Selasa, 03 November 2020

Dapur Istimewa (bagian 1)

Dapur Istimewa

Saya pernah menulis tentang 'dapur istimewa'. Kisah itu saya tulis beberapa tahun setelah Allah ganti 'dapur istimewa' kami dengan dapur istimewa lainnya. Untuk hal-hal seperti ini saya cenderung memilih untuk tak menceritakan saat itu juga. Kenapa? Ini pilihan 😁

Dapur Istimewa? Ya, dapur istimewa versi saya adalah dapur darurat yang tempatnya bisa di mana saja. Saat itu hanya satu kamar yang pengerjaannya sudah beres; lantainya semen, dindingnya sudah di plester, atapnya sudah di tutup, kecuali jendela yang hanya kami tutupi dengan plastik (tetiba saya ingin menulis tentang jendela plastik spesial juga 🤭). 

Ruangan lainnya masih sangat istimewa. 2 kamar tidur lainnya, ruang tamu dan ruang tengah semuanya tanpa plester baik lantainya maupun dindingnya, dan tentu saja kalau jendela kamar saja ditutup plastik, jendela yang lain mah apalagi 😁

Lalu dapurnya dimana? Kamar mandinya dimana? Hmm disini saya hanya sedang ingin cerita yang pertama that is dapur, sekali lagi 'dapur istimewa'. 

Tempatnya bisa di salah satu kamar, di ruang tengah ataupun ruang tamu, pernah juga di samping rumah. 
Kapanpun, saya bisa memindahkan dapur dengan peralatannya yang tidak banyak ke ruangan manapun yang saya inginkan kecuali kamar saya. 

Pernah waktu itu ada seorang kerabat silaturahim ke rumah kami, mungkin karena merasa dekat dia bertanya perasaan saya tentang rumah kami yang terbilang sangat jauh berbeda dengan rumah-rumah disekitarnya yang dindingnya rata-rata sudah di cat.. 
"Ade kumaha peraosan Ade? Teu isin?" Tanyanya. 

"Kenapa harus malu? Rumah ini dibangun dengan tetes keringat dan air mata. Ada luka juga bahagia disana. Kami pernah menghiba hingga akhirnya kami menyadari kami hanya butuh syukur untuk kami genggam. Saya tidak malu, saya bahagia dengan apa yang Allah berikan pada kami" 


Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aku dan Buku