"Perjuangan Ummi buat melahirkan de Olin itu dengan nyawa lho De, jadi Ade harus baik sama Ummi! Ummi sampai pingsan berkali-kali saat mau melahirkan Ade!" Abi mengusili anak bungsunya dengan kalimat yang membuat si bungsu terdiam beberapa saat lalu berontak karena merasa Abi nya sedang menghakiminya. Aha, pemandangan biasa di pagi hari. Riuh dengan mereka yang masih saling mengusili.
"Hari ini 11 tahun yang lalu, Ummi ke bidan untuk periksa rutin, ummi dan Abi ke bidan Ai pagi-pagi sekali biar dapat jadwal cepat. Sampai disana Alhamdulillah belum ada pasien jadi ummi dapat jadwal pertama. Bidan Ai bilang kalau Ummi harus segera dibawa ke RS. Ah akhirnya tetap ke rumah sakit.
Kata teh Ai teh, 'hanya untuk pemeriksaan saja!' tapi feeling ummi kok gimanaa gitu, ummi nanya apa ada masalah dengan kondisi ummi, bidan bilang untuk jangan khawatir dan tunggu release dari rumah sakit baiknya bagaimana.
Ummi dan Abi kembali ke rumah, pulang dengan perasaan tak menentu. Awalnya ummi berencana lahiran di Bandung atau di Sumedang tapi karena kondisi kesehatan ummi terus menurun sedangkan ummi juga mengurus 3 anak yang masih kecil-kecil jadi Abi khawatir kalau ummi harus melahirkan jauh dari keluarga besar. Hmm bagaimanapun ummi butuh bantuan mereka minimal untuk menjaga tiga anak ummi saat ummi melahirkan nanti. Akhirnya kami memutuskan untuk melahirkan di kampung kelahiran, Abi meminta bantuan mamah untuk menjaga ummi selagi Abi dan Aa Quthb di Bandung.
Oh ya, kembali ke cerita pulang dari Bidan. Ummi bingung harus bagaimana, ummi berharap kelahiran kali ini bisa di klinik saja dan tidak perlu ke RS. Yaah meski ummi bisa merasakan ada yang semakin sakit di tubuh ummi tapi ummi merasa yakin bisa melaluinya, biidznillah, buktinya 8 bulan itu ummi baik-baik saja. Hmm sakit sih tapi masih tetap bertahan Alhamdulillah.
Abi jauh lebih khawatir, Abi mengkhawatirkan ummi dan meminta Ummi untuk mengikuti rekomendasi dari Bidan untuk berangkat ke RS. Padahal setiap bulan check up ke RS tapi kali itu seolah berada di antara hidup dan mati. Perjalanan yang terasa berat di hari itu.
Ummi luluh dengan kekhawatiran Abi, takut menggelayut mesra namun Ummi harus menenangkan Abi. Sebenarnya baik ummi maupun Abi jadi saling menguatkan.
Ummi dan Abi berangkat dengan menggunakan motor Mio warna biru nya wa De, selama perjalanan sakit di dada dan bahkan seluruh tubuh ummi terasa semakin mendera namun ummi tidak mengatakannya pada Abi karena tidak mau Abi semakin khawatir. Abi tidak tahu kalau diam-diam ummi menangis di balik helm, lisan saling bercanda dan berbincang tentang segala hal yang kami lihat diperjalanan namun hati kami bergolak dengan kekhawatiran kami masing-masing. Ummi tidak mau di Cesar sedangkan dokter sudah mengatakan bahwa kondisi kesehatan/fisik ummi sudah tidak memungkinkan untuk lahiran secara normal.
Sesampainya di RS, Abi langsung memarkirkan motor. Ummi duduk menenangkan diri, melihat wajah Abi yang kentara dengan gelisah, seolah akan mengantarkan dirinya sendiri dalam duka yang panjang. Ah, ummi mengingat wajah Abi dengan sangat jelas bahkan sampai hari ini.
Abi menggenggam tangan ummi dan mengatakan kalau ummi akan baik-baik saja, lalu kami berjalan di lorong rumah sakit berdua. Diantara riuh, hati kami tetap bergemuruh dalam heningnya masing-masing.
(Cerita ini saya tuliskan disini https://melukisaksara84.blogspot.com/2021/08/di-lorong-ini.html?m=1)
Sesuai hasil pemeriksaan, dokter merekomendasikan untuk melahirkan segera. "Teteh langsung ditindak ya, jadi tidak perlu pulang!" Padahal belum ada pembukaan satu pun. Ini terpaksa dilakukan untuk keselamatan bayi dan saya sendiri.
Oh please jangan katakan mendahului takdir atau tidak percaya takdir, ini bagian dari ikhtiar kami karena taqdir itu bukan ditunggu dengan berdiam diri namun harus diusahakan, semoga Allah Ridha dengan usaha kami.
Kami masuk ruang perawatan tanpa berbekal perlengkapan bayi, hanya tubuh dan pakaian serta sedikit uang cash. Uang persiapan biaya melahirkan disimpan di ATM dan ATM nya selalu ummi bawa karena khawatir jika tiba-tiba dibutuhkan.
Duduk sebentar di ruang perawatan dan Abi ke ruang administrasi untuk mengurus kebutuhan administrasi. Abi kembali dengan membawa dua bungkus nasi Padang lalu kami makan berdua di bawah tiang listrik di taman yang terletak di dekat ruang perawatan.
MasyaAllah hari itu ummi menikmati nasi Padang sampai habis padahal biasanya porsi segitu tidak muat di perut ummi, terlalu banyak. Namun hari itu berbeda, mungkin energi ummi dan Abi terkuras dengan kekhawatiran sebelumnya, jadinya lapar Weh ðŸ¤
Setelah makan, Ummi kembali ke ruangan dan Abi kembali mengurus beberapa hal yang diminta RS. Mengurus keperluan cek lab, ini itu pokoknya sangat sibuk sampai ummi minta agar setelah itu Abi cukup istirahat saja dan membiarkan ummi mengurus diri ummi sendiri di dalam.
Ummi pun di induksi karena menolak melakukan Cesar, gelombang cinta mulai menyapa. Mulai dari pinggang hingga tangan ummi tikekereket setiap kali gelombang itu datang. Dada ummi sesak tapi ummi berjanji untuk kuat dan menahan diri.
Wa U dan wa Erin menengok,bersama mereka ada kang Aam yang nantinya mau ngambil motor. Wa U dan wa Erin sendiri akan pulang dengan mobil yang ditumpangi saat berangkat.. mengantar beberapa keperluan ummi dan memberi ummi uang dengan jumlah yang menurut ummi cukup besar, Rp 250.000,- hari itu sangatlah besar. Ummi akan senantiasa mengingatnya sebagai jejak kebaikan orang-orang baik di sekitar ummi.
Wa U mengirim perlengkapan bayi, termos air panas dan juga makanan serta buah-buahan. Ah ummi teringat tiga anak ummi di mah Dede, 'sedang apa mereka? Apa mereka baik-baik saja? Bagaimana Aufa yang baru berusia 4 tahun dan sebentar lagi akan menjadi teteh? Ah ummi rindu mereka..'
Setelah wa U pulang, Abi menemani Ummi sambil memijit punggung ummi pelan. Membaca surat An Mulk,surat favorit Abi. Sorot matanya sendu dan sayu, "do you know, my dear? I am very fine. I am happy and Will be ok. Don't worry, i am promise, ummi akan pulang bersama Abi dan bayi kita dalam kondisi sehat."
Abi terisak, isakan yang membuat ummi sangat patah hati. Ah, patah hati ummi ada dalam tangisan orang-orang yang ummi sayangi.
"Ummi mau jalan-jalan biar nggak terlalu mules. Abi di luar dan istirahat ya! Nanti ummi kabari kalau ummi butuh sesuatu!" Abi tidak mau beranjak sampai ummi memaksanya untuk keluar dan menyodorkan bantal yang tadi dibawakan wa U. Matanya merah dan terlihat lelah, ummi tidak mau Abi sakit jadi Ummi minta Abi tidur.
Kalaulah Abi diperbolehkan tidur di ranjang ruang tempat ummi di rawat, ummi tetap tidak akan mengizinkan Abi untuk tidur di dekat ummi karena jika ummi izinkan maka Abi tidak akan bisa istirahat. Ummi ingin Abi istirahat.
Akhirnya Abi bersedia istirahat di ruang tunggu, sekitar 12 meter dari ruangan ummi. Ummi berjalan berkeliling koridor ruangan untuk mempercepat proses kelahiran, kata orang sih begitu dan ummi mempraktekkannya saat hendak melahirkan 2 anak sebelumnya. Itu sangat membantu mengurangi sakit dan mempermudah proses melahirkan.
Saat pembukaan semakin maju, ummi sudah tidak kuat untuk berjalan-jalan. Perawat juga meminta ummi untuk segera naik ke ranjang.. Gelombang cinta datang semakin kencang. Seorang ibu (Mak paraji) yang mengantar pasien disebelah mendatangi ummi sambil memijit belakang pinggang ummi dia berkata, "neng, kalau mulas mah ngeden aja, biar cepat lahir bayinya!"
Pengalaman mengajarkan kalau saran dari Ibu itu tidak boleh saya lakukan tapi entah kenapa tetap saya lakukan. Ah, saya pikir apa salahnya mencoba, toh ibu ini sudah sangat berpengalaman.
Dua orang perawat datang menghampiri ummi dan langsung menegur saat melihat ummi 'ngeden' .. and see, ibu yang memberi ummi saran 'ngeden' itu langsung angkat tangan dan bilang, "Neng, saur ibu ge teu kenging ngeden. Bu bidan, ku Abi ge di wartosan teu kenging ngeden." Dan ummi pun langsung 'olohok' mendengar penuturan Ibu itu.
Tapi, ummi tidak suka dengan orang yang memutar balikkan fakta. Faktanya beliau menyuruh ummi dan kesalahan ummi adalah mau saja nurut padahal ummi sudah tahu tidak boleh.
"Ibu (panggil ummi pada perawat), ibu ini (sambil menunjuk ibu yang memberi saran ngeden) menyuruh saya untuk ngeden, tapi sekarang beliau mengatakan sebaliknya. Ibu (panggil saya pada ibu yang nyuruh ngeden), hapunten, saya meminta ibu untuk tidak berada di dekat saya." Kasar? Ah ummi tidak berpikir begitu, ummi sedang menjadi ibu yang sedang berjuang melahirkan dan tidak mau terganggu dengan sesuatu yang membuat kepala puyeng.
Itu hak ummi, menurut ummi.
Bidan dan perawat sepertinya tahu keadaan sebenarnya. Namun ummi sudah terlanjur tidak nyaman dan emosional.. tiba-tiba dada ummi terasa sesak, sakit seperti di tusuk-tusuk hingga akhirnya lamat terdengar suara orang-orang bergegas memeriksa dan mencari Abi. Ummi masih ingat saat beberapa alat di tempelkan di tubuh ummi, entah alat apa itu ummi tidak tahu. Saat mereka saling bertanya keberadaan Abi pun masih bisa terdengar sampai akhirnya entah apa yang terjadi setelah itu, Ummi tidak ingat.
Sangat baik jika lisan dijaga saat menghadapi ibu yang akan melahirkan apalagi kondisi fisiknya tidak sekuat itu untuk menerima kalimat yang terkesan enggak banget buat dia.
Tidak semua orang memilih melahirkan di RS karena keinginannya, ada yang harus memilih melahirkan disana karena kondisi fisiknya mengharuskan untuk itu... Dan alangkah baik jika lisan berhati-hati berucap.
Entah berapa lama ummi pingsan, ummi hanya ingat bahwa ummi terbangun dengan suara yang hadir seolah dalam mimpi; tiga anak ummi yang menangis memanggil ummi. MasyaAllah qodarullah 'alaa kulli haal, Alhamdulillah Allah beri ummi waktu untuk sadar kembali.
Ini catatan ummi waktu de Olin berusia e tahun. Ummi simpan disini untuk meneruskan kisah di atas.
Balananjeur, Senin, 28 Februari 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar