Jadi kami kan berangkat tanpa bawa bekal nasi timbel atau lepet dll, hanya bawa baju ganti dan cemilan ringan. Yang terpikir teh kalau lapar mah ada rumah makan, nggak mau ribet sama Kakang ngelarang masak karena khawatir saya kelelahan.
Berangkat dari rumah setelah Umar berangkat ke sekolah dan pekerjaan rumah beres dan tentu setelah yakin kalau keperluan Aa untuk sanlat sudah tunai alias semuanya sudah siap. Well setelah itu baru deh berangkat diantar mamah sampai pintu samping, bertiga by motor sampai ke depan gerbang sekolah. Eh sampai toko yang dekat gerbang sekolah.
Waiting mobil berdua bersama Olin disana.
Tadinya kami berencana berangkat by bus, tapi karena berbagai pertimbangan akhirnya kami naik mobil pak kepala. Beberapa guru yang membawa mobil mengajak kami untuk naik mobil mereka namun akhirnya kami memilih naik mobil pak kepala bersama Bu Ratih dan ketiga anak beliau yang masih kecil-kecil.
Di kursi depan ada putra pak kepala yang seusia Umar dan pak kepala sebagai sopir. Di kursi tengah diisi kami bertiga, Abang juga saya dan de Olin. Kursi belakang diisi Bu Ratih dan 3 anak beliau yang dua diantaranya masih balita, beliau sendiri sedang hamil besar berusia 8 bulan. MasyaAllah melihat beliau mengingatkan bagaimana saya di masa lalu saat membersamai para balita.
Dulu mah jarak ke Pangandaran teh terasa sangat jauh, tapi setelah episode mengantar dan menjenguk Aufa di Bogor mah perjalanan ke Pangandaran teh terasa dekat. MasyaAllah seperti itulah juga ujian, setelah melalui yang jauh lebih beratmah masalah teh akan terlihat kecil. Ini menjadi nasihat dan kabar bagi saya untuk tenang saat menghadapi ujian karena akan ada saatnya saya mulai mikir, "oh aku pernah segalau itu ya? Padahal itu hal biasa." Intinya akan ada saatnya kita menertawakan kebaperan kita dalam menghadapi ujian.
Bersambung
Balananjeur, Kamis, 11 November 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar