@defashidayat
"Tumben ummi tidur di kamar Ufa."
Ya, tumben..
Sudah sejak Aufa berangkat ke Bogor 6 Maret tahun kemaren saya tak pernah lagi tidur di kamar Aufa, ke kamar pun hanya sekedar membereskan kamarnya sebentar, atau sesekali shalat dan tilawah disana. Selebihnya? Saya si mudah menangisi kenangan, banyak slide tercipta setiap kali saya dikamarnya. Membuncahkan kerinduan.
"Jangan ditangisi, ikhlaskan saja!" Suatu hari sebuah komentar menghampiri.
Apakah menangisi artinya tidak mengikhlaskan? Akan ada saat perpisahan seperti ini pasti terjadi, namun menangis bukanlah karena ketidakikhlasan, ini hanya hati ibu yang merindu dan kehilangan..
Tumben,
Iya memang tumben.
Setelah setahun lebih baru kali ini kembali bersedia berdamai dengan rindu, hanya karena yang senantiasa kami sertakan dalam obrolan kerinduan kami dalam hitungan hari segera bersua, segera mengisi kekosongan kamarnya dengan larik jejaknya kembali. Akan ada tawa pun air mata serta cerita bergema lagi, di kamarnya. lalu akan ada ayah yang setiap waktunya melihat dari balik pintu, meyakinkan bahwa anak gadisnya benar-benar ada di kamarnya. Ah, lagi-lagi saya menangis mengingat ayah yang tetiba bersikap layaknya anak yang takut kehilangan ibunya. Sangat lucu namun mengharukan.
Tumben,
Ya, tak lagi berdebat dengan kenangan membuat segalanya lebih mudah. Namun saya faham artinya kehilangan.. sungguh dalam kondisi apapun, kehilangan adalah episode terberat yang harus direngkuh ibu.
Kini, tumben hanya akan sekali
Karen Rabu besok akan ada pemilik senyum teduh yang tak akan pernah tahu bahwa bundanya pernah berjumpa kata 'tumben'.
Balananjeur, 10 April 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar