Senin, 16 Agustus 2021

Mengakui dan Mengikhlaskan

Beberapa teman mengirim pesan bertanya bagaimana kabar kesehatan saya sekarang. 

Disini saya ingin sekilas berkisah apa yang terjadi, saya tidak akan mengatakan saya memiliki penyakit anu karena kesannya seperti ada kepemilikan dan saya tidak mau seperti itu karena saya juga meminta padaNya untuk sehat secara menyeluruh; ruhani, mental juga fisik. 

Setiap orang Allah hidupkan sepaket dengan ujianNya masing-masing begitupun dengan saya. Allah berikan ujian dengan imun yang sangat aktif hingga saking aktifnya sampai menganggap tubuh saya sendiri sebagai musuh yang harus diperangi. 

Saya tidak tahu bagaimana cerita ini bermula namun saya mengenali kondisi tubuh saya sejak masih kecil. Tiba-tiba sakit kepala yang sangat hebat, tiba-tiba sakit di bagian tubuh lain dan hampir semuanya pernah mengalami sakitnya. Periode sakitnya berlangsung lama dan seringnya tiba-tiba serta tanpa aba-aba.

Periksa ke dokter syaraf, tidak ada masalah dengan syaraf. Alasan sakit kepala yang sering membuat saya membenturkan kepala saking sakit itu tidak terpecahkan. 

Periksa spesialis ini dan itu tetap tidak ditemukan masalah, semua normal dan baik-baik saja. 

Sempat terpikir kalau saya harus diruqyah namun ingat pesan baginda Rasul kalau seseorang yang minta di ruqyah teh tidak diizinkan mencium aroma syurga, wah nggak mau atuh saya teh langsung ruqyah mandiri saja terus. 

Yang belum dilakukanteh periksa spesialis jantung dan pembuluh darah, saya pikir kalaupun diperiksa, hasilnya tetap akan sama dengan hasil pemeriksaan sebelum-sebelumnya alias bakalan nggak ada masalah dengan jantung jadi nggak kepikiran buat periksa jantung. 

Tapi sering sesak, mudah lelah dan dada tetiba sakit seperti dipurilit dan ditusuk membuat saya tidak kuat. Akhirnya diperiksa juga si pemompa darah teh, biidznillah memang ada masalah disana. Baiklah satu misteri tubuh terpecahkan.. 

Lalu bagaimana dengan ginjal yang sering tetiba sakit, lambung, usus, kepala, mata, sendi dan semua anggota badan lain? What happened dengan semua itu?

Dilakukan pemeriksaan lagi, kali inj untuk melihat kondisi si penggiling makanan alias lambung. Qodarullah lambung juga sedang tidak baik-baik saja namun kondisi anggota tubuh yang lainnyamah normal tidak ada masalah. 

Syaraf baik, ginjal baik, tidak ada masalah di otak kecil maupun otak besar, mata hanya minus jadi sebab mata yang sering tiba-tiba total gelap tidak bisa melihatmah masih misteri, tulang punggung dan tulang belakang yang sakit juga masih menjadi misteri. Kaki dan tangan yang sering tetiba mati rasa, lelah yang teramat sangat padahal tidak melakukan aktivitas apa-apa, memar di tubuh seperti kena pukulan atau terbentur benda keras dan beberapa gejala lain masih menjadi misteri. 

"Mungkin hanya terlalu dirasa dan dibesar-besarkan.." Mengatakan  kalimat itu pada diri sendiri ternyata cukup menyakitkan.  Meski lisan sendiri yang berucap ternyata kalimat empaty yang utama itu bukan hanya ditujukan pafa orang lain tapi juga pada diri sendiri. 

Mensuport diri sendiri, berterima kasih atas perjuangannya sekaligus bersimpati atas apa yang dirasakan bukan justru menganggapnya tlah berbuat berlebihan atau melebih-lebihkan adalah cara kita menghargai dan merawat tubuh kita sendiri.

Menolak untuk mengakui justru membuat tubuh saya semakin tidak menentu. Lebih sering pingsan, sakit yang cukup lama sehingga membuat saya tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya, berat bada turun terus namun lagi-lagi tidak ada masalah lain yang terdeteksi. 

Kemudian saya mencoba merenung dan mencari cara lain untuk mengobati diri saya sendiri. Pertama-tama saya bertanya pada seluruh anggota tubuh ,"apa kabar?" Tanya saya. Lalu mengakui rasa sakit yang dirasakan tanpa dikurangi atau dilebih-lebihkan. Berterima kasih pada seluruh anggota tubuh atas usahanya untuk bertahan selama ini lalu mengajak mereka untuk bersama berjuang sampai akhir. Sampai akhir? Iya, sampai kedua kaki masuk ke syurga Allah.

Kondisi kesehatan mulai membaik, saya pun mulai bisa beraktivitas normal lagi seperti biasa. Sakit yang masih sering muncul mulai bisa diterima tanpa membatasi ruang gerak. Meski sekali-kali harus mengambil jeda dan menepu karena tiba-tiba demam yang tinggi tanpa alasan, tiba-tiba pingsan dan sakit. Tapi semua itu tak lagi membuat saya menangis dan bertanya-tanya, "kenapa dan ada apa?"

Berat badan terus menurun, fungsi anggota badan sering kurang maksimal, rambut yang rontok, motorik yang tetiba mati rasa. Sering ngalanggeong jatuh saat berjalan, sering memecahkan barang karena tangan yang tetiba mati rasa, sering ini dan itu tak lagi membuat saya larut dalam duka 

Dikemudian hari setelah kembali melakukan pemeriksaan kembali semua misteri itu pun terpecahkan. Itu semua diakibatkan imun tubuh saya yang terlalu aktif ditambah penyakit bawaan, jantung yang sedang tidak baik-baik saja.

Tak elok kalau berbagi kisah duka tanpa solusi ya 😄 kesannya kayak curhat padahal aslinya bukan sedang curhat juga sudah tidak lagi menganggap ini sebagai kisah duka. But karena banyak yang sering bilang kalau kondisi seperti ini seolah kabar duka, ya udah saya ikuti anggapan itu meski buat saya pribadi hal seperti ini bukanlah duka melainkan rahmat. 

Rahmat? Iya, karena Allah menjanjikan banyak sekali kebaikan bagi si sakit bahkan jika sakit itu sakit karena tertusuk duri kecil sekalipun. Bukankah kebaikan yang dijanjikan Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya? So, saya akan berbahagia dengan janji Allah itu, apapun yang terjadi. 

Eh tapi janji itu mah diperuntukkan untuk orang-orang yang sabar, saya? Saya tidak lagi tertarik untuk berprasangka buruk pada diri saya sendiri dan memilih untuk optimis dan berprasangka baik bahwa saya sedang berusaha. Hidup adalah tentang berusaha, berusaha sabar, berusaha ikhlas. Dan  biarkan Allah yang menilai hasil dari usaha kita. 

Allah memberi kita sesuatu sesuai prasangka kita atas kita, berprasangka baik pada diri sendiri menjauhkan kita dari keburukan perkara disisi Allah insyaAllah.

Saya menerima ujian ini insyaAllah. Saya menerima keadaan saya dan berusaha untuk tidak menjadikan hal ini sebagai penghalang untuk menunaikan tugas sebagai hamba, untuk mengukir jejak penghantar langkah menuju hari yang kekal. 

Sebagai hamba Allah, sebagai manusia, sebagai seorang muslim, sebagai istri dan juga ibu, sebagai anak dan saudara, sebagai bagian dari makhluk sosial. Ini ujianNya yang harus saya selesaikan tanpa mengesampingkan tugas-tugas hidup lainnya. 

"Robbanaa, hamba Ridha dan hamba ikhlas. Bimbing hamba untuk tetap berjalan dalam titian jalan yang Engkau Ridhai, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat! "

Balananjeur, Jam 04.35
10 Agustus 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh