Rabu, 05 Januari 2022

Day 5

Drop again, MasyaAllah awal pagi ini mulai ada yang terasa tidak nyaman di tubuh jadi harus segera menepi agar gejalanya tidak menjadi semakin melebar. Melebar? Yaaa, maksudnya biar segera pulih lagi.

Sebenarnya gejalanya sudah terasa dari kemarin: letih yang sangat, pandangan kabur, nafas pendek, memar di beberapa bagian, dan beberapa bagian motorik yang terasa lain dari biasanya. Saya pikir karena baru sembuh dari sakit jadi tidak akan kambuh dalam waktu dekat namun Allah berkehendak tubuh untuk istirahat kembali. Saya akhirnya memilih untuk istirahat total di hari ini. Benar-benar istirahat total tanpa mengambil pekerjaan rumah apapun, eh kecuali masak nasi sih karena lauknya beli yang sudah matang.

Saya membiarkan lantai yang masih kotor, tumpukan cucian dan hal-hal lainnya yang biasa saya kerjakan di pagi hari. Saya benar-benar tidak memiliki tenaga untuk mengerjakan itu semua, bisa sih dipaksakan seperti saat anak-anak masih kecil tapi dampaknya akan tidak baik.

And well, here i am mau berbagi kisah tentang "Ibu yang Harus Memaksakan diri dalam kondisi apapun."

"Ibu itu tidak boleh sakit. Kalaupun sakit, harus menguatkan diri." 
"Yaah, masih sakit sih, tapi mau gimana lagi. Kalau diikuti mah kasihan anak-anak."

Salah dua dari sekian banyak komentar dari Ibu saat di uji sakit, seolah ia tak boleh sakit dan kalaupun sakit harus tetap memaksakan diri mengerjakan segala tugasnya di rumah.

Ibu Tidak Boleh Sakit

Benarkah ibu tidak boleh sakit?
Untuk menjawab pertanyaan ini rasanya pengen deh searching via google nyari apa kata orang tentang hal ini, bagaimana opini orang. Tapi karena saya. Ingin menyampaikan apa yang otak saya pikirkan selain itu khawatir bukan opini saya lagi karena terpengaruh dengan pemikiran orang lain jadi saya putuskan untuk tidak mencari tahu lagi selain yang selama ini saya rasakan, lihat dan dengar.

See, masih egois kan? It's ok, saya hanya ingin menyampaikan pendapat saya 😁

Naah, mulai gagal fokus kaan? Sudah atuh mulai fokus lagi!
Jadi gimana, benarkah ibu tidak boleh sakit? Tepatnya sakitpun tidak boleh dirasakan. Kalimat ini sesuai dengan kenyataan.

Pernah nggak lihat Ibu yang sedang sakit tapi tetap nyuci, masak, ngpel, ganti popok, gendong anak? Pasti sering lihat kan. Kalau nggak pernah lihat artinya nggak pernah mau tahu alias tidak punya rasa peduli pada Ibu, ibu kita sendiri.

Ya, ibu kita yang sedang sakit namun tetap merelakan waktu istirahatnya untuk menyiapkan kebutuhan kita. Bayangkan saat kita masih bayi, bayi yang harus ia gendong kemanapun ia pergi. Saat sakitnya, ia tetap harus menggendong kita, menggantikan popok kita, memandikan kita, mengajak kita bermain bahkan sampai harus begadang karena kita yang sedang rewel.

Ibu kita yang saat itu sedang sakit tidak boleh merasakan sakitnya apalagi diam sejenak memulihkan kondisinya.

Ibu tidak boleh sakit.

Saat ibu terpaksa merasakan sakitnya dan istirahat sejenak, cucianpun menumpuk, anak-anak tak terurus, rumah tak terawat, bahkan ia tak tahu harus makan apa untuk dirinya sendiri.

Ibu tidak boleh sakit.

Kan ada ayah? Inilah salah satu yang membedakan kehadiran ibu dan ayah. Ibu itu layaknya ruh dalam rumah, saat ia senyap maka sunyilah rumah, seolah tak ada detak kehidupan disana.

Ibu Harus Selalu Siaga

Ada kalanya ibu butuh waktu menyendiri, menikmati waktu luangnya sendiri, benar-benar sendiri. Namun ibu tidak bisa melakukannya karena setiap kali ibu duduk akan ada yang mencarinya dan membutuhkan kehadirannya.
Membutuhkan uluran tangannya, bantuannya. Ya, akhirnya ibu tidak bisa duduk cantik dengan nyaman namun harus tetap siaga kalau-kalau anak-anak membutuhkannya.

Saat ibu keluar rumah dan jauh dari anak-anak, pikiran dan hatinya tetap tertinggal di rumahnya, khawatir anak-anak membutuhkannya. Setiap waktu ngcek ponsel melihat jangan-jangan anaknya menghubungi atau memantau keadaan anak-anaknya. Mengingat cuciannya, jemurannya, kain pel nya, anak-anak sudah makan atau belum, anak-anak sedang apa, pikiran dan hatinya berkutat seputar suami, anak-anak dan rumahnya. 
Akhirnya sejauh apapun kaki ibu melangkah, ibu harus selalu siaga jika tiba-tiba anak-anak membutuhkannya.

Terkadang ibu butuh waktu untuk tidur siang, waktu tidurnya memang tidaklah lama. Tubuhnya letih tapi dia tidak bisa memperturutkan keinginannya untuk rebahan.
Teriakan anak-anak memanggil, khawatir jemuran baju kehujanan, belum menyiapkan makanan buat anak-anak. 
Akhirnya, yang dibutuhkan ibu bukan tidur siang tapi siap siaga dan ikhlas menjalani peran siaga itu.

Menjadi ibu bukan tentang bermain teori ataupun konsep ideal, menjadi ibu adalah terjun di medan panjang dimana hanya hatinya yang faham setiap rasa yang ada. Gemuruhnya adalah tahmid, tangisnya menjadi dzikir, lelahnya insyaAllah lillah. Setiap denyut nadi dalam khidmatnya adalah ibadahnya yang melangitkan do'a.

Ibu, harus memaksakan diri dalam keadaan apapun. Bukan memaksa untuk terpaksa, tapi memaksa untuk ikhlas menjalani peran yang tak jarang membuatnya kesulitan bernafas karena beratnya amanah yang diemban.

Balananjeur, Rabu, 5 Januari 2022


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh