Oh ya, semua tentang hari itu saya menganggap ya sebagai tarbiyah hidup yang MasyaAllah membuat saya tak henti melafaz syukur. MasyaAllah Alhamdulillah untuk semua hari itu.
Letih yang pernah saya tuliskan adalah rasa yang ada di hari itu. Namun sungguh tak menutup pintu syukur baik saat letih menerpa maupun hari ini.
Saya agak sungkan menceritakan hal ini, namun semoga Allah karuniakan kebaikan setelahnya.
Emak dan Bapak adalah mertua yang sangat baik sejak kali pertama saya berjumpa hingga hari ini. Namun, pernahkah anda mendengar kalimat, "datang pada saat yang kurang tepat?" Seperti itulah saya di hari itu..
Ada kakak yang dilangkahi, ya kakak laki-laki dari suami saya dilangkahi. Saat kami menikah, beliau belum menikah dan tentu saja akhirnya itu menjadi ujian tersendiri yang seolah kami ciptakan sendiri.
Wait, ciptakan sendiri? Tentu saja tidak ada ujian yang datang kecuali atas izin-Nya, begitupun dengan ujian kami hari itu. Namun harusnya kami sudah menyadari bahwa dalam lingkungan hidup itu ada etika yang harus kami jaga dan etika itulah yang kami abaikan.
Saya pikir menikah itu cukup antara saya dan dia namun ternyata setelah menikah mah tidak seperti itu. Ada keluarga besar yang kami ikut sertakan di dalamnya, meski tak ada yang mengintervensi dari keluarga saya ataupun keluarga nya namun tetap saja pada akhirnya kami menyadari ada banyak hati yang harus kami jaga.
Lagi-lagi dengan melupakan fakta bahwa ada hati kami sendiri yang membutuhkannya.
Kalimat yang tadinya terdengar biasa mulai terasa tak nyaman di dengar, kalimat yang tak berpotensi menjadi konflik pun tiba-tiba mulai terasa tidak enak di hati. Saya mulai baperan.
Ah, itu ada awal pernikahan. Hari-hari dimana kami harusnya belajar saling mengenal namun malah fokus menjaga banyak hati dan itulah yang akhirnya menjadi masalah pertama kami dalam rumah tangga.
Hidup itu sepaket dengan ujian-Nya, begitupun dengan hidup berumah tangga, kami menyadari akan hadirnya masalah namun saat itu kami belum dalam kondisi siap kalau ternyata masalah itu seolah kami hadirkan sendiri.
Saya mulai merasa tidak nyaman berada dalam lingkungan yang membuat saya harus terus menjaga image. Ah, bisa saja saya kembali menjadi diri sendiri tapi karena sudah bertekad untuk belajar Maka saya tidak bisa berhenti.
Akan ada waktu saya memetik hikmah baik dari pembelajaran di hari itu, itu yang ada dalam pikiran saya hari itu. Karena itu saya katakan pada kakang bahwa jika ternyata saya sudah tidak sanggup maka izinkan saya untuk kembali pulang ke rumah mamah.
Kebaperan saya semakin menjadi. Kalimat demi kalimat mulai terasa menusuk ulu hati, mulai tidak terbuka pada suami, hilang kepercayaan diri, mulai menjadi pribadi yang semakin jauh dari diri saya sendiri. Oh ok, itu karena saya terlalu over thinking sendirian padahal boleh jadi orang-orang sekitar tidak menghendakinya.
Saya mulai tidak bisa mengendalikan laju pikiran saya sendiri apalagi saat mendapat kalimat yang menurut saya lumayan kasar. Saya menangis karena selama ini tidak pernah diperlakukan kasar oleh mamah ataupun apa.. padahal hanya satu kalimat sindiran namun itu cukup memporak porandakan seluruh hati hingga saya memilih pulang.
Ada air mata menggenang di pelupuk matanya, ah saya tahu dia sama terlukanya namun dia harus belajar bahwa mencintai saya artinya dia harus melindungi saya dari lisan orang-orang yang berada disekitarnya.
See, saya si egois yang gigih. Memilih pulang ke rumah mamah dan tak sedikitpun mengucap kata pada mamah. Hanya sebuah kalimat pada kakang, "orang tua ku tak pernah mengucapkan kata kasar untukku, kalau Kakang benar mencintaiku izinkan aku kembali tinggal bersama orang tuaku atau mari kita ngontrak saja!"
Balananjeur, Ahad, 27 Maret 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar