Selasa, 09 Maret 2021

Mengikat Hikmah

Selama kurang lebih 3 bulan di awal tahun 2006(An), bulan-bulan itu menjadi bulan penuh tarbiyah untuk kami. Kekurangan materi menjadi tarbiyah saat itu..

Berbekal beberapa kilogram beras yang masih tersisa dan rice cooker serta listrik yang masih menyala, kami bertahan dengan itu. Tanpa sepeserpun rupiah yang bisa kami gunakan untuk membeli minyak tanah (waktu itu memasak masih menggunakan minyak tanah), ataupun membeli lauk Pauk dan sayur mayur, sedang kami tinggal jauh dari keluarga dan sanak kerabat kami.

Tak ada garam pelengkap nasi, tak ada air matang untuk kami minum, hanya nasi matang dan air yang insyaAllah bersih dari kran yang kami konsumsi. Waktu itu terasa berat.. Ya, waktu itu sangat berat. Namun seiring berlalunya hari, semua itu menjadi pengalaman yang sangat indah.

Qodarulloh, Allah berkehendak memberi kami kelapangan materi 3 bulan setelahnya. Sedang di 3 bulan itu, Allah berkehendak menguji kami dan insyaAllah menguatkan kami dengan kekurangan sedang Umar kecil yang masih dalam proses di susui membutuhkan banyak zat gizi, begitupun Quthb yang masih balita. Tapi Allah maha tahu dan sebaik-baik pelindung, bahkan meski logika kita berpikir merasa kondisi seperti itu tidak baik apalagi untuk anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, tapi tidak begitu menurut Allah. Allah menjaga hamba-hamba-Nya dengan caraNya bahkan dalam kondisi kekurangan sekalipun.

Setiap hari suami pergi melangkahkan kakinya menunaikan kewajibannya mencari nafkah di jalan Allah, MasyaAllah segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan untuk kami imam perjalanan terbaik, beliau tidak rela jika harta yang haram ataupun syubhat yang sampai kepada kami, dan beliau tetap berusaha berjuang untuk kami bahkan saat semua terlihat 'gelap'. Tak ada satu orangpun kecuali kami sendiri yang mengetahui kondisi dapur kami yang tidak lagi mengepulkan wangi makanan saat itu. Kami (saya dan suami) bertekad agar hanya kami yang tahu kondisi kami dan rumah kami. Kami hanya ingin merasakan nikmatnya tarbiyah tanpa belas kasihan makhlukNya..

Ya, saat itu kami berusaha tak membuka kata bahkan pada keluarga kami karena kami meyakini bahwa semua itu akan berlalu dan menjadi jejak kenangan yang mendewasakan dan menguatkan mental kami, insyaAllah.

Dalam perjalanan tarbiyah itu, Allah uji dengan sakitnya Umar. BAB nya hanya berupa lendir serupa 'daki' berwarna putih, mungkin karena kurangnya asupan makanan yang masuk ke ASI ibunya. Allah juga hendak menguji kami dengan Umar yang muntah-muntah dan menangis hampir tiap malam..

Setiap kali suami pulang, Quthb kecil berseru riang memeluk Abinya menanyakan kira-kira apa yang dibawa pulang oleh Abinya. Suami terlihat menahan riak airmata, memeluk sulung kecil dengan erat dan mengusap kepalanya lembut. Kondisi seperti itu bukanlah pilihan, tapi Allah maha memilih siapa saja hambaNya yang terpilih untuk menerima ujian seperti itu.

Saya dekati dia dan peluk dia, "Allah mencintaimu, sayang. Tidak semua orang mendapatkan ujian seperti ini, tidak semua orang bisa kuat dengan ujian seperti ini, tidak semua orang bersabar dengan ujian seperti ini. Allah maha tahu kemampuan kita, sayang. Dan Allah tahu kita mampu. Engkau pulang dengan selamat, itu sudah sangat cukup untuk ummi. Kelak sayang, suatu hari nanti dimasa depan, ini akan menjadi kenangan indah untuk kita. Saat dimana lidah, kerongkongan, lambung dan usus serta semua anggota tubuh yang lain lebih menikmati dzikrulloh tanpa disibukkan urusan lain. Tidak apa-apa sayang, Allah tahu engkau sudah berusaha, kami Ridho dan insyaAllah ikhlas. Ini bukan keadaan yang kita minta, tapi pilihan Allah untuk kita, dan kita meyakini bahwa pilihan Allah selalulah yang terbaik untuk kita.
Sayang, ujian yang dialami Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam dan para sahabat hingga hanya dedaunan yang mereka makan jaaauuuh lebih berat dari ujian yang kita terima. Engkau laki-laki yang baik, sebagai laki-laki, engkau juga suami dan ayah yang baik. Allah tlah memilihmu untuk menerima ujian ini, kami bangga dan semakin mencintaimu, bi." dia berkaca-kaca.

"Hapunten abi." ucapnya pelan.

"Sayang, Allah memberi kita ujian ini. Ini bukan suatu kesalahan yang membuatmu harus minta maaf pada kami.. Kami Ridho dengan keadaan ini, ini adalah kondisi yang Allah pilihkan untuk kita. Allah sedang mendidik ummi, abi dan anak-anak. Kita meminta pada Allah semua yang terbaik dari sisi Allah, dan inilah jawaban Allah. Jangan merasa bersalah sayang, ini bukan sesuatu yang harus membuatmu menundukkan kepala dihadapan kami. Engkau lihat kami tidak mengeluh, bukan? Jadi, mari nikmati prosesnya hingga Allah Ridho pada kita. Jika DIA berkehendak segera mengeluarkan kita dari kondisi ini, DIA akan segera mengeluarkan kita. Semuanya mudah saja bagi Allah. Tapi satu hal yang ummi inginkan, ummi ingin keluar sebagai pemenang yang membuat Allah tersenyum pada kita. Abi sayang, mari kita makan, Allah sudah memberikan hidangan terbaik untuk kita hari ini."

Dan hari itu, hidangan terbaik itu berupa nasi putih panas dan air bersih yang saya ambil dari kran. Alhamdulillah, maha besar Allah itu adalah nikmat luar biasa saat masih ada nasi untuk dimakan, air untuk diminum, serta udara untuk dihirup. Saya hanya membayangkan kemungkinan lain yang jauh lebih sulit dari itu, yaitu tidak tersedianya sedikitpun makanan, sedikitpun air dan udara bersih...atau, tidak adanya mereka bersama saya... Atau, desing mesiu, bom dan anyir darah tanpa sedikitpun pengganjal perut penguat tubuh. Demi Allah, saya begidig membayangkannya..Karena itulah, semua yang ada hari itu tetaplah jaauh lebih baik bagi kami.

Kehadiran suami, anak-anak dan saya sendiri yang masih diberi jatah usia menjadi nikmat Allah yang sangat besar. Fabiayyi aalaairobbikumaa tukadzdzibaan..

Ya, kesulitan dan kekurangan materi 3 bulan di awal tahun 2006 itu kini menjadi hari-hari yang membuat kami tersenyum saat mengingatnya. Hari-hari itu menjadi tarbiyah yang insyaAllah membawa kebaikan untuk jiwa kami.

Hari ini kami tersenyum mengingat hari-hari itu.
Hari ini kami merenung mengingat hari-hari itu.
Hari ini kami tersungkur dalam sujud yang insyaAllah penuh kesyukuran mengingat hari itu.
Hari ini, kami semakin meyakini akan karunia dan kebesaran Allah dalam setiap detik yang kami lalui... Sungguh, tidaklah DIA memberikan kita sesuatu yang melebihi kadar kemampuan kita apalagi sampai sia-sia. "Yaa Robb yang maha adil, semoga kami termasuk golongan orang-orang yang bersyukur."

Untuk apa saya menceritakan ini disini? Percayalah ini bukanlah aib, ini kabar gembira sekaligus kabar 'kadeudeuh' dari kami untuk siapapun yang sedang Allah uji dengan kekurangan materi. "Bersabarlah, Allah tahu engkau mampu."
Untuk engkau yang membaca tulisan ini, untuk engkau yang mungkin sedang di uji sakit, kekurangan atau hal apapun yang membuatmu menahan tangis, yakinlah ada Allah yang tak pernah meninggalkanmu meski sejenak. Yakinlah akan adanya kemudahan setelah kesulitan... Yakinlah bahwa Allah memberimu ujian sesuai dengan kemampuanmu. Yakinlah pada Allah dengan sebenar-benarnya keyakinan, bersandarlah kepada Allah dengan sholat dan shabar sebagai penolong.!

Bagaimana saya bisa mengingat semua yang kami katakan? Hee...saya menuliskannya juga di diary saya. 

Abdi, #defa_s_hidayat, ummahat yang berharap masuk syurga sekeluarga . hee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh