Senin, 19 Juli 2021

10 Dzulhijjah 1442 Hijriyah

Inginnya shalat ied di masjid, qodarullah pas coba berdiri teh ngalanggeong sampai 'ambruk' lagi. Jadi akhirnya Abang memilih menjadi imam bagiku di rumah, di temani de Olin juga. 

Alhamdulillah bisa melaksanakan shalat ied meski di rumah, InsyaAllah sesuai tuntunan meski saya sendiri harus shalat sambil duduk. 

Dua pemuda tetap ied di masjid dengan prokes InsyaAllah, ini bagian dari ikhtiar, ya menjaga prokes adalah bagian dari ikhtiar kita jadi tidak tepat kalau dianggap sebuah ketakutan. Benar sekali bahwa kita tidak boleh takut pada siapapun kecuali pada Allah, namun ikhtiar juga bentuk keta'atan dan takut kita pada Allah. 

Dalam khutbah ied tadi, Abang menjelaskan perihal ini. Beliau juga menjelaskan tentang keteladanan nabiyullah ibrahim 'alaihissalam dalam mendidik keluarganya, dalam menyiapkan generasinya. 

Hal lucu terjadi saat dalam satu kesempatan Abang bilang, "pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana kita... ? " Dengan semangat 45 de Olin langsung mengangkat tangan sambil mengatakan, "aku tahu jawabannya." 🤭

Di kesempatan selanjutnya dia mengangkat tangan untuk bertanya ataupun..mendebat 🤭 sampai akhirnya dia ingat bahwa kami bukan sedang dalam sesi diskusi ba'da liqo kami tapi Abi nya sedang khutbah. 

Finally, dia memilih menyimak sambil memegang tanganku dan bersandar pada ku. Oh hey, dia tertidur saat menyimak bahkan tetap tertidur sampai Abi menyelesaikan khutbah. 
Selesai melaksanakan shalat ied ponselku berdering, tertera nama teh Nijma, salah satu keponakanku. Buru-buru kuangkat telpon, sebuah kabar bahagia sekaligus sedih datang dari keponakanku yang lainnya, dari de Popi. 

De Ima, panggilanku untuk Nijma mengabarkan kalau de Popi sudah melahirkan seorang bayi perempuan jam 4 tadi pagi namun kondisi de popi membuat de popi harus segera dilarikan ke rumah sakit. 

Kabar bahagia ini beriring dengan kabar sedih secara bersamaan, semoga de popi baik-baik saja dan segera pulang ke rumah. 

Ponselku kembali berdering, dari adikku, Fty, masih dengan kabar yang sama. Lalu menyusul telpon dari keponakanku, Nunung, dengan isak dalam kabar yang sama. Hari ini duka kekhawatiran menyelimuti kami.. 
Sebuah panggilan kembali masuk melalui vcall WA, "teteh aufa." Bisikku pelan sambil berusaha membuka ponsel yang terkunci. Aku yakin itu pasti telepon dari putriku, Aufa, bahkan meski belum terlihat nama penelpon karena ponselnya yang terkunci. 

Dan benar saja, shalihah kami kembali menyapa dengan senyum manisnya, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ummi, Abi, daramang?"

Senyum hangatnya selalu menjadi kabar bahagia bagi kami, pelerai rindu dan obat isak kami semalaman. 

"Teteh nggak nangis, kan?" Tanyaku

"Iya Mi, teteh InsyaAllah tidak menangis." Ah, aku tahu bagaimana hatinya menahan pedih namun ia berusaha untuk tetap tegar tanpa airmata. 

"Teteh memakai gamis yang ummi buat untuk idul fitri kemarin." Ucapnya senang sambil memperlihatkan ujung pergelangan tangannya. 

"MasyaAllah shalihah, de Olin sama Ummi juga memakai gamis yang sama, Nak"

(Bab ini sepertinya akan saya tuliskan terpisah 😁). 

MasyaAllah Alhamdulillah 'alaa kulli haal untuk pagi ini, semoga de Popi segera pulih. 

Balananjeur, 10 Dzulhijjah 1442 Hijriyah
20 Juli 2021 M

Balananjeur, 10 Dzulhijjah 1442H
20 Juli 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hhhh