Ku peluk gadis kecil kami ini erat, ah dia sudah tidak suka saat kami menyebutnya gadis kecil, "Aku sudah besar, Mi. Jangan panggil aku anak kecil lagi, sekarang aku sudah besar, sebentar lagi aku 11 tahun. Sebentar lagi aku kelas 6."
MasyaAllah benar juga, dia sudah besar rupanya.
Rupanya? See, sungguh setiap kali menyadari ada perubahan selalu saja ada kata, "kok tiba-tiba saja." Dan, "asa baru kemaren."
Ya, "Asa Baru Kemaren."
Asa baru kemaren mendampingi gadis kecil ini berkeliling di toko buku sambil berlarian dan menggodaku dengan membawa buku yang banyak, "Aku mau buku ini, ini, ini, semuanya." Namun akhirnya tetap saja hanya satu atau dua buku yang dibawa ke kasir. Buku komik favoritnya.
Asa baru kemaren mendapatinya leyeh-leyeh di pelataran Asia Plaza karena lelah, hari ini justru seperti tak tahu bahwa kalau lelah itu harus istirahat bukannya keliling nyari buku ðŸ¤.
Asa baru kemaren membacakannya buku, menjelaskan padanya bahwa ummi kesulitan kalau harus membacakan buku di perjalanan karena kita menggunakan motor. Sekarang dia bisa membaca sendiri bahkan di perjalanan pun tak ada halangan untuk tetap membaca, meski angin bertiup membuat lembar buku tak bisa diam di tempat.
Asa baru kemaren, yaa.. semua tentang membersamai anak adalah sesi dimana saat ada waktu yang berlalu maka refleks terucap kata, "asa baru kemaren." Padahal hari-hari yang pernah dilalui itu tak cuma satu atau dua hari, ada sekian tahun lalu belasan dan mungkin puluhan tahun terlewati bersama anak-anak namun tetap saja rasanya seolah baru kemaren.
Asa baru kemaren..
Kalimat itu berpotensi menghadirkan sesal. Jadi, saat kita masih bisa memilih agar hari esok tak terlalu banyak sesal maka pilihlah untuk hanya mengukir kenangan baik bersama anak-anak agar sesal yang ada tak bertumpu sekitar sesuatu yang cenderung menyalahkan diri.
Mari bergegas mendampingi anak dengan lebih baik agar kalimat asa baru kemaren tak berakhir dengan sesak di dada.
Balananjeur, Ahad,9 Januari 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar