"Mau syurga, mi?"
Sering sekali karena suatu alasan atau bahkan karena suatu alasan yang tak jelas dan terlihat sepele, saya tetiba bermuka masam dan agak marah. Apalagi jika pms datang, kami menyebutnya #pmseffects, subhanalloh emosi naik turun dengan drastis saat itu.
Tiba-tiba murung, tiba-tiba kesal, tiba-tiba sedih bahkan marah. Lebih banyak emosi negatifnya, ya...
Entah karena pengaruh hormon atau apa, saya tetap meyakini itu ujian untuk kami.
Kami? Iya. Karena bukan hanya saya yang mendapat dampaknya, tapi juga suami dan anak-anak. Semua yang sering berinteraksi dengan saya di rumah ini harus 'menjaga' sikap dan ucapan agar tidak mengusik si emosi yang sedang labil. Tapi tetap saja, seperti apapun mereka menjaga sikap dan ucapan, selalu ada celah bagi si emosi negatif untuk muncul ke permukaan dengan bentuknya yang membuat repot seisi rumah: linangan air mata sebagai ekspresi dari setiap emosi itu, dan wajah jutek :D
Merepotkan sekali, bukan?
Tapi menurut suami dan anak-anak, "tidak apa-apa jika sesekali ummi seperti itu. Kami jadi ingin semakin melindungi dan memahami ummi. Kami juga bisa merasakan suasana lain di rumah, seperti film ada saat tegangnya.. "
Saya tertawa mendengarnya, saya tahu mereka mengatakan yang sebenarnya, insyaAllah.
Tegang? Ya, mereka tegang dan berhati-hati demi untuk menjaga emosi wanita tertua di rumah ini :D
"Mau syurga, mi?" pertanyaan itu sering muncul disaat si emosi negatif agak mendominasi. Setelah itu biasanya saya semakin terisak dengan pundak suami sebagai sandaran.
Dibanding kondisi kesehatan saya, pms terasa lebih berat untuk saya, sahabat :)
Saya semakin terisak hingga luruh semua emosi saya disana. Saya berharap masuk syurga sekeluarga, tapi bahkan saya tak sanggup berperang dengan diri saya sendiri, berperang melawan emosi negatif yang tentunya berdampak pada anak-anak...
Tangis pun terhenti, dan sungguh, saya malu. Malu pada Robbul 'aalamiin, malu pada diri saya sendiri juga malu pada suami dan anak-anak.
Malu kok di tulis disini? Hee... #abaikan.
"Mau syurga, mi?" mendapati pertanyaan itu membuat hati terpaut bagaimana rupa dari Ridho Allah yang subhanalloh sebenarnya tak terjangkau akal, tapi ada bayangan indah yang teramat sangat kala mengingatnya.
Syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, dan mereka kekal di dalamnya. Banyak kita dapati ayat ini dalam Al Qur'an.
Sahabat, apa yang Anda fikirkan tentang itu?
Saya sendiri, saya membayangkan sebuah tempat yang nyaman, tak ada hiruk pikuk seperti yang kita saksikan hari ini, damai, tentram,hmmm... Apa lagi yaa?! Subhanalloh ... Nikmat Allah yang kita dapatkan atas izinNya hari ini saja sukar untuk di deskripsikan lewat apapun, apatah lagi syurgaNya.
Semua yang dipandang indah dalam hidup apalagi bagi seorang wanita seperti rumah, kendaraan, pakaian, tas, sepatu atau apalah apalah...semua itu tak kekal, hanya dalam hitungan puluhan tahun saja bisa kita nikmati. Atau mungkin dalam hitungan tahun, bulan, Minggu, hari? Atau bahkan hanya dalam hitungan jam, menit, detik? Semua itu tak abadi, sedangkan syurga ... Khoolidiina fiihaa abada, kekal didalamnya.
Sahabat,
Ada satu kisah yang sering kami ingat. Kisah tentang seorang shahabiyah yang mulia, Nusaibah binti Ka'ab Al Anshoriyah atau yang kita kenal Ummu Imaroh.
Banyak riwayat yang mengisahkan pada kita akan keberanian Nusaibah kala berperang, dia tidak menghiraukan diri sendiri ketika membela Rasulullah.
Dalam satu riwayat disebutkan, saat itu, Nusaibah menderita luka-luka di sekujur tubuhnya. Sedikitnya ada sekitar 12 luka di tubuhnya, dengan luka di leher yang paling parah. Namun hebatnya, Nusaibah tidak pernah mengeluh, mengadu, ataupun bersedih.
Ketika Rasulullah melihat Nusaibah terluka, beliau bersabda, "Wahai Abdullah (putra Nusaibah), balutlah luka ibumu! Ya Allah, jadikanlah Nusaibah dan anaknya sebagai sahabatku di dalam surga."
Mendengar doa Rasulullah, Nusaibah tidak lagi menghiraukan luka di tubuhnya dan terus berperang, membela Rasulullah dan agama Allah. "Aku telah meninggalkan urusan duniawi," ujarnya.
Nusaibah binti Ka'ab Rodiyallohu 'anhu rela meninggalkan urusan duniawi untuk akhirat yang kekal, sedangkan saya? Yaa Robb, sangat jauh perbedaan kita (terutama saya) dengan mereka. Kita yang bahkan berperang dengan diri sendiri saja lebih sering uring-uringan nya...
Tapi, Allah lebih menyukai hambaNya yang optimis dan terus berusaha dan berdo'a.
Kelemahan kita seharusnya lah membuat kita semakin mendekat dan bersandar serta selalu berharap pada Allah yang Maha Kuat. Bukankah begitu, sahabat? Hee..
Balananjeur menjelang siang ini agak mendung, kantuk dan dingin menyergap, abdi #defa_s_hidayat insyaAllah masih dengan buku yang sama dengan buku yang kemarin dibaca, buku karya pak Natsir.
Curcol wae nya? Hee.. Semoga menjadi kebaikan dan membawa kebaikan. Baik menurut Allah, insyaAllah Aamiin.
Balananjeur, 16 Agustus 2017
Dituliskan kembali di Balananjeur, Kamis, 1 Juni 2023