Awalnya saya pikir itu perjalanan perhealingan 😂 makanya saat anak-anak bertanya, "ummi mau kemana?" Saya jawab mau keliling naik motor sama Abi. Yaa saya jawab keliling karena saya pikir memang seperti itu, tidak ada tujuan pasti hanya ingin mencari angin. Saya sedang mudah lelah dan mudah butuh merefresh diri dengan berbagai cara, salah satu caranya yaa itu dia jadi stalkernya kang Wawan 😅
Setelah sampai di simpang tiga genteng, kang Wawan tetiba mengabarkan ada pekerjaan yang harus dikerjakannya. Yaa iyalah pekerjaan memang harus dikerjakan 🤠lalu beliau bertanya kesiapan saya menemani. Dan..ehm.. sebagai isteri yang baik saya pun mengiyakan tanpa protes. Kalau dalam hal yang baik mah kenapa harus protes? Tapi percaya deh, isteri itu punya kesempatan untuk mengajukan keberatan akan sesuatu hal dan saya mendapatkan kesempatan itu kalau saya mau, namun saat itu peluang itu tidak saya ambil. Menemani dia saat ini menjadi suatu kebutuhan bagi saya...ya, bukan hanya pasangan kita yang membutuhkan kita namun kita pun membutuhkannya. Begitulah hidup berumah tangga; saling (membutuhkan, memahami, mengerti, mencintai, dll).
Saya butuh menemaninya lebih dari hari-hari sebelumnya, disaat anak-anak mulai memiliki kesibukannya sendiri dan saya ditinggal sendirian..
Baiklah, kembali ke ... Bukan laptop.
"Temani Abi ya!" Akhir-akhir ini kalimat ini sering diucapkan, persis saat saya memintanya menemani saya saat sedang masak, "ngetik laporannya disini yaa, temani Ummi!" Meski sekarang 3 dari 4 anak kami ada disini bersama kami namun kami tetap merasa saling butuh ditemani jauh lebih dari sebelumnya. Entahlah, perasaan seperti apakah ini.. kata ustadzmah, semoga yang seperti itu teh sakinah mawadah warahmah..hee..
Well, mari membahas Sakinah mawadah warahmah. Kalau ada yang walimatul ursy banyaklah kita dengar doa ini yang disampaikan kepada pengantin, "semoga sakinah mawadah warahmah."
Sejak hari di pelaminan saya bertanya-tanya, "seperti apakah sakinah, mawadah warahmah itu?" Apakah adem ayem tanpa pertengkaran atau masalah disebut sebagai sakinah? Seperti apakah mawaddah? Rahmah itu yang bagaimana? Saya pun mencari tahu semua hal terkait itu demi bisa membangun sakinah mawadah warahmah agar tidak hanya sebatas ujung lisan.
Sakinah, mawadah warahmah..
Saya menyampaikan keluh kesah saya atas sikap atau hal-hal yang membuat saya tidak nyaman, apapun itu karena khawatir mempengaruhi kinerja keibuan. Dia menyimak, memeluk dan meleraikan resah.
Saya dan dia beradu argument menghadiahi ego kami rasa keakuan yang jauh lebih besar, lalu saya mendiamkannya dan dia mulai merayu, "sayang, ngbasho yuk!" , "Yank, jalan-jalan yuk!", "Sayang, sini duduk dekat Abi!" atau sekedar memeluk dan meluluhkan hati saya. Ah iya dia tidak pernah sekalipun mendiamkan saya, meski tidak jarang saya sengaja membuatnya kesal.
Kami terkadang beradu argument dan saya terlebih dahulu menurunkan ego dan memilih mengalah, mengalah untuk menang karena nyatanya saat saya mengalah ia senantiasa mengatakan, "tidak, Abi yang keliru. Maafkan Abi."
Tidak ada yang namanya setiap hari sama pendapatnya, selalu Seiya dan sekata. Tidak..
Kami memiliki dua kepala dengan dua isi yang tidak sama. Latar belakang keluarga dan pendidikan yang tidak sama, passion dan ..hmm..bacaan juga tontonan yang tak sama. Saya suka Paddington atau film serupa, dia suka film action. Saya suka baca Sirah atau tarikh dan dia lebih suka baca politik. Saya suka basket dan dia suka sepakbola. Untuk apa membincangkan perbedaan saat semua itu menjadi bumbu manis dalam rumah tangga. Kami jarang nonton, lebih memilih jogging bersama dibandingkan membicarakan basket dan sepakbola, mendiskusikan masalah politik dan Sirah yang nyatanya saling berkaitan. Tidak ada yang wah untuk dianggap masalah hingga berseru tegang, "we are different." Karena sejak lahir dan sesuai fitrahnya, kami memang berbeda; saya wanita dan dia lelaki.
Balananjeur, Jum'at, 30 Desember 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar