuk terlalu terbiasa. Sepertinya saya mulai masuk zona tidak aman atau mungkin berada pada fase letih yang amat sangat dan saya harus segera mencari solusi untuk keluar dari zona itu sebagai pemenang. 

Sebagai pemenang itu yang seperti apa? Menjadi diri yang lebih baik dari sebelumnya. Seseorang itu bukan dinilai dari perbedaannya dengan orang lain namun bagaimana kita berusaha untuk semakin baik setiap harinya dibandingkan diri kita sebelumnya. Baik dalam segala hal, dalam keimanan dan ketaqwaan, dalam Akhlaq, dalam bermuamalah dan sebaginya. Menjadi pemenang artinya menjadi seseorang yang naik tingkat keimanannya, semakin baik ketaqwaannya, semakin karimah akhlaknya.

Saya mulai menacari cermin dan menepi dari keramaian lalu bertanya pada diri, "apa kabar ibadah mahdhoh terutama shalat Saya?" Karena baik buruknya seseorang tergantung dari bagaimana shalatnya. 
Saat merasa letih, ada masalah apapun biasanya pertanyaan awal pada diri sendiri adalah, "Hey Defa, apa kabar shalatmu? Khusyu kah?" Khusyu yang saya maksud adalah yang benar dalam shalatnya; di awal waktu, tidak tergesa, dll. Dan hari itu saya kembali bertanya, "apa kabar shalatmu?" 

Ternyata saya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjawab satu pertanyaan ini karena menjawabnya tidak dengan sebuah kalimat, "aku kan shalat awal waktu." Atau, "aku berusaha." Tapi dengan menghisab diri setiap waktunya. Bagaimana shalat fardhu nya, rawatibnya, dan shalat yang diutamakan lainnya. Apakah terburu dan bagaimana kehadiran hatinya, bagaimana dzikir ba'da shalatnya dan lain sebagainya.

Lalu, lagi-lagi saya menemukan diri yang ternyata hanya menunaikan namun karena merasa sudah biasa jadi kehadiran hati pun seolah hanya sekedar. Mungkin itulah sebabnya jadi saya harus mulai memperbaiki shalat terutama kehadiran hati dan lurusnya niat. Bismillah saya kembali mengusahakan..

Balananjeur, Ahad, 9 Juli 2023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh