Rumah yang identik dengan kapal pecah, hingga pernah suatu hari ada kawan yang bertandang lalu kembali menyampaikan kepada orang lain di luar sana betapa pecahnya rumah kami dengan mainan yang berserakan di mana-mana. Oh no, jangan bayangkan rumah kami rapi kala itu. Dan untuk kalimat itu, saya menangis hanya karena suatu kalimat.
Pakaian yang sudah rapi di lemari kembali di acak-acak ananda, bagi saya itu bukan masalah besar meski kadang saya menghela nafas panjang karena letih, tapi ternyata satu kalimat yang terasa negatif membuat airmata luruh dan deras.
Dapur yang seolah enggan untuk rapi, cucian yang tidak ada habisnya, dan pastinya lantai yang lagi dan lagi kembali kotor bahkan setelah dibersihkan.
Saya membayangkan bahwa kelak semua itu akan menjadi momen yang dirindukan, namun ternyata satu komentar negatif saja mampu menjadi sesak, membuat sesak dan letih menjadi teramat sangat. Bukan hanya letih karena pekerjaan yang tiada habisnya, namun hanya karena sebuah kalimat, "ih rumah kok berantakan, nggak pernah diberesin?"
Ibu dengan beberapa balita di rumah akan paham bagaimana letih itu. Kami bahkan tidak tahu arti duduk sendirian sambil menikmati semilir angin, shalat kami sambil menggendong dan ditangisi anak, mandi pun terburu sambil ditunggui anak di luar kamar mandi, saat makan pun fokus menyuapi anak hingga kami lupa bahwa kami ternyata belum makan seharian
Saya sampaikan rasa letih pada suami, terutama letih karena komentar orang lain yang tidak tahu bagaimana saya melewatkan sepanjang hari, saya menangis saat itu dan suami pun menangis memeluk saya, beliau memeluk dan mengatakan, "ummi sudah melakukan yang terbaik. Maafkan abi membuat ummi menanggung lelah sendirian." Saya semakin tersedu, namun entah kenapa itu bukan lagi sedu letih seperti sebelumnya. Saya merasa difahami dan diberikan kekuatan dengan itu, MasyaAllah ternyata sebuah kalimat bisa berpotensi untuk menenangkan atau bahkan meruntuhkan
Hari-hari itu terasa berat pada masanya, namun satu hal lain yang masih saya ingat adalah bahwa suami saya bersedia menjadi truk sampah emosi saya. Beliau akan bertanya bagaimana kabar saya, apakah ada yang sedang ingin saya ceritakan lalu bersedia menyiapkan banyak waktu untuk mendengar suara hati saya. Saya tidak sendirian kala menjadi ibu, dan itu sangat membantu... Tentu saja rasa letih tidak ujug-ujug nggak pernah datang lagi, bukankah sangat manusiawi kalau kita berjumpa rasa letih karena hal apapun? Lalu menangis karenanya pun tetaplah hal yang wajar?
Hal lain lagi yang saya ingat adalah saya tidak menjawab komentar yang terasa tidak nyaman dari siapapun. Saya memilih diam bahkan meski hati saya menangis, aha dramatis sekali 😂 kenapa? Saya tetap meyakini bahwa bahkan satu kalimat pun yang didengar telinga ini tak akan pernah ada kecuali atas izin dan kehendak Allah, dan semua dari Allah itu pasti ada hikmahNya. Waktu itu meski merasa sedih sampai menangis tetap ingat ini, " kayaknya Allah sedang menempa atau mengingatkan agar..." Well, tetap sambil nangis ðŸ¤
Lalu saya belajar beberapa hal:
1. Saya tidak akan mengomentari kondisi rumah orang lain, selain tidak ada urusannya dengan saya, pun sangat mungkin itu akan melukai orang lain.
2. Kala ada yang ingin bercerita tentang hatinya maka dengarkanlah! Boleh jadi diam mu dan kesediaanmu mendengar akan membantunya melerai gelisahnya
3. The power of ngobrolin apa saja sama suami. Jangan sungkan untuk berbagi suara hati atau ngobrolin apapun
4. Tidak setiap ucapan orang lain harus kita jawab, diam lebih menenangkan pada akhirnya
5. Kita tidak bisa mengatur kalimat yang bisa disampaikan atau tidak disampaikan orang lain untuk kita, namun kita bisa berusaha mengendalikan fikitan dan perasaan kita. Cukup fokus dengan yang bisa kita kendalikan, fokus kendalikan isi kepala dan hati kita daripada memikirkan apa yang mungkin dikatakan orang atau merasa tidak nyaman dengan ucapan orang.
6. Tidak apa-apa saat dikomentari, tugas selanjutnya adalah apakah kita akan overthinking dengan komentar tersebut ataukah akan mengabaikannya. Pilihan itu ada di tangan kita!
7. Kalimat itu kok nggak enak banget didengar ya? Iya sih nggak enak, tapi kabar baiknya adalah bahwa Allah tidak membiarkan kita hanya mendapat kalimat manis sepanjang usia kita. Jadi jika suatu hari mendengar kalimat yang terasa tidak mengenakkan kita nggak drop gegara itu, why? Ah dulu juga pernah dapat kalimat seperti itu. Alhamdulillah atas tempaan itu
8. Faham bagaimana riweuhnya ibu rumah tangga dengan segala pekerjaannya. Sebagai apapun ibu, bahkan sambil bekerja di luar rumah atau full at home dia tetaplah ibu.
Balananjeur, Senin, 4 September 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar