Rabu, 09 Desember 2020

Kakek Tua Itu...

Kakek tua itu mendorong rodanya dari pagi hingga sore,
Berjalan menembus hujan yang membasahi kulitnya yang keriput dan gerobaknya
Berjalan menghalau panas yang menyengat kulit tua nya yang semakin keriput dan gerobaknya

Kakek tua itu mendorong rodanya dari pagi hingga sore,
Menawarkan dagangannya dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya yang telah dipenuhi keriput
Menawarkan dagangannya dengan suara sendok yang beradu mangkok dan menghasilkan suara,'treng...treng...treng.'
Tanpa teriakan...tanpa suara..

Kakek tua itu terus mendorong rodanya dari pagi hingga sore,
Sesekali bertegur sapa atau sekedar tersenyum pada sesama pejalan atau mereka yang berkendara

Lelah? Pastilah lelah..
 Tapi Kakek tua itu tak pernah sekalipun mengeluh dan memelas pada siapapun yang dia temui untuk membeli dagangannya
Lelah? Pastilah lelah..
 Tapi Kakek tua itu tetap tersenyum bahkan saat sore dagangannya tak jua habis
Lelah? Pastilah lelah..
 Tapi Kakek tua itu terus berjalan setiap hari mencari nafkah karena beliau tahu itulah yang Allah perintahkan padanya sebagai kepala keluarga... Sebagai seorang hamba...

Kakek tua itu terus mendorong rodanya dari pagi hingga sore,
Tak tampak raut lelah meski kami tahu pasti beliau pasti lelah
Tak tampak raut susah karena beliau melakukannya dengan penuh harapan akan janjiNya ... Dan Allah, satu-satunya yang tak pernah ingkar janji..
Sebuah harapan yang beliau simpan jauh di lubuk hatinya, untuk kebahagiaan saat kelak berjumpa dengan Allah...

Kakek tua itu terus mendorong rodanya dari pagi hingga sore,
Tidak melupakan kewajibannya di sholat fardhu yang diwajibkan... Kemana beliau melangkah, saat adzan berkumandang...masjid dikampung dimana beliau singgahi menjadi tempat yang beliau tuju

Berkali kami menyaksikan Kakek tua itu tersenyum meski bersimbah air hujan,
Air mukanya teduh bahkan dicuaca terik..

Berbahagialah engkau wahai Kakek tua,
 sungguh, hari-hari yang engkau lewati dan engkau jalani
Allah tak kan pernah menyia-nyiakannya
Engkau bukan seorang pengusaha kaya raya bergelimang materi,
Tapi engkau memiliki harta yang jauh lebih berharga yakni harapan akan hari esok di akhirat nanti

Kakek tua itu terus mendorong rodanya dari pagi hingga sore,
Lagi dan lagi...meski dagangannya sering tak habis...
Tapi beliau, tak pernah mengeluh atau putus asa

Kakek tua itu terus mendorong rodanya dari pagi hingga sore,
Menjemput rizki
Menjemput karunia Allah yang ada pada diri yang yakin padaNya..

Barokalloh, Kakek ...

***
Rencananya awal pagi ini ingin kembali menulis bagian ke-3 catatan saya tentang telepon dari Ustadzah, tapi tetiba teringat Kakek tua yang setiap hari mendorong dagangannya ke kampung kami dan beberapa kampung lainnya.

Olin biasanya langsung berlari kearah suara treng...treng..treng...sambil membawa mangkok dan uang beberapa ribu rupiah untuk membeli dagangannya. Abinya (kang Ridwan) selalu mengingatkan untuk mengusahakan membeli dagangan Kakek tua itu meski uang yang kami miliki tinggal 1 ribu, "itulah salah satu cara kita mencintai ayah kita yang telah tiada." ujarnya suatu hari..

Ucapan itu mengingatkanku pada ucapan ayah saya waktu beliau masih sehat pada mamah saat mamah bertanya,
"Apa beruntung bisa berbakti pada orang tua Apa. Mamahmah nggak bisa." (orang tua mamah sudah tiada saat ekonomi keluarga kami sangat membaik)

"Sayangilah dan hormatilah serta mudahkanlah urusan orang tua yang kita temui, siapapun dia. Itulah salah satu dari sekian cara kita mencintai orang tua kita yang telah tiada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh