Apakah saya tidak mau merawat ibunda dari suami saya yang saya anggap ibu saya sendiri?
Sering saya minta Emak untuk tinggal bersama kami disini, namun jawaban Emak selalu sama, "ke bisi Nyai Atawa Jajang harayang ka Emak, ke kamana lamun Emak di Imah Nyai mah!" Maksud beliau kurang lebih karena beliau faham bagaimana romantika dan drama rumah tangga, ada saat kami ingin menepi dari rumah dan Emak khawatir kami tidak memiliki tempat untuk menepikan langkah. "Emak Aya didieu. Lamun euweuh Emak mah Nyai Jeung Jajang ek kamana." Duhai kekhawatiran Ibu sampai rela menunggu disana kalau-kalau kami butuh ruang untuk menepi.
Awal Minggu ini kembali saya mengajak Emak untuk tinggal bersama kami, jawaban Emak tetap sama.
"Emak na keur flu." Tambahnya.
"Karena itu ngkin ku Abi dirawat di bumi." Emak hanya tersenyum dan berterima kasih..
Emak tidak bisa meninggalkan rumahnya, "bisi Nyai Jeung Jajang harayang balik, Aya emak didieu!" Ucapnya suatu saat. Dan saya menangis atas bahasa cintanya meski hati masih berharap Emak mau tinggal bersama kami disini.
MasyaAllah hadza min Fadhli Rabbi, meski Emak memilih untuk tetap tinggal di rumah bersama kakak kami disana namun senyum beliau saat menyambut kami menjadi syukur yang tiada terhingga bagi kami. Kadang kami khawatir emak pun berpikir sama seperti yang pernah saya dengar dari orang lain, namun seperti kata Emak, Emak ada disana kalau-kalau kami ingin kesana. Emak ingin kami memiliki tempat untuk menepi.
MasyaAllah untuk cinta Emak, semoga Allah memberkahi beliau..
Balananjeur, Sabtu, 19 Februari 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar