Di hari perpisahan Umar, suami bertanya kenapa saya meminta waktu untuk menyampaikan "kata-kata kenangan" di depan.
Meminta, sesuatu yang sangat dihindari. Tapi kali ini saya benar-benar meminta waktu, agar bisa menitipkan sedikit kenangan dan asa serta rasa saya bukan hanya untuk Umar tapi juga untuk generasi, untuk orang tua dan juga guru.
Apakah tidak malu meminta sesuatu seperti itu? Awalnya iya. Saya malu, tapi rasa malu tidak akan membuat kata-kata yang ingin saya sampaikan sampai dengan sendirinya. Sekalipun pada saatnya tidak semua mendengarkan, tapi Allah tak kan menyia-nyiakan usaha hambaNya, termasuk usaha saya insyaAllah. Dan saya meyakini itu.
Kelak, ketika Umar bertanya, "apa yang ummi lakukan di hari perpisahan MI Umar? "
Meski bukan saya yang menjawab, tapi memorinya akan mengingat hari itu.
Sebagian dari ungkapan cinta saya sebagai ibunya, meski cinta sendiri tak dapat diungkapkan seluruhnya meski dalam ribuan bait puisi cinta.
"Puisi, mi?" tanya Aufa saat saya bersiap naik ke panggung.
"Bukan, ini cinta. Ini cinta ummi untuk kalian semua!"
Ini hanya untuk memberi contoh? Sebagiannya ya, tapi tidak sepenuhnya begitu. Ada beberapa hal lain yang sedang coba saya patahkan. Terkait paradigma orang-orang disekeliling kita yang masih sering beranggapan, "ibu-ibu mah diam saja, itumah bagiannya para ayah!"
Dan saya seorang ibu, seolah tak semestinya menyimpan jejak dengan cara seperti itu; 'meminta' berbicara di depan, menyampaikan rasa dan harapan sebagai orang tua.
Adakah alasan lainnya? Iya.
Umar, terlihat sangat gugup dan tegang saat kultum tarawih di bulan Ramadhan yang lalu, hingga dia langsung demam seturunnya dari mimbar. Dan saya ingin mengabarkan padanya dengan cara saya itu, bahwa berdiri dan menyampaikan sesuatu 'pesan' didepan itu bukan perkara yang harus 'dicemaskan'.
Anak-anak melihat kita, melihat bagaimana kita bersikap. Dan saya meyakini, anak-anak juga melihat dan memperhatikan saya...
"Suatu hari mereka akan mengingat ini kan, kang?" tanya saya pada suami yang di jawab dengan senyuman dan usapan lembut di kepala.
Ya, suatu hari mereka akan mengingatnya. Bahkan jika saya tidak ada lagi bersama mereka, mereka akan mengingat hari itu, hari di mana saya mengatakan, "izinkan ummi menyampaikannya di depan!"
Apa lagi? Ada banyak hal yang ingin saya sampaikan. Dan saya mempercayai itu sebagai dakwah. Ada sekian banyak Medan dakwah yang seringkali terlupakan karena beberapa hal. Dan saya meyakini bahwa Allah tlah menghitung setiap usaha dihari itu meski mungkin banyak orang mengabaikan.
"Kang, ketika engkau bertanya, " kenapa ummi merasa harus menyampaikan nya?"
Inilah sebagian alasannya... "
Saya menyadari waktu yang semakin mendekati saat-saat perpisahan. Hmm, bukankah seperti itu waktu bergerak, membawa kita semakin dekat dengan kematian? Dan inilah yang saya lakukan, semuanya untuk bekal dihari sesudah kematian. Semoga Allah Ridho...
Tasikmalaya, 6 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar