Jumat, 04 Maret 2022

H-96

Aku ingat sekali, saat itu aku berbincang dengannya di senja yang damai hari itu. Kukatakan padanya bahwa aku kesulitan mencerna kalimat yang kudengar beberapa hari yang lalu, ah aku tak tahu haruskah kalimat itu ku cerna? Aku merasa harus mencernanya, mengolahnya dan membalikkan makna nya menjadi positif.

Menjadi positif? Iya, katanya itu kalimat negatif, persis seperti yang dikatakan seseorang padaku, namun awalnya kupikir itu kalimat biasa saja. Ah, kupikir semua yang ditanam akan berbuah hal yang sama namun nyatanya akan banyak gulma yang tumbuh di sekeliling lalu aku akan punya pilihan; menjadikan gulma itu bernilai atau membuatnya menjadi asbab gusarnya hati.

Seperti itu juga dalam berumah tangga, tidak semua akan sesuai harapan. Tidak setiap senyuman dan kalimat manis dari lisan kita berbalas hal yang sama, ada kala berjumpa raut masam ataupun kalimat yang terasa tak menyenangkan dalam pendengaran kita, lalu apa yang akan kita lakukan dalam menerimanya? Akankah kita menjadikan itu sebagai masalah besar ataukah menjadikannya sebagai ladang amal? 

Aku percaya hidup berumah tangga itu keduanya harus bahagia, tapi kalau setiap yang terlihat dan tidak mengenakkan hati dianggap suatu beban dan masalah besar, bagaimana caranya meraih bahagia?

Ini juga bahasan kita di senja yang hening itu, bersama secangkir teh, secangkir kopi dan pisang goreng yang masih panas. Aku dan kamu duduk merenungi langkah kita ke depan, saling mengenal dan menyamakan visi. Kita sama-sama tahu, misi kita akan banyak berbeda, namun kita akan selalu sama-sama berusaha tetap pada visi yang tlah kita tekadkan, termasuk dalam menjalani bahtera dimana kita akan sama-sama menemukan lebih banyak hal yang membuat nafas lebih panjang karena mengais kesabaran, katamu, senja itu kala sunyi mulai mengelilingi.

Balananjeur, Sabtu, 5 Maret 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku dan Buku