Jumat, 20 November 2020

Membangun Rumah Impian (bagian 1)

 Saat itu membersamai seorang sahabat membangun rumah impiannya. Sekedar membersamai (baca: melihat proses) tanpa membantu sama sekali  (๐Ÿ˜๐Ÿ˜), tapi entah kenapa, setiap kali melihat sahabat saya ini berkisah tentang tahap demi tahap rumah yang sedang dibangunnya itu, ada yang berdesir hangat dihati saya, saya merasakan bahagia yang sama.. sangat bahagia.


Menyimaknya melafal abjad disertai binar mata penuh suka cita saat berkisah membuat saya tak henti menggema hamdalah. Sungguh luar biasa cara Allah menghadirkan bahagia.


Itu adalah episode selanjutnya dimana saya juga mulai berpikir membangun rumah impian seperti sahabat saya ini.


Sebelumnya memang pernah merancang hal yang sama, tapi karena suatu hal yang membuat kami memutuskan pindah ke Bandung sedang kami melihat di sekitar kami banyak sekali yang menempati rumah kontrakan bahkan di usia senja mereka, menyaksikan itu membuat ingatan kami akan membangun rumah sendiri teralihkan, "tak apa, banyak kok yang bahkan seumur hidupnya tinggal di kontrakan. Ini hanya masalah tempat saja, tak jauh berbeda." Fikir kami waktu itu.

Tak apa jika kami ternyata harus terus mengontrak, yang penting harus menjaga Izzah kemandirian kami, itu juga yang kami pikirkan saat itu.


Tapi, episode membersamai sahabat saya itu menjadi episode pembangkit kembali asa untuk jua membangun rumah impian tempat anak-anak menyimpan kenangan masa kecil mereka, tempat mereka merangkai mimpi-mimpi mereka, dan menata serta mengurai setiap inci tekad dan asa mereka.


Ah, kami pun mulai memahat dan menata asa kembali untuk kembali ke kampung halaman karena biaya pembuatan atau beli rumah di kota sangatlah mahal. Kami juga ingin membersamai anak-anak di kampung, dekat juga dengan emak dan mamah. Meski kami tak bisa membersamai keduanya, minimal kami bisa dekat dengan mereka, bisa sering berkunjung dan berbincang dengan mereka, bisa memegang tangan mereka menghaturkan segala rasa Terima kasih bakti syukur kami yang tak seberapa. 


Kami mulai memeluk cita membangun istana cinta di kampung halaman kami, tak perlu yang wah apalagi mewah, kami hanya ingin rumah yang hangat. Rumah yang didalamnya tawa ceria anak-anak berderai merdu, tangis kecil mereka menjadi pereda gundah mereka dan tentu saja kami ingin membangun benteng peradaban dari rumah kami sendiri.


Melafal bait demi bait syukur dari kesederhanaan yang ingin kami ciptakan disertai riuh gemuruh syukur yang mengangkasa.


MasyaAllah, impian membangun rumah impian semakin membumbung saja ๐Ÿ˜๐Ÿ˜.


Namun sekali lagi seperti saya tuliskan dipostingan sebelumnya, kami bukan orang yang ketika kami menginginkan sesuatu maka saat itu juga kami akan mendapatkannya. Kami perlu berbenah agar apa yang Allah berikan bisa cukup untuk membangun yang kami azzamkan. Tentu saja bukan kami yang mencukupkan, tapi Allah menjanjikan jika kita merasa cukup maka akan DIA cukup kan nikmatNya itu untuk kita.

Allah sudah memberi, tak perlu lebih meski hati menginginkannya. Karena kami yakin saat kami merasa cukup maka semuanya akan Allah cukup kan hingga terbangun rumah yang masih dalam bayangan kelak biidznillah. Ya, dengan izin Allah.


#menulismenjejakkisahdanamal

Catatan ini di tulis di Tasikmalaya, 16 Juni 2020

2 komentar:

  1. Label tentang rumah adalah jejak ke-2 yang sedang ssya baca sesudah tulisan #tentang_ayah ☺️
    masyaAllah, suka sekali. insyaAllah banyak manfaatnya bagi pembaca tulissn-tulisan ummi. Barakallaah mi!

    BalasHapus
  2. Label tentang rumah adalah jejak ke-2 yang sedang ssya baca sesudah tulisan #tentang_ayah ☺️
    masyaAllah, suka sekali. insyaAllah banyak manfaatnya bagi pembaca tulissn-tulisan ummi. Barakallaah mi!

    BalasHapus

Hhhh