Rabu, 18 Agustus 2021

Sama-sama Pemalas

Kami berdua sama-sama pemalas. Kami juga sama-sama malas berangan. 

Saat Alloh menganugrahi kami anak pertama, kami tidak pernah berangan tentang kemungkinan hadirnya anak kedua,
ketiga, keempat, kelima dan seterusnya.

Saat anak pertama kami lahir berjenis kelamin laki-laki, kami tidak pernah membahas ataupun berandai akan
hadirnya anak perempuan.

Cukuplah bagi kami menikmati anugerah yang ada sebaik-baiknya dan melakukan apapun yang terbaik yang bisa kami lakukan. Itu salah satu ikhtiar kami untuk bahagia bersama.

Karenanya ketika beberapa orang bertanya, "kapan Olin punya adik?" saya bingung harus menjawab apa karena itu bukan ranah kami untuk menjawabnya.

Dan sekali lagi, kami sama-sama orang yang pemalas untuk berkhayal tentang esok yang tidak kami tahu akan seperti apa.
Cukuplah bagi kami melakukan yang terbaik yang bisa kami lakukan hari ini sebagai bentuk ikhtiar kami untuk
bahagia bersama hingga tiba hari dimana kami tak ada hari untuk beramal setelah hari itu. 

Karenanya saat beberapa orang mengira suamiku, kang Wawan Ridwan seorang suami yang terkena sindrom susis (suami sieun istri) hanya karena enggan membahas masalah poligami, baik itu harapan ataupun sekedar guyonan, kami tertawa bersama menanggapinya. Karena sekali lagi, kami sama-sama  pemalas yang tidak merasa perlu membahas sesuatu yang tidak bisa kami prediksi.

Menurut kakang, "saya hanya sedang berusaha sebaik-baiknya menjaga amanah sebagai suami dan ayah."
Ini pulalah salah satu dari sekian alasan kenapa saya agak malas membahas apapun diluar kapasitas saya sebagai seorang istri juga seorang hamba.

Kami memang memiliki banyak harapan untuk masa depan. Kami membingkai harapan itu dalam sebaik-baik do'a, sebaik-baik sikap antara kami dan putra
putri kami, dan insyaAllah sebaik-baik penerimaan yang masih memerlukan usaha yang lebih gigih lagi untuk membuatnya terasa lapang.

Semua itu memang sedang on proses, banyak cacat yang tidak bisa kami hitung. Kami pun tidak berani menganggap semua usaha telahlah sempurna, karena
kami masih sama-sama belajar dan berusaha. 

Allah Maha tahu seberapa jauh kemampuan kami dalam melangkah. Kami berharap untuk khusnudzon pada
ketentuanNya. Semoga semua ikhtiar yang kami lakukan sudah sesuai
dengan syari'at. 

Sungguh, manusia itu tidak pernah merasa puas. Atas suami, atas istri, atas anak dan atas semua yang diterima. Kami pun menyadari bahwa kami butuh usaha untuk
melalui ujian rasa tidak puas itu.

Pro dan kontra adalah hal biasa, namun ukhuwah tetaplah
yang utama dan menjaga lisan serta hati pastilah bukan perkara yang mudah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh