Sabtu, 24 Oktober 2020

Jejak Cinta Yang Tertinggal (bagian 3)

Pelajaran lain yang saya dapatkan dari apa almarhum adalah,"do the best what you can to do, now. No excuse and just for Alloh."

Apa tidak suka jika kami mengatakan,"nanti." untuk suatu pekerjaaan -apapun- yang bisa kami lakukan saat itu juga. Jika tak ada udzur, do what you can to do adalah hal yang tak bisa di tunda-tunda.

In everything. Dalam segala hal.

Hh..janganlah selalu mengatakan,"kok orang jepangmah yang nyata-nyata lebih banyak yang tidak beragama tapi disiplin dan ramah-ramah, sedangkan orang islam yang bla bla bla dan bla bla bla sukanya WIB (waktu iraha bae), sewenang-wenang dan sebagainya." 
Haruskah itu dipertanyakan??? Sedangkan bersikap adil dan amanah pada diri sendiripun enggan. I mean, ibda binafsi... Ashlih nafsaka yashluh lakannaas... Cobalah melihat dengan kacamata lain sehingga anda tak perlu berkoar tentang hal itu yang pada akhirnya orang yang senangnya mendiskreditkan Islam akan dengan lantang berteriak dan bersorai,"see... !" Allahu a'lam..

Tapi keramahan, disiplin serta komitmen yang tinggi bukan hanya milik 'segelintir' orang. Apalagi jika sampai mengerdilkan arti keimanan sendiri. Seperti kata orang-orang liberal,"tak penting apa agamanya. Alloh melihat sikapnya."

Kita memiliki pegangan
ان الدين عند الله السلام

Muqoddimah tentang apaaa isi tentang apaaaa.... Hee... Ya sudah kita kembali ke lapppp topp.. :D

Sejak kecil, apa mengajarkan kami arti menghargai waktu.

Pentingnya waktu sendiri seperti kita tahu di abadikan Robbul 'Aalamiin dalam satu surah, 
والعصر. ان الانسان لفي خسر.الا الذين امنو و عملوالصلحت وتواصوابالحق و تواصوابالصبر
"Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya mentaati keshabaran." (QS Al 'Ashr : 1-3)

Menurut yang saya baca dalam tafsir fii dzilalil qur'an tentang surat ke 103 ini.

"Didalam surat pendek yang hanya terdiri atas tiga ayat ini, Alloh ta'ala melukiskan suatu rencana yang komplit untuk kehidupan manusia sebagaimana yang dikehendaki Dienul Islam. Memperlihatkan ajaran konsepsionil ideologis mengenai hakikat iman yang besar dan luas, dalam bentuk paling riil dan mendalam. Surah ini meletakkan suatu konstitusi Islam yang menyeluruh, hanya dalam beberapa kalimat pendek. Untuk menggalang ummat Islam, eksistensinya, dan peranannya, di dalam satu ayat yaitu ayat ketiga dari surah ini.

Inilah mukjizat yang tidak bisa dijangkau kecuali oleh Alloh. " (Terjemah tafsir fii dzilalil qur'an terbitan tahun 1984 hal 437)

Saat kecil, apa memberi kami contoh bagaimana beliau berjalan di atas waktu yang seolah terbatas. Mrmbagi waktu untuk kepentingan dakwah, keluarga, orang tua, dan lain sebagainya tentu bukan perkara yang mudah. Dan kami melihat apa melakukan semua itu tanpa sedikitpun mengeluhkan repotnya. 

Apa yang kami lihat adalah pelajaran berharga yang kami dapat.

"Jangan menunggu orang lain berbuat kebaikan baru kamu berbuat kebaikan yang sama.!" pelajaran lainnya lagi yang saya terima dari sikap yang apa lakukan.

Terkadang ketika hendak melakukan suatu kebaikan, ada rasa malu sehingga akhirnya tidak jadi melakukan itu. Terkadang ada orang-orang yang perlu kita bantu tapi kita berpegang pada excuse,"tunggu yang lain dulu."
Dan kondisi-kondisi lainnya yang sering kita lakukan saat mendapati "kebaikan"yang bisa kita lakukan sendiri di depan kita.

Jumat, 23 Oktober 2020

Jejak Cinta Yang Tertinggal (bagian 2)

Saya masih sangat kecil saat menyaksikan seseorang yang sangat saya kenal mencari tahu apa yang bisa beliau lakukan buat saudara-saudaranya.

Saat itu, rumah saudara-saudaranya belum dipasang listrik, dan beliau dengan sigap 'memasangkan' listrik di beberapa rumah saudaranya yang belum terpasang listrik itu.

Kemudian saya menyaksikan beliau mengetuk pintu setiap rumah yang terlihat paling sederhana diantara rumah-rumah lainnya, rumah yang berisi anak-anak yatim, janda tua, atau orangtua lanjut usia didalamnya. Mengetuk pintu, bertanya kabar, dan memberi kabar bahagia dengan sebagian harta yang beliau berikan. Tanpa sedikitpun berucap pada yang lain tentang apa yang telah beliau lakukan, atau  menuliskannya pada lembar-lembar catatan dimana beliau biasa menulis.

Senyap, tanpa diketahui oranglain kecuali orang-orang dekat yang tak bisa menutup mata dan telinga atas itu.

Dan pada saat bersamaan, saya menyaksikan keikhlasan dan ketawadhuan seorang istri yang memberikan dukungan penuh pada suaminya untuk menjadi pribadi-pribadi yang bermanfaat di sepanjang usia mereka.

Tak kudengar keluhan atas berapapun materi yang di keluarkan suaminya untuk 'membantu' orang lain, pun jika itu untuk saudara-saudara suaminya atau saudara-saudaranya sendiri, atau tetangganya, atau orang tua dan mertuanya, atau siapapun yang tak terangkai dalam tulisan karena banyaknya.

Saya masih sangat kecil waktu itu, dan memori saya merekam semua yang akan sulit disaksikan pada generasi setelahnya.
Dimana kebaikan seringkali disandingkan dengan," Ada udang di balik bata, eh batu atau apalah!"
Atau, "saya akan baik sama kamu kalau kamu juga baik sama saya." Mungkin seperti balas jasa, or take and give
Atau,"saya hanya akan membantu segini,sorry saya masih banyak kebutuhan!"

Sulit bukan berarti benar-benar tidak ada, bukan?

Masih banyak orang yang tulus serta berhati mulia yang tak segan membantu sesama tanpa mengatakan kata tapi, "tapi keluarga saya membutuhkan ini."
Kalimat itu ia kesampingkan karena yakin orang yang meminta bantuan lebih membutuhkannya daripada dirinya sendiri ataupun keluarganya.
Allah mengutus dia untuk menyucikan harta yang DIA titipkan padanya..

Barokallohu lakum untuk anda yang diberi hiasan akhlaq yang baik dan hati yang selalu bersyukur dengan syukur yang sebenarnya.

Bersambung ke bagian 3

Selasa, 20 Oktober 2020

Bercerita Untuk Kesehatan



Karena saya kurang pandai curhat, biasanya kalau curhat sama suami teh saya pakai muqoddimahnya pakai pilihan ganda.
Misal, "Beb, kalau misal ada yang intervensi aku, bilang aku tuh harusnya gimanaa gitu sesuai konsep ideal dia, kamu bakalan gimana? 

A. Ada di pihak aku, dukung sama percaya apapun pilihan aku tanpa syarat atau kata tapi. 

B. Kamu setuju sama kata orang lain trus ikut-ikutan minta, " Oh iya yank, kamu itu harusnya memang kayak gitu.", atau "kayaknya yang dia omongin ada benarnya juga deh yank." Atau, "gimana kalau kamu coba ikuti saran dia." Dan kalimat lain yang semakna dengan itu. 

C. Aku nggak mau ambil pusing, nggak mau ikut mikirin, slow aja. 

D. Nggak penting banget sih. "

Well, saya menyiapkan diri untuk mendapat jawaban yang tidak sesuai dengan harapan saya. Tapi tetap saja saya memiliki keyakinan kalau laki-laki ini akan memberi jawaban yang menggembirakan hati saya 😁. Yeah, dan memang benar, "A." Jawabnya singkat. 

"Penjelasannya? " Padahal saya memberinya pilihan ganda, tapi tetap saja saya meminta penjelasan. Hidup memang bukan ujian tertulis yang saat diberi pilihan ganda tidak lagi diperlukan penjelasan.. Hee.. Apalagi untuk kami kaum perempuan, penjelasan memberikan kami keyakinan, "kamu memang benar peduli sama aku." Atau malah membuat kita merasa, "tuuuh kan kamu nggak pernah ngertiin aku. " Hee.. Lieur nya menghadapi kaum kami? 
"Harus hati-hati. " Katanya suatu hari saat menyuarakan pendapat cara menghadapi saya dan 2 gadis kecilnya 😂😂

Ok.. Kembali ke maksud tulisan 😁

"Karena ummi istri Abi." Sangat singkat, padat dan jelas. Awal nikahmah jawabannya gitu, harapannya sih ngasih jawaban yang romantis-romantisan ala drama Korea gitu 😄 tapi entah kenapa saya tetap menyukai jawabannya. 

Saya menyukai jawabannya meski awalnya saya mengharap dia menjawab dengan kalimat lain semisal, "karena aku cinta kamu." Atau semacamnya  😅. 

Kok bisa suka padahal kenyataannya beda dengan harapan? Dari sini saya belajar ternyata bahagia itu bukan hanya saat kita mendapatkan apa yang kita harapkan karena saat kita mendapatkan sesuatu yang diluar persangkaan kita pun kita bisa kok bahagia. Jadi jangan karena kita tidak berhasil mendapatkan apa yang kita mau atau menurut kita baik atau pas dan tepat untuk kita terus kita uring-uringan sampai merasa hidup itu tidak adil buat kita. Allah tahu yang terbaik untuk kita; apa yang paling tepat, kapan dan bagaimana. 

Kuncinya, yakin dan berserah diri. Yakin dan berserah diri pada Allah. Kok gitu? Iya , saat kita meyakini dan berserah diri pada apapun keputusan Allah buat kita, saat itu kita tak melulu fokus pada, "tapi aku tuh pinginnya bukan gini." Percaya deh, fokus pada harusnya kita dapat apa malah membuat kita tidak nyaman dengan diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. 
Yakin dan berserah diri pada apapun keputusan Allah buat kita membawa kita pada keyakinan, "oh ya udah, ini yang paling tepat buat aku." 
Dan saya mulai lieur saya teh lagi nulis apa ini teh 😇😅


Curhat. . 

Sejak dulu saya paling suka dengan kata ini, 'curhat alias curahan hati' dalam kacamata saya itu memiliki makna yang dalam pisan. Dalam kesempatan lain saya ingin membuat tulisan khusus tentang curhat dalam pandangan saya.. Hahaha so' banget ya, siapa juga yang merasa harus tahu pikiran saya 😁😅 'alaa kulli haal, karena semua tulisan saya dimaksudkan untuk menjejak, jadi izinkan saya untuk tetap menulis apapun yang ingin saya tulis 😁 Hingga suatu hari saat saya sudah tiada, anak cucu saya bisa mencari saya melalui jejak-jejak tulisan ini. 

Kembali ke curhat.. Hee.  

"Karena Ummi istri Abi." Itu jawaban yang tidak saya harapkan tapi justru memberi kebahagiaan tersendiri di awal-awal saya menjadi ibu. (Di postingan lainnya saya ingin menulis bagaimana jawaban itu berkembang menjadi jawaban yang sesuai harapan saya 😁) .

"Karena Ummi istri Abi." MasyaAllah itu seperti sebuah pengakuan yang.  Hmm seperti, "kamu itu harus aku lindungi, cintai." Dan semacamnya lah. Singkat, padat tapi memiliki makna yang membuat saya merasa bahagia. 

"Apa yang membuat shalihah ku murung?" Atau, "Adakah yang sedang mengganggu fikiranmu?" Atau, "siapa yang membuat istriku terluka? Siapa? Biar Abi 'seuseulan'? " Salah 3 dari pertanyaannya seringkali dia lontarkan. Padahal saya sedang tidak murung, hmm minimal saya berusaha untuk terlihat sedang baik-baik saja meski hati saya sedang tidak baik-baik saja, tapi dia selalu tahu bahkan tanpa saya katakan. 

"I am hurt." Akhirnya padanya saya bisa membagi rasa. 
"Jadi gini kan Beb, aku tuh.  
1....
2....
3...
4... dst. Aku ngerasa nggak enak, aku marah tapi kamu tahu kan aku nggak tahu cara marah, aku nggak tahu cara mengekspresikan ketak setujuan aku. " Dll sampai tuntas semua yang membuat hati menyimpan resah. 
Ya, kadang luka tetap menamai dirinya sebagai luka saat kita tak tahu cara merealease stress kita. Dan cara terbaik merealease luka adalah dengan menulis atau mencari teman ngobrol yang amanah tentunya. Saat menulis tak mampu mengurai resah, berbicara dengan orang yang dipercaya menjadi pilihan yang tepat. 

Karena saya (sekali lagi) tak tahu cara terbaik curhat, membuat poin-poin tersendiri untuk hal-hal yang sedang membebani fikiran dan ingin di ceritakan menjadi cara saya. Ah saya, curhat saja pakai poin 😇

Saya memang kurang pandai melafal kata luka by lisan, tapi saya juga tak suka menganggap diri saya baik-baik saja saat saya justru sedang tidak baik-baik saja. Saya lebih suka mencari tahu jauh kedalam diri saya, "apa kabarmu saat ini? " Lalu saat saya temukan ada yang sedang tidak baik terutama dengan rasa,  saya memilih untuk mencari cara mengobatinya agar ia tak menjadi tumpukan masalah yang berdampak kurang baik bagi diri saya sendiri dan orang-orang yang saya sayangi. 

Balananjeur, 21 Oktober 2020

Senin, 19 Oktober 2020

Jejak Cinta Yang Tertinggal (bagian 1)

Siang itu sekitar pertengahan tahun 1996, saat Apa dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di kota kami karena pembengkakan jantung dan darah tinggi.
Saya masuk ruang ICU ditemani suster yang sedang berjaga, Mamah dan beberapa saudara saya menunggu di ruang sebelah, sebuah kamar yang diperuntukkan bagi keluarga pasien ruang ICU.

Saya menyalami Apa yang terbaring dengan beberapa selang dan kabel yang tidak saya ketahui namanya, sedih sekali melihat Apa terbaring disana. Tapi Apa tetap menyunggingkan senyum seolah beliau tidak sedang merasakan sakit.  Meski sesekali Apa merintih, beliau tetap berusaha memperlihatkan ketegarannya seolah menunjukkan pada kami bahwa Apa baik-baik saja. 

Apa ingin menenangkan kami dan tidak membuat kami bersedih, tapi bagaimana bisa kami percaya Apa sedang dalam kondisi baik sedangkan beragam selang dan kabel terpasang di tubuh Apa di ruang ICU, ruang yang diperuntukkan untuk penderita sakit kritis.
Saya cium punggung tangan Apa dan mengucapkan salam sambil menahan air mata yang berdesakan ingin keluar dari netra saya ynag mulai basah. 
.
“Dede, tadi sekolah?” Tanya Apa terbata

“Ya.” Jawab saya pelan 

“Dede bawa buku tulis dan pulpen?”

“Ya.”

“Bawalah buku dan pulpen kesini. Apa ingin menulis.”

Saya ingin membantah, melihat kondisi Apa yang terbaring lemah bahkan untuk menggerakkan tanganpun beliau terlihat kecapean. Tapi, saya tetap menurut dan keluar membawa buku tulis dan pulpen, kemudian kembali ke ruang ICU.

“Tuliskan ini untuk Apa!”

Apa kemudian mendiktekan semua yang harus saya tulis. Dengan suara pelan dan terbata, sesekali terdengar Apa menghembuskan nafas panjang karena sesak akibat penyakit komplikasinya. Kemudian mendiktekan lagi, dan begitu seterusnya.

Apa berusaha berfikir keras semua yang harus saya tulis, Apa berusaha mengatakannya dengan fasih agar saya bisa menulis sesuai dengan apa yang Apa maksudkan. Saya menajamkan pendengaran agar semua yang saya tulis, benar sesuai yang di ucapkan Apa. Untunglah suasana di ruang ICU sangat lengang hanya ada suara monitor yang bergerak berdetak menunjukkan detak jantung pasien disana.

“Tuliskan ini dengan mesin tik dan simpan di meja Apa.”

“Ya Apa.” Akhirnya pertahananku runtuh, saya menangis dan memegang tangan Apa.

“Apa, Apa sedang sakit. Kenapa Apa harus tetap menulis?”

“Apa tidak tahu sisa usia Apa sampai kapan. Dan selama kita masih memiliki kesempatan, kita memiliki kewajiban untuk menyampaikan ilmu. Semoga itu jadi hujjah Apa di hadapan Alloh. Jadilah saksi untuk Apa, nanti.!”

Apa meminta saya untuk menjadi saksi bahwa beliau masih melakukan salah satu kewajibannya untuk amar makruf nahyi munkar, untuk menyampaikan amanah ilmu dengan tidak menutupinya meski tangan dan bahkan lisan telah sulit untuk berkoordinasi dengan tekad beliau. Apa bukan hanya sedang meminta saya untuk menjadi saksi, tapi beliau sedang mengajari saya untuk melakukan hal yang sama seperti yang sedang beliau kerjakan, “no excuse untuk sebuah kewajiban, untuk kebaikan, fillah.”

Sakit, bahkan sakit kritis sekalipun bukan alasan kita berhenti menyampaikan ilmu ataupun menuntut ilmu.
Dalam kondisi apapun, sesulit apapun, selalu ada peluang untuk tetap berkarya untuk membina generasi selanjutnya, kecuali jika nyawa telah terpisah dari raga.

Sakit, adalah tarbiyah dan ujian yang insya Alloh jadi kafarat jika kita menjalaninya dengan ikhlas, bukan dengan sumpah serapah atau tangis dan jeritan pilu menyalahkan taqdir tanpa ikhtiar untuk berusaha sembuh dan tetap melaksanakan kewajiban sebagai hamba yang diberi tugas sebagai kholifah fil ardh.

Kondisi jantung Apa membuat Apa kesulitan menggerakkan tangan dalam waktu yang agak lama, kesulitan untuk bicara dengan suara lantang sebagaimana biasanya, kesulitan untuk berdiri di depan mimbar masjid ataupun membina para Aktivis Muda Islam seperti yang biasanya Apa lakukan, kesulitan untuk mengajari kami bagaimana menghadapi kedzoliman para pendusta Alloh dengan suara lantang dan tangan terkepal bukan hanya dengan hati yang adalah selemah-lemahnya iman. 

Kesulitan untuk duduk menuliskan huruf demi huruf di mesin tik tua yang menjadi saksi dakwah bilqolam apa sambil sesekali menyenandungkan sholawat, asmaul husna, murojaah awal juz 29 ataupun nasyid penyemangat, ‘berpegang Qur’an dan Sunnah Nabi, kita laksanakan..’  Dan nasyid-nasyid lainnya. 

Kondisi Apa hari itu membuat Apa kesulitan untuk melakukan aktivitas yang biasa Apa lakukan.

Tiba-tiba hati dilingkupi rindu saat menunggu Apa setiap hari kamis pagi atau sore sambil membantu mamah menyiapkan makanan kesukaan Apa. 
Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu yang amat sangat mendengar suara mesin tik Apa disertai muroja’ah Apa di sepertiga malam.
Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu mendengar dering telepon di sepertiga malam saat Apa menelpon dari Bandung untuk membangunkan kami untuk mendirikan sholat Sunnah yang diutamakan, sholat tahajud. Sesuatu yang saat Apa sehat sering membuat kami menggerutu kesal karena harus terbangun saat kantuk menyergap dan berselimut terasa lebih menyenangkan.

Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu yang teramat sangat melihat sorot marah Apa saat kami lalai melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslimah.
Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu mendengar suara Apa yang berkata dengan suara tegas saat saya membuka jilbab hendak keluar rumah disaat usia saya sudah 12 tahun, “pakai kerudungnya!”
Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu yang amat sangat mendengar ‘hariring’ Apa menyanyikan lagu Bandung kota kembang, ‘Bandung… Bandung…Bandung nelah kota kembang.”
Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu saat Apa mengusap kepala saya dan membisikkan sebaris do’a.”Allohumma Robbannas adhibil ba’sa ashfii antasysyaafi…”
Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu yang amat sangat mendengar lantunan ayat Al Qur’an setiap kali Apa pulang dari masjid Al Furqon

Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu mendengar suara Apa berbincang dengan tamu yang datang silih berganti jika Apa sedang ada di rumah
Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu yang amat sangat mendapat tugas mencari arti sebuah kata dari KBBI atau ensiklopedi yang sebenarnya sudah Apa tahu jawabannya
Tiba-tiba, hati dilingkupi rindu saat kami berjalan bersama menuju masjid untuk sholat  ‘ied atau saat ada kegiatan apapun di masjid.

Rindu saat Apa mengajak kami membawa sikat, sabun, lap, sapu dan sabun lantai untuk membersihkan masjid Al Furqon dan toiletnya di suatu hari dihari jum’at
Rindu mendengar suara Apa menyuruh kami sholat sedang kami mengerjakannya dengan enggan dan seolah terpaksa sampai kemudian kami menangis menyesali keterpaksaan itu.
Rindu berjalan bersama Apa menyusuri kota Tasik, mengunjungi rumah demi rumah shahabat-shahabat Apa untuk silaturahmi dan berdakwah. Ya, berdakwah dan silaturahmi…itulah Apa. Menjelaskan suatu bahasan tertentu dan mendiskusikannya dengan sahabat-sahabat yang beliau temui.

Rindu saat Apa menyuruh membagikan puluhan amplop di awal bulan untuk diberikan kepada para janda dan lanjut usia
Rindu mendapat tugas memberikan beras dan makanan pada setiap rumah yang Apa yakini tak ada makanan disana, tanpa suara gaduh dan menarik perhatian orang lain
Rindu saat melihat nini Enah terlihat berbinar senang ketika melihat Apa menerima dua buah pisang ‘galeung’ dari nini Enah dengan sorot mata penuh rasa syukur. Pisang yang sengaja nini simpan untuk Apa, bahkan nini tidak memberikannya pada putra putrinya sendiri, “ini pisang kesukaan jang Yaya, mau nini sembunyikan  sampai Apa Dede pulang.” Cinta yang indah yang membuat saya iri mengenangnya, padahal Apa hanyalah salah satu dari sekian banyak keponakan  nini yang bahkan tak pernah ada dalam pengasuhan nini.

Semua itu seolah slide film yang terpampang jelas dalam ingatan yang membuat saya menangis dan ingin memeluk Apa. Tapi tangan yang gemetaran dan kaki serta lisan justru membisu kaku, hanya sebuah ucap dan do’a ,”Apa, segeralah sembuh. Nanti, putrimu ini tak akan pernah lagi menyusahkanmu. Saya akan selalu mengikuti kata-kata Apa tanpa membantah atau menggerutu. Saya tidak akan mengeluh lagi saat diminta memijit tangan Apa. Saya akan selalu membacakan dan menulis untuk Apa. Saya tidak akan cemberut lagi saat harus membagi uang dan baju saya untuk anak yatim. Apa harus sembuh!!” 

Saya terisak lagi hari ini, kerinduan saya terobati dengan kesembuhan Apa saat itu. Tapi kini, semua itu sudahlah usai… rindu ini hanya terbatas pada kata dan memori yang tak kan pernah sanggup kugapai kembali. Kisah itu sudah berakhir saat dua tahun kemudian Apa dipanggil-Nya kembali setelah menunaikan tugas terakhirnya di forum Murobbi di Kampung Paseh Desa Puteran Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya Agustus 1998 silam.

Rindu saya hari ini hanya terbersit dalam sebuah tekad yang kadang sering terkalahkan excuse yang membuat saya berhenti dan tertegun diam dalam excuse itu.
Apa, ini putrimu yang belum setitik baktipun kuhaturkan padamu, tak pernah seucap kata terima kasihpun kuhaturkan padamu.

 Putri ke-9 Apa yang sering Apa bilang seperti Margaret thatcher karena selalu membaca dengan cepat. Saya tahu, Apa tidak sedang membuat saya mengidolakan Margaret karena Apa lebih sering bercerita tentang para Nabi dan Shahabat serta Shohabiyah serta orang-orang sholeh.

Ini putrimu yang ingin sekali mengatakan bahwa saya sangat berterima kasih padamu, bahwa saya bersyukkur terlahir sebagai putrimu, bahwa saya menyesal atas setiap lalai dari berbakti padamu, dan bahwa saya… putrimu ini Apa, saya sangat menyayangimu. 

Hatur nuhun Apa.

Mengajak Anak Mencintai Buku (bagian 1)

 


Mencintai sesuatu tidak semuanya terjadi secara tiba-tiba, dalam beberapa hal cinta hadir karena di bangun, melalui proses panjang, dibiasakan atau dilakukan secara intens. Begitu juga membaca buku, mencintai buku sebagai jendela dunia seringnya harus di pupuk, dibiasakan dan dirawat agar kecintaannya tak membuat orang lain kalut.

Ya bahkan untuk hal baik sekalipun, cinta yang tak mendapat perawatan dan arahan yang baik bisa menimbulkan keresahan terutama pada orang-orang disekitar.  Tak terkecuali membaca buku. Terlalu asyik menjelajah deretan aksara dan melupakan kebutuhan bersosialisasi dengan orang-orang disekitar atau melupakan bahwa ada ilmu yang tidak bisa didapatkan hanya dengan membaca saja tapi harus melalui proses ta'lim muta'alim, melalui proses duduk menyimak dan bertanya langsung pada ahlinya. Contohnya ilmu yang berkaitan dengan kaidah-kaidah fiqh, ulumul qur'an dan masih banyak lagi. 

Bagaimana cara merawatnya, Mengarahkannya dan membangunnya? Di bab ini saya ingin berbagi keutamaan membaca dulu. Karena saya melihat banyak sekali orang tua yang fokus dengan cara. Saya sering mendapati pertanyaan, "Teteh, bagaimana sih cara membuat anak-anak kita cinta buku?" Atau pertanyaan lain yang serupa dengan itu. Pertanyaan itu bukannya tidak bagus, hanya menurut saya itu kurang tepat saat kita sendiri sebagai orang tua tak menyadari pentingnya membaca buku atau kita nya sendiri tidak mau berinteraksi dengan buku tapi ingin anak kita suka membaca buku. 

Buku adalah jendela dunia, kita sering sekali mendengar pepatah itu. Bahwa membaca buku artinya kita melihat dunia melalui jendela kita, kita memiliki kebebasan untuk melihat dan memandang seperti apa dunia melalui seberapa sering kita membuka dan membaca buku. 

Saat langkah kita tersekat karena beberapa hal semisal sakit atau tak memiliki waktu untuk menjelajahi luasnya dunia luar, dengan buku kita bisa mengisi kekosongan itu. Melalui buku kita melihat masa lalu yang tak kita lihat dan rasakan pada masanya, berkelana melihat hari esok yang pasti adanya. 

Melalui kegiatan membaca kita bisa melihat bagaimana kehidupan orang-orang yang hidupnya jauh sebelum kita, bagaimana akhir kehidupan mereka dan bagaimana sebuah peradaban terbentuk hingga sampai ke masa ini. 

Mengetahui akhir kehidupan orang-orang sebelum kita mengajarkan kita untuk melihat harus seperti apa kita dihari esok, mengajak kita untuk menjadikan kisah mereka sebagai pelajaran untuk diambil saripati hikmahnya. Mengajak kita untuk menghindari hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan dan apa yang harus dilakukan. 

Membaca mengajak kita untuk berkenalan dengan banyak ilmu lain di luar semua yang kita tahu. 

Dan yang paling utama, bagi seorang muslim membaca adalah bentuk ketaatan kepada Allah. 

How can? Iqra bismirobbikalladzii kholaq! Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam melalui jibril adalah perintah membaca. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakanmu! Mengikuti perintah Allah adalah bentuk ketaatan seorang hamba pada Tuhannya 

Tak ada yang sia-sia dalam kehidupan seorang Muslim, bahkan membaca bisa bernilai ibadah jika itu diniatkan karena Allah, karena menunaikan perintah Allah. 


Bersambung ke bagian 2

Minggu, 18 Oktober 2020

Lomba Semua Membacanya (bagian 1)



Menjelang akhir Agustus mendapat kabar lomba membaca Sirah Nabawiyah yang diadakan oleh majalah mata air. 'keren pisan acaranya.' pikir saya waktu pertama kali membaca tema lombanya, baru kali itu saya mendengar kabar lomba membaca. Kalau lomba menulis atau membacakan cerita mah sudah biasa, tapi lomba membaca sirah nabawiyah, itu sangat luar biasa.

Selain tema lombanya, saat itu saya cukup tertarik dengan nominal hadiahnya, saya pun mendaftar ikut lomba, bukan karena tertarik acara lomba itu sendiri tapi juga karena nominal hadiah yang coba saya kejar. Muluk sekali mimpinya, mendapat juara pertama 🤭😁. Dengan mengesampingkan fakta bahwa kondisi kesehatan saya sedang kurang baik sehingga menyebabkan seringnya hilang fokus atau agak sulit menjaga konsentrasi untuk waktu yang lama. Saya ingin menjadi juara satu dan mendapat hadiah sebesar sekian rupiah seperti yang saya baca di flyer.

Terbayang dibenak saya sekian rupiah (jika berhasil menang) yang bisa saya pergunakan untuk membuat perpustakaan, sejak kecil saya ingin memiliki perpustakaan dengan banyak buku yang bisa dimanfaatkan banyak orang yang haus ilmu (saya ingin menuliskan impian membangun perpustakaan di postingan tersendiri 😁). 

MasyaAllah, qodarullah 'alaa kulli syaiin, selama perjalanan membaca, 'ghirah' saya berubah haluan. Tepatnya kembali ke ghirah seharusnya InsyaAllah. Nominal hadiah yang awalnya menari di pelupuk angan, bahkan untuk mendapat nilai besar sendiri pun sudah tak lagi terbersit dalam pikiran, ghirah saya seolah berpacu dalam cinta yang sangat pada sosok yang kisahnya kembali saya baca ini. Terbilang sering saya mengulang membaca sirah nabawiyah, sejak usia saya masih kecil hingga detik saat saya menulis ini. Saya membacanya, terbata melafalkannya agar kisahnya memahatkan kecintaan yang benar di hati saya. Ya, sosok beliau yang tak ada yang lebih baik darinya haruslah mendapat prioritas cinta yang benar; Allah kemudian Rasul-Nya. 

Saya mencintai sosok yang Agung yang kisahnya sedang saya baca ini, dan saya semakin mencintai beliau shallallahu alaihi wasallam setelah mengikuti acara lomba ini. Lomba yang awalnya saya ikuti karena mengejar hadiah kemudian berubah menjadi wasilah kecintaan saya yang bertambah pada sosok nan mulia itu. 

Cinta selalu mengukir kisahnya dengan tinta yang istimewa, bukan hanya terbata kalimat rindu menitipkan rasanya, ada debar didada dan tak jarang isak menjadi pengiring rindu. 

Cinta membuat saya berusaha secepatnya menyelesaikan semua pekerjaan demi segera berjumpa yang dicintai meski itu melalui deretan aksara. MasyaAllah, berkali hati membisik shalawat hingga lisan tak kuasa menahan tuk melafaz,, "Allohumma sholli 'alaa Muhammad wa 'alaa Aalii Muhammad wa shohbihii ajma'iin."

Saya mencintai beliau shallallahu alaihi wasallam sejak saya masih kecil, sejak Ayah saya (Allahu yarham) sering berkisah tentang beliau shallallahu alaihi wasallam dan membelikan saya buku-buku kisah beliau shallallahu alaihi wasallam. Dan saya semakin mencintai sosok agung yang syafaatnya di akhirat kelak dirindukan ini sejak saya memutuskan membaca perlahan-lahan saat mengikuti acara semua membacanya itu.

Biasanya, saya membaca cepat. Hingga ketika Quiz pertama sebelum webinar launching acara, saya lupa nama shahabiyah yang lebih mementingkan keselamatan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dibandingkan keselamatan saudara-saudaranya hingga hanya mendapat skor 93 dari 100 poin, saya mulai menyadari, saya hanya perlu memahami bukan menargetkan lembar dan waktu membaca. Akhirnya, saya memilih membaca pelan dan berusaha menghadirkan hati saat membacanya.


MasyaAllah, Hadza Min Fadhli Rabbi, untaian aksara tak bermakna saat hati tak mendekap syukur. Dan saya teringat ucapan Ayah saya dulu, "tak bersyukur seorang hamba yang tak tahu cara berterimakasih pada sesamanya."

Saya tidak tahu bagaimana saya dihadapan Allah, saya takut membayangkan kalau-kalau ternyata semua waktu saya berada dalam kerugian. Saya tidak tahu seperti apa rupa syukur saya dalam penilaianNya, namun saya ingin berterimakasih pada majalah Mata Air yang telah mengadakan event yang luar biasa. Acara yang awalnya saya ikuti karena tertarik hadiahnya, tapi kemudian saya justru mendapati hati saya justru semakin bergemuruh dengan tasbih cinta pada beliau yang keseluruhan hidupnya adalah tauladan yang baik, pada beliau yang membawa Rahmat bagi semesta alam. "Hatur nuhun majalah Mata Air. Tabarokalloh, Jazakumullah khairan Katsiran.". 


Bersambung ke bagian 2

.


Sabtu, 17 Oktober 2020

Jejak cinta yang tertinggal (prolog)


Ada 3 perkara yang pahala kebaikannya tidak akan pernah terputus dan akan selalu mengalir meski tubuh kita telah kembali menyatu dengan tanah. Ia adalah anak sholeh, shodaqoh jariyah dan ilmu yang bermanfaat.

Saya, ingin sekali menjadi anak sholehah bagi Mamah dan Apa. Bukan hanya memiliki nama sholihah seperti nama yang selama ini tersemat dalam nama yang diberikan Apa untukku, tapi sholihah dalam sikap, tutur kata, tingkah laku, pola fikir dan semua yang bisa mengarah pada kriteria menjadi anak sholehah.

Selama ini, saya selalu berharap bisa mengukirkan kisah baik Apa dan Mamah dalam pengasuhan kami. Saya ingin mengukir nama Mamah dan Apa dengan jemari dan langkah saya meski pasti akan banyak kekurangan dalam tulisan dan langkah saya disana, saya hanya ingin mengukir nama mereka sebagai bentuk kecintaan saya pada mereka. Agar nanti pahala ilmu yang bermanfaatnya sampai pada mereka.. 

Jika parenting yang selama ini saya kenal selalu terkait how pengasuhan yang baik untuk anak-anak, disini saya ingin bercerita tentang pandangan dan perasaan serta efek positif parenting dari sudut pandang saya sebagai anak. Saya rasa ini penting untuk pegangan kita (terutama saya) sebagai orangtua agar bisa lebih memahami anak-anak.

Salah satu yang hilang dalam metode parenting yang selama ini saya dengar adalah melihat dan merasakan sudut pandang seorang anak dengan tetap berpegang pada pedoman manfaatnya dikemudian hari. What and how manfaat pendidikan ini buat anak-anak kita nanti.
Atau mungkin saya yang kudet yang kurang tahu perkembangan parenting yang sedang berkembang.hee...

Parenting itu bukan hanya memahami perasaan anak hari ini, bagaimana cara mengasuh dan mendampingi anak agar tumbuh dan berkembang tanpa tekanan yang membuat anak 'tumpul' dan lain sebagainya. Parenting juga haruslah menyentuh visi masa depan seorang anak. Bagaimana manfaatnya untuk anak-anak dimasa depan.. 

Terutama sekali Aqidah dan orientasi hidupnya kelak.

Pendidikan dan termasuk parenting atau fathering dan mothering adalah proses panjang yang hasil akhirnya adalah Ridho Alloh, jannah. Jadi orientasi hidup seorang anak haruslah akhirat oriented (Ridho Alloh oriented) untuk bisa dikatakan sebagai parenting yang benar (Allohu a'lam).

"Jangan terlalu senang saat seorang anak memiliki prestasi yang luar biasa disebabkan parenting kita yang kita anggap berhasil, tapi ternyata orientasi hidupnya berhenti di sukses di dunia. 

Jangan terlalu senang mendapati anak tumbuh optimal, halus tutur kata, baik budi pekerti, tapi tidak mengenal Tuhannya.

Jangan terlalu senang saat mendapati anak kita sukses seperti paradigma kebanyakan orang tentang arti sukses didunia, tapi dia tidak senang berkhalwat dengan Robbnya dan memilih untuk jauh darinya. "

Quantity time memang sangat penting dilakukan, tapi bukan hal yang utama. Jika selama ini orang beranggapan kebersamaan antara anak dan orang tua itu semacam meet face to face, saya yang hanya bertemu apa seminggu sekali dengan kuantitas waktu yang tidak banyak tetap merasakan kebersamaan lewat do'a-do'a yang pasti selalu apa haturkan untuk kami. Tanpa sosok fisiknya, kami tahu Apa selalu ada untuk kami.

Sosok Mamah yang selalu ada sepanjang waktu bersama kami dan sikap khidmat mamah atas apa  adalah bukti cinta yang tak kan dapat kami balas dengan apapun.

Perlakuan Apa yang sangat istimewa pada mamah kami, serta rizki halal dan thoyyib yang selalu apa usahakan dalam menafkahi kami adalah bukti cinta untuk kami.

Dakwah ilal haq dan semua kebaikan yang beliau lakukan adalah bukti cinta yang paling konkret yang Apa lakukan untuk kami.

Telepon-telepon yang senantiasa menanyakan kabar kami dan ibadah kami adalah bukti cinta selanjutnya.

Sikap tegas beliau dalam menjaga kami dari api bahkan sekedar percikan api neraka adalah bukti cinta yang paling besar bagi kami, beliau berusaha menjaga fithrah kami sebagai muslim sebagai bentuk kethaatannya pada Robbul 'aalamin dan cintanya pada kami.

Dan kemudian saya yakin, bahwa ketika orangtua berusaha tunduk patuh pada penciptanya, berusaha menebar benih-benih kebaikan pada ummat, bukan hanya sekedar 'ngeukeupan' kami tapi tetap memeluk kami dalam do'a yang pastinya senantiasa terpanjat, itu menjadi salah satu metode parenting paling efektif..

Tentu saja, hal ini tidak bisa disama ratakan bagi semua orang, bagi semua anak. Tapi teladan yang diberikan orang tua, serta keistiqomahan dan cinta serta kethaatannya pada Robbul 'aalamin tetaplah 'senjata' utama dan paling utama dalam pengasuhan.

Anak yang memiliki waktu yang banyak bersama ayah yang mendurhakai Allah mah sama saja mencelakai dirinya. 

Orang tua yang senang berghibah, tidak pernah mentafakkuri ayat-ayat Allah, hanya memikirkan kebaikan dan 'isi perut' keluarganya sehingga abai pada tetangga dan kerabatnya, orangtua yang durhaka pada ibu bapaknya, yang tidak mau menghubungkan tali silaturahim bahkan memutuskannya, orang tua yang tidak bisa menjaga amalan-amalan untuk akhiratnya, tidak mencintai anak yatim sebagaimana di contohkan RosulNYA, enggan berzakat berinfak serta shodaqoh, dan bentuk-bentuk kedurhakaan yang lain, orangtua yang seperti itu bukanlah orangtua yang mencintai putra-putrinya. Pada Alloh saja dia durhaka, bagaimanakah lagi pada anak-anak dan istrinya ?

Wahai orang yang berstatus orangtua (terutama saya sendiri), ta'atilah Alloh dengan sebenar-benar ketha'atan. Jangan jadikan akalmu sebagai Tuhanmu.. Robbmu hanyalah Alloh Robbul 'aalamin, Robb yang tiada sekutu bagiNya.

Janganlah kecondongan hatimu membuatmu lalai dari mengingat Alloh. Dari thaat padaNya dan dari menjadikan DIA sebagai satu-satunya tujuan hidupmu.

Didiklah anak-anakmu untuk mengenal Alloh, tuntun dia untuk menjadikan Alloh selalu ada dalam setiap helaan nafasnya. Akan menjadi apapun dia nanti, semoga hatinya senantiasa terpaut pada dzikrulloh.

***

Apa, mungkin putrimu ini belum menjadi putri sholihah yang do'anya sampai padamu, tapi putri Apa ini tidak akan berhenti karena kemungkinan seperti itu. Semoga Alloh Ridho atas kita... Mencintai dan menyayangi Apa dan Mamah sebagaimana kalian menyayangi dan mendidikku diwaktu kecil, mengampuni dosa-dosa kita.

Apa, mamah... Cinta ini tidak cukup, bakti ini tidaklah seberapa, amat sangat jauh dibanding cinta dan refleksi cinta Mamah dan Apa untuk kami.

"Robbighfirlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa Robbayaani shogiiro."


Catatan :
Apa : panggilan saya untuk Ayah

Hhhh