Jumat, 29 Juli 2022

15 Tahun Lalu (bagian 1)

Hari ini 15 tahun yang lalu ummi dan Abi sedang berada di rumah sakit menanti kehadiranmu, Shalihah. Kondisi kesehatan ummi semakin menurun, jam setengah 2 siang nanti jadwal pemeriksaan dokter spesialis jantung lanjut cek USG ke spesialis kandungan, begitu kata perawat yang memeriksa ummi tepat saat adzan shubuh berkumandang.

Ummi mulai lelah, 10 hari berbaring di ranjang rumah sakit dengan jarum infus di tangan serta selang oksigen yang sewaktu-waktu kembali terpasang membuat ummi mulai merasa lelah. Aa Quthb dan Aa Umar menunggu ummi di rumah mamah, mereka pun pasti menunggu ummi dengan rindu.. dan mamah, menanti kepulangan dan kabar anaknya ini dengan khawatir. 

Abi menguatkan dan mendampingi ummi, "kita akan melaluinya bersama." Kalimat itu menjadi kata lain dari, "aku akan selalu ada untukmu. Aku disini bersamamu."

Hari ini 15 tahun yang lalu ummi menuliskan semua perasaan ummi dalam jurnal harian ummi, membaca Al Qur'an dan membaca buku yang sengaja ummi bawa saat hendak berangkat ke RS. Abi juga sering menanyakan kabar hati ummi, "ada yang sedang ingin ummi ceritakan?" Dan Abi menyimak cerita ummi dengan penuh antusias... MasyaAllah, Nak, semua itu menjadi terapi tersendiri bagi ummi. Meski kondisi kesehatan ummi tidak segera membaik namun kesehatan mental ummi tak sampai turun ke titik nadir.. itulah yang ummi rasakan.

Hari ini 15 tahun yang lalu, ummi tidak mau kalau hari-hari ummi hanya dilalui dengan hanya sekedar rebahan saja. Meski tak panjang jarak yang bisa ummi lalui saat selang infus terpasang dan jantung ataupun imun yang berontak namun ummi tidak ingin mewariskan hidup yang hanya diisi dengan "menyerah saja pada keadaan" pada bayi yang ada dalam rahim ummi. Dalam kondisi selemah apapun, harus ada yang tetap dilakukan, harus ada nilai yang bisa menjadi ikhtiar perbaikan terutama bagi generasi minimal bagi bayi yang sedang kami nantikan kelahirannya.

Ummi pernah disapa lelah, lelah yang sangat, tapi...ummi tidak ingin menyerah.

Mungkin saja apa yang ummi lakukan (menulis dan membaca) hanya kan menjadi setitik nila ditengah lautan peradaban tapi bagi ummi selama bisa menjadi bagian dari lautan peradaban, tak apa meski hanya setitik nila. Jadi, itulah yang bisa ummi lakukan saat itu. Ummi mengkhatamkan Al Qur'an 3 kali selama 10 hari di RS, menulis meski hanya catatan harian di buku catatan ummi, membaca shirah Nabawiyah. Akhirnya hanya itulah yang tersisa untuk ummi lakukan.

Darah menetes setiap kali ummi berjalan, seorang teman yang berkunjung bertanya, "Dede, itu nggak sakit?" Ummi jawab kalau ini sangat sakit. Lalu teman ummi bertanya lagi, kenapa ummi masih tetap tersenyum dan berjalan kalau merasa sakitmah. Ummi katakan padanya kalau inilah yang masih bisa ummi lakukan. Kalau ummi merenggut sambil menangisi taqdir, apa yang tersisa dari diri ummi? 

Ummi juga ingin menyiapkan bayi dalam rahim ummi untuk Ridha atas taqdirNya kelak"hidup itu, pastilah akan bertemu sesuatu yang manis ataupun pahit. Akan bertemu hal yang membuat hatinya kegirangan ataupun perih, itu sunnatullah kehidupan. Saya berdo'a agar bayi ini bersabar dan senantiasa bersyukur akan taqdir Allah, apakah dihadapannya itu hal yang membuat hatinya senang ataukah yang membuatnya menangis, saya berdo'a agar Allah lapangkan hatinya dan jaga raut mukanya dari merenggut atas taqdir Allah. Saya berdo'a untuk hari-hari yang akan dilaluinya kelak, dengan cara ini juga saya berdo'a untuknya. Semoga Allah kuatkan langkahnya, lapangkan dadanya, cerahkan air air muka nya, fasihkan lisannya dan tetapkan ia pada jalan yang tak akan disesalinya, jalan yang membuatnya semakin taqorrub ilallah."

Hmm... Sangat mungkin bayi kami tidak tahu harapan kami hari itu, namun kami meyakini apa yang bahkan sekedar terbersit di benak pun akan mengalir pada bayi yang bersemayam di rahim lalu ia terlahir menjadi sosok seperti apa saat ibu mengandung lalu membesarkannya. Kami meyakini bahwa anak yang terlahir adalah gambaran hati dan pikiran ibu selain kemudian faktor lainnya turut mewarnai saat ia telah lahir nanti.

Hari ini 15 tahun yang lalu, ummi kemudian berjalan dipapah Abi di sepanjang koridor ruang tindak di RS. Ummi sampai hafal berapa jumlah ubin disana, meski sekarang mah sudah lupa lagi. Ummi mengingat wajah para perawat yang sangat ramah. Hmm banyak yang mengatakan kalau perawat disana judes-judes, tapi selama ummi disana, ummi tidak mendapati satupun yang judes seperti kata orang -orang, Nak. Menurut ummi dan yang ummi rasakan, mereka itu sangat baik dan ramah. MasyaAllah Alhamdulillahilladzii bini'matihii tatimmushshoolihaat, ummi bersyukur kepada Allah atas orang-orang baik disekitar kita. Sungguh kebaikan menghadirkan kebahagiaan ya Nak, itu juga menjadi terapi tersendiri bagi ummi.

Ada satu calon bidan yang masih ummi ingat namanya, dia sangat ramah dan sering mengajak ummi berbincang-bincang. "Teteh, bagaimana perasaan teteh sekarang? Cerita ya teh!" Padahal saya tidak terlalu pandai menceritakan perasaan pada orang lain (saat itu), tapi teteh calon bidan itu rutin menyapa, bertanya dan menyimak meski cerita ummi hanya seputar,. "saya membaca juz sekian dan ada yang membuat hati saya...." Atau, "saya selalu jatuh cinta dengan shirah Nabawiyah karya Syaikh Al Mubarakfury..." dan seterusnya. MasyaAllah Ummi bersyukur kepada Allah atas calon bidan itu. Semoga Allah memberkahi dan menjaga serta memuliakan teh Mega (nama calon bidan itu) dimanapun dia berada.

Hari ini 15 tahun yang lalu.

#aufamenuju15tahun 

Balananjeur, Sabtu, 30 Juli 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh