"Hujai ayeuna langsung ka Wawa nya!"
"Enya Zalfa, Wang belajar di Wawa!"
Oooh jadi itu yang membuat mereka sesenang itu; belajar bersama Wawa. Ah padahal Wawa nya juga belum juga mandi. Tadi malam saya memang mengirim pesan pada dua ponakan kecil yang bersiap masuk MI ini untuk belajar di rumah, tapi saya lupa memastikan waktunya. And see, mereka ingin langsung belajar sepulang belajar di RA.
Sejak anak-anak beranjak besar, saya berazzam untuk mengajari anak-anak kecil terutama keponakan-keponakan saya untuk bisa membaca, inginnya sih bukan hanya bisa tapi cinta aktivitas membaca, i mean cinta ilmu. Eh urutannya keliru, harusnya cinta dulu karena kalau sudah cinta mah nanti juga bisa karena jadi punya motivasi untuk bisa.
Orang kalau udah cinta itu pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa bersama yang dicinta, cinta baca pasti akan berusaha buat bisa baca, cinta ilmu pasti akan senantiasa bersemangat mencintai ilmu.
Dan selalu seperti ini ingatan ibu, melihat dan mengingat apapun ujung-ujungnya pasti terhubung pada kenangan akan anak-anaknya sendiri. Seperti juga saya hari ini, so saya kembali menuliskan kisah yang tlah berlalu tentang anak-anak and here it is, "Bersama Mereka."
Bersama mereka itu bukan sekedar episode menyiapkan makanan atau menyiapkan pakaian bersih tetapi juga merawat banyak hal yang tumbuh dalam diri mereka; harapan, kebiasaan, kecenderungan dan fitrah aqidah mereka.
Saya pernah mengatakan pada salah satu kawan saya bahwa mengurus anak itu bukan perkara mudah dan kini saya katakan lagi bahwa jauh lebih tidak mudah mengurus anak di usia remaja. Why? Saya berikan contoh yang paling mudah, anak-anak kecil itu cenderung membenarkan apapun yang orang tuanya katakan, meyakini dan mengamininya. Jadi mengajak mereka pada kebenaran jauh lebih mudah dibanding di usia remaja karena di usia remaja anak mulai memiliki referensi sendiri tentang konsep kebenaran yang sebelumnya bertumpu pada ibu atau ayah.
Oh hey jangan dulu katakan itu berlebihan karena kenyataannya anak kecil itu selalu percaya apapun yang dikatakan ortu nya dan saat remaja mereka mulai memiliki pemahaman dan pengetahuan yang lebih luas lagi.
Trus sulitnya dimana? Tentu saja tantangan nya akan berbeda dan jauh lebih berat antara mengajari anak yang meyakini ortunya tahu segalanya dengan anak remaja yang mulai mengerti bahwa ilmu itu tak terbatas pada pengetahuan orang tuanya.
Kalau mau mengukir anak mau seperti apa teh yaa di usia kecil, setelah besar barulah waktunya melihat hasil. Mengukir anak yang cinta ilmu, didik selagi kecil untuk cinta ilmu, beri tauladan bahwa ayah dan ibu mencintai ilmu begitupun untuk pembiasaan yang lain.
Bersama mereka itu bukan perkara menerima mereka namun juga menerima yang sedikit dari mereka. Artinya? Kalau mau fokus pada kekurangan anak maka otak kita akan cukup gesit mencari celah kekurangan anak, yang terlihat hanya kekurangan mereka seolah tentang mereka adalah semua hal yang kurang dan kurang , nggak pernah ada baiknya.
Anak selalu bikin ibu kesal karena berisik, suka numpahin air, ngotori lantai, jajan terus, nggak mau diajari ngaji... Bikin ibu pusing tujuh keliling sampai-sampai ibu bingung saat ditanya, "apa kelebihan anak ibu?"
Hayooo ibu mau jawab apa kalau yang ada di benak ibu justru semua yang berkaitan dengan kekesalan ibu pada mereka?
Ingatkah ibu bagaimana senangnya saat mengetahui ada yang bergerak di rahim ibu? Ingatkah ibu saat pertama kali mendengar tangis pertamanya? Lalu ibu dapati ia tumbuh sehat dan berkembang sebagai mana mestinya.. tak cukupkah ingatan itu membuat ibu merasa senang karena anak ibu ada bersama ibu hari ini?
Ingatkah ibu saat dia tersenyum senang mendapati ibu berada disisinya? Anakmu, Bu, mencintaimu dan senang bersamamu sampai-sampai ia menangis saat jauh darimu.
Tak cukupkah engkau dicintai sedemikian besar oleh seseorang dan orang itu bernama anak yang lahir dari rahimku?
Ingatkah ibu saat dia memelukmu yang menangis saat semua orang kau rasa meninggalkanmu? Tak cukupkah pelukan itu membuatmu berterimakasih atas kehadirannya untukmu?
Ingatkah engkau saat dia menangis meminta maaf karena menumpahkan air dan membuatmu bekerja saat sakitnya? Tak ada orang yang mau minta maaf padamu saat ia berbuat salah sedangkan engkau tak merasa bersyukur atas hari anakmu yang tulus meminta maaf untuk hal yang sepele? Apa yang kau keluhkan lagi?
Bersama mereka adalah belajar melihat sesuatu dari sudut pandang yang boleh jadi enggak kita banget. Kita senang kebersihan dan kerapian, kita senang suasana tentram tanpa teriakan, kita senang jadwal yang teratur dan tidur yang nyaman sedangkan bersama mereka adalah menemukan kondisi yang sebaliknya lalu kita belajar untuk menyenangi kondisi itu. Belajar beradaptasi dan bersyukur seberantakan apapun dan serius apapun rumah kita. Karena bersama mereka adalah episode paling diimpikan saat mereka belum terlahir di dunia jadi harusnya lebih membahagiakan lagi saat mereka sudah ada di depan mata kita.
Bersama mereka adalah fase yang setiap detik jejaknya menjadi saat dimana kita semakin tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih ikhlas serta sabar dan tentu saja bersyukur.
Ah, tiba-tiba saya merindukan masa-masa membersamai mereka..
Balananjeur, Sabtu, 8 Januari 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar