Kamis, 30 November 2023

Pernah Merasa (2)

 Stressor yang selanjutnya adalah... jreng jreng jreeeeng... wait, saya harus mikir dulu agak lama soalnya waktunya sudah lama berlalu. Bisa sih buka buku diary, tapi yang ingin saya lakukan sekarang adalah memutar kaset ingatan. Yaah semacam flashback dengan kenangan sendiri tanpa membuka catatan tapi fokus memori di kepala. Memori yang saat dibuka entah kenapa kilasannya malah meluruhkan rasa dan air mata.

2. Banyak intervensi. Yaaah namanya juga pada masanya, omongan apapun yang dirasa nggak nyaman didengar terasa seperti sebuah penghakiman, serasa di judge, serasa diintervensi.. terkadang dzan negatifnya muncul ke permukaan kalau ada yang ngasih nasihat teh. Jangan dulu minta ibu dengan beberapa nak balita mikir positif karena kita tidak bisa masuk ke dalan dunianya untuk tahu apa yang dia rasakan dan alami hingga bisa dengan mudah mengatakan, "makanya harusnya ngurus anak teh begini dan begitu..", "kamu mah gitu ngurus anak teh. Harusnya.." apalagi dengan nada ala julider alias nggak ada ramah-ramahnya. Apalagi di waktu yang si ibu itu lagi capek-capeknya.

Anda tahu capeknya seperti apa? Coba tanyakan pada semua ibu yang sedang dalam fase membersamai balita, mau balitanya satu, dua, tiga, masyaAllah saya yakin pasti capeknya nggak jauh beda. Saya waktu itu membersamai satu balita, kemudian dua, lalu tiga. Bagaimana rasanya? MasyaAllah luar biasa Allahu Akbar.

Omongan di belakang yang tetap saja kedengeran, "Ih Dede mah ngurus budak teh kitu.." jangan bayangkan kalimat positivnya yaa.. karena justru yang sampai itu kebanyakan adalah kalimat negatif yang artinya banyak yang tidak suka dengan cara saya mendidik anak-anak saya sendiri.

Yups, awalnya mikir gitu; banyak yang nggak suka.

Dan kebanyakan... yaa itu dia, mengkritik dibelakang punggung. Manis di depan? I dont know, karena kemudian saya memilih untuk

1. Tidak mau tahu siapa yang mengkritik cara saya mengasuh anak

2. Tidak peduli apa anggapan ataupun tanggapan orang lain atas cara saya dalam mendidik anak.

3. Tetap belajar cara pengasuhan yang paling tepat untuk ke-4 anak saya tanpa ngotot mempraktekkan cara pengasuhan orang. Saya belajar dari anak-anak secara langsung dan menuliskannya setiap hari

4. Fokus membersamai anak

5. Menutup akses ngobrol sama orang-orang yang berpotensi membuat saya merasa tidak yakin dengan diri saya sendiri

6. Bersyukur dengan apapun yang didengar. Mau di kritisi, dijadikan bahan ghibah 😀 atau apapun, yaa syukuri saja! Kenapa? Karena saya tidak bisa mengendalikan lisan orang lain, dan yang harus dan bisa saya kendalikan adalah hati, pikiran dan lisan saya sendiri. Jadi yaa udah kendalikan saja apa yang bisa dikendalikan serta syukuri semua yang ada tanpa kecuali, intervensi atau penghakiman orang sekalipun. Mereka tidak tahu jungkir baliknya usaha kita untuk tetap menjaga kewarasan saat membersami anak, kenapa harus menambah ketaknyamanan dengan memikirkan dan tidak nyaman dengan kritika mereka? Ucapkan saja Alhamdulillah 'alaa kulli haal dan tetaplah fokus mendidik anak

7. Yakin dengan metode kita. Kalau kita merasa yakin dengan pilihan dan metode kita, apapun omongan orang tidak akan mempengaruhi kita.

Kita yang 24 jam penuh mendampingi anak, tahu bagaimana dan kenapa dengan anak-anak kita. . Jadi, yakinlah dengan diri sendiri! Allah menitipkan mereka karena Allah tahu kita mampu.

8. Hmm tapi saya juga sesekali menampung kalimat yang sampai kepada saya. Yaah sebagai bahan evaluasi saja, karena saya manusia yang tidak mungkin 100 persen benar. Terutama nasihat dari orang tua dan orang-orang yang memiliki pengalaman dalam pengasuhan. Saya tampung untuk saya saring saat proses evaluasi.

Oh wait, intervensinya ternyata bukan hanya dalam bab pengasuhan saja, tapi sampai ke hal-hal yang hmm yaa terkesan body shaming seperti, "mikirin apa atuh sampai kurus begini! Di bebaskan , jangan jadikan beban ngurus anak mah. KaLau pikiran bebas mah, fisik juga sehat, tubuh lebih berisi." Hahaha.. saya pernah nangis karena kalimat seperti itu sampai kemudian saya menyadari bahwa kalau saya menyibukkan diri dengan menangisi setiap ucapan yang terasa nggak enak, kapan anak-anak merasakan kebahagiaan kala bersama saya?

And then all is over.. ini mah hanya istilah ala-ala saya saja saat memutuskan untuk, "silahkan membuat pernyataan apapun tentang saya, tapi itu tidak akan mempengaruhi saya!" dan memang setelah mengazzamkan seperti itu, Alhamdulillah terasa lebih bahagia saat membersamai anak dengan segala romantikanya yang sekarangmah terasa ngangenin saat-saat itu teh.

Kangen saat heboh-hebohnya mendampingi para balita

Kangen saat capek lalu capeknya biidznillah hilang begitu saja hanya karena sebuah pelukan dan kalimat manis, "terima kasih yaa.. sudah bersabar atas anak-anak."

Bahkan kangen denger kalimat julid ala +62 🤣

Yaah.. ternyata benar kata kang wawan, berat pada masanya namun disyukuri hingga dikangenin setelah semua itu usai.

MasyaAllah.. hadza min fadhli Rabbi.

Namun lagi-lagi, karena rasa itu saya memahami beratnya menjadi ibu. Peluk hangat untuk semua ibu yang sedang di fase itu, semoga Allah kuatkan.. sungguh saya faham rasanya.


Balananjeur, 30 November 2023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh