Tadinya ke RS cuma buat cek kesehatan saja; kabar saya dan janin. Usia kandungan baru 34 atau 35 mingguan. Setelah diperiksa, dokternya bilang gini, "teteh, jangan pulang dulu! Bayinya harus segera dilahirkan!"
Atuh saya teh langsung lemas, again? Ceritanya persis waktu mau lahir ufa? Tetiba merasa takut juga, ninggalin 3 anak kecil di rumah dengan pamit cuma buat cek up. Nggak bawa baju ganti atau apapun untuk persiapan melahirkan
"Bayinya sudah siap lahir?"
"Bukan, tapi kondisi ibu nya bisa membahayakan bayi ataupun ibu nya."
Keluar dari ruang pemeriksaan langsung nangis. Duduk di kursi di koridor yang mulai sepi, bingung harus bagaimana. Kalau lahir bagaimana nanti kondisi bayi yang belum siap lahir.. Seorang ibu tidak memikirkan dirinya sendiri, bukan? Saat itu saya semakin memahami bahkan sebelum anak terlahir, dia selalu menjadi prioritas utama ibunya.
Bukan tanya,"bagaimana nanti aku?" Tapi, "apa anakku akan baik-baik saja?"
Saya menangis. Seingat saya, itu satu-satunya hari di mana saya menangis sesenggukan seperti itu di area publik. Tangis salah satu cara melerai gundah, itu yang saya lakukan.
Lelaki itu memeluk erat, tak ada sepatah kata yang terucap. Dia diam dengan mata memerah resah..
"Robbana, Robbana, Robbana." Do'a terucap sebatas lisan namun hati meriuh dengan pinta.
"Robbi, Engkau Maha tahu. Sungguh Engkau Maha Baik dan Maha Melindungi. Apapun pilihanMu untuk hamba, langkahkan kaki ini kearahnya." Lisanpun mulai melafazkan do'a. Lelaki itu mulai menitikkan air mata, oh tidak, itu kali kedua saya melihatnya menangis. Masih dengan hening yang sama, bisu yang sama..
Dia menggenggam tangan ini erat.. Entah apa yang berkecamuk dihatinya.
Tangis pun reda, dan entah bagaimana hingga akhirnya saya sudah berada di ruang dengan jendela kamarnya yang besar dan tirai-tirai putih terpasang rapi.
Selang oksigen membuat bau alkohol tidak tercium. Detak jantung terasa tak menentu, "Robbana, ini kah hari itu? Ampuni hamba, suamo, orangtua, serta anak cucu hamba ya Rabb." Sungguh saya tidak memiliki tenaga.
Namun tiba-tiba kekuatan untuk mengatakan tidak kembali hadir saat dokter mengatakan, "teteh harus OC." Katanya, "tidak dokter. "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar