Kamis, 01 September 2022

Menuju Kampus Impian Umar (bagian 1)

Setelah dua tahun yang lalu sesi Aa menuju kampus impiannya, kali ini tiba giliran adik Umar. See, nggak kerasa waktu berlalu dengan cepat ! Makanya meski waktunya masih beberapa bulan lagi dan Umar masih duduk di semester 5 tetap harus mulai persiapan. Hmm ini sih belajar dari pengalaman Aa Quthb yang mempersiapkan segala sesuatunya sejak jauh-jauh hari jadi pas tiba waktunya teh nggak kerepotan karena segalanya sudah disiapkan dan direncanakan dengan matang.

Rencana yang baik adalah bagian dari proses yang baik dan kami akan mensyukuri apapun hasil akhirnya karena semuanya telah direncanakan dan sekaligus dipasrahkan padaNya.

Well, kembali ke persiapan eh mempersiapkan Umar. But sebelumnya pengen cerita yang agak atau terkesan julid dulu , ya . Boleh, kan? Bolehin aja yaa 😅

Mereka, ibu dan ayah yang membersamai buah hati mempersiapkan diri untuk mendapatkan kampus impiannya. Mereka berbagi tugas dan memusyawarahkan apa yang akan dan harus dilakukan. Intinya mereka merencanakan, menggali informasi bareng-bareng dan membagi tugas bersama selama proses mempersiapkan ananda nya yang mau kuliah.

Ayah, ibu, anak juga wali kelas, BK , TU dan seorang guru yang dikenal baik ayah dan ibu adalah orang-orang yang terlibat dalam proses persiapan itu.

Suatu hari kalimat sumbang datang menyerang. Ah ini mah mirip film Avatar saja 😅 hmm intinya muncul komentar miring yang membuat ibu sempat down, komentarnya kurang lebih mengatakan kalau mendampingi anak dengan cara itu nggak baik buat kemandirian anak. Anak yang mau kuliah kenapa orang tua yang harus repot, anak itu harus dibiarkan ngurus sendiri jadi ortu nggak usah merasa perlu ngbantuin dan lain sebagainya Weh pokoknyamah.

Apa yang dilakukan orang tua itu sebenarnya sudah mulai pertimbangan yang matang dan lagipula mereka hanya membantu sesuai kapasitas jadi tidak 100 persen turun tangan. Saat turun tangan pun memang sesuai dengan tugas mereka sebagai orang tua. Namun meski sudah melalui pemikiran dan pertimbangan yang dirasa matang, tetap saja ibu tidak nyaman dengan komentar yang membuatnya seolah tidak menyayangi anaknya karena apa yang dilakukan ibu itu akan berdampak tidak baik bagi anak. Sampai kemudian ayah menguatkan dan mengatakan, "apa yang kita lakukan sudah benar. Kuatlah dan jangan hiraukan! Mereka tidak tahu dan kelak mereka akan tahu seperti apa yang harus dilakukan orang tua saat mereka di posisi yang sama!"

Di kemudian hari... Ya, benar yang dikatakan ayah. Mereka tidak tahu atau belum tahu, lalu Allah sampaikan mereka pada kondisi yang sama dengan ibu dan ayah yang waktu itu mereka komentari dan lihat bagaimana mereka berpikir keras bagaimana cara memberikan 'bantuan' atau cara membantu anandanya yang akan mempersiapkan diri menuju bangku kuliah! 

Well, itulah sekelumit kisah julid yang pernah dialami dan menjadi ibrah bagi saya sendiri untuk stop mengomentari hidup orang lain karena kita tidak pernah tahu kesulitan seperti apa yang dihadapinya serta bagaimana jika kita berada di posisinya. Saat kami menjadi orang lain yang menyimak orang tua yang sedang mendidik anak, yang harus kami lakukan adalah memberinya dukungan sesuai kapasitas kita. Sesuai kapasitas artinya nggak boleh keluar batas.

Kalau perlu dibantu, ya bantu. Kalau mereka nggak perlu bantuan, yaa cukup di doakan dan jangan menjadi orang yang membuat mereka terluka dengan ucapan ataupun sikap kita. Cukuplah jadi orang yang qul Khoiron au liyashmut. Katakan dan lakukan yang baik, kalau nggak bisa atau nggak perlu ngomong atau bersikap maka diam adalah lebih baik.

And now kembali tentang Umar.

Semalam menghubungi pak Mega, walas nya Umar untuk ngobrolin Umar kira-kira bagusnya bagaimana buat Umar.

Pagi ini kembali ngobrolin perihal ini, kali ini kembali sama kang Wawan. Ya iyalah harus sama kang Wawan as Ayahnya 🤭 but kali ini malah Ayah yang memulai, "agenda kita sekarang adalah menyiapkan kebutuhan Aa sampai tuntas agar tunai dulu tugas kita ke Aa biar bisa fokus menyiapkan buat adik. Kenapa harus fokus? Karena dalam kondisi seperti kami, fokus adalah suatu keharusan. Tidak perlu diceritakan lebih terkait why and how nya.

So, persiapan pertama adalah membereskan kebutuhan kuliah Aa yang paling urgennya dulu. Hmm bukan berarti lepas begitu saja dari kewajiban akan Aa karena kami akan tetap mendampinginya sesuai kapasitas kami, insyaAllah.

Balananjeur, Jum'at, 2 September 2022


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh