Kamis, 31 Desember 2020

Horee Aufa Pulang (bagian 3)

Ingatan ini akan menjadi tulisan marathon, ingatan saya sejak hari pertama kepulangannya hingga hari ini yang sengaja saya tulis di sini. Masih berupa potongan ingatan, nanti diperbaiki sedikit-sedikit. 
Hari ini saya bisa menulis maraton dan agak lama karena anak-anak sedang bersama aktifitas mereka masing-masing, sulung dan nomor 2 berangkat ke masjid untuk shalat jum'at, de Olin sedang menonton Nusa Rara favoritnya dan Aufa sedang ke rumah Desinta.

Aufa dan Desinta itu shahabat karib semasa MI. 6 tahun bersama tentu mengeratkan pertemanan mereka, bukan hanya di MI tapi juga di madrasah diniyah dan tadarus ba'da shubuh di masjid juga tahfidzul qur'an 2 kali dalam seminggu di masjid Al Furqon. Bukan hanya Desinta, satu teman lainnya Kaka alias Novika. Mereka dulu sahabat karib yang seolah tak terpisahkan. Teman-teman Aufa yang laia adalah Saropah,  Riska dan Isma. Ah, tiba-tiba semua kisah masa kecil Aufa berkelebatan dalam bayangan, seolah baru kemarin semua itu terjadi. Padahal ia sudah berlalu lumayan lama, namun semua masih melekat dalam ingatan. Duhai ingatan..

sejak hari pertama kepulangannya dia sudah bertekad bahwa hari-harinya selama liburan disini akan dia isi dengan hal-hal yang bermanfaat yang tak boleh membuatnya menyesal saat ia kembali nanti. Selain bersama kami, saudara-saudaranya juga teman-temannya, memakmurkan masjid kami adalah hal yang sudah dia azzamkan sejak lama untuk dilakukan. 

Dia sudah menghubungi uwa dan teman-temannya untuk rencananya itu, dia bertekad untuk menjadi seseorang yang bermanfaat, ilmu yang dia miliki haruslah membawa kebaikan bukan hanya untuk dirinya tapi juga bagi semua orang di sekitarnya.

"teteh, kalau mau tidur lagi, nggak apa-apa tidur saja dulu. Teteh pasti lelah, nggak apa-apa kalau teteh mau tidur lagi." hari itu meski saya terbiasa melarang anak-anak tidur ba'da shubuh tapi demi melihat dia kelelahan, saya memberiny keringanan. Saya faham letih itu..

Tapi dia menolak dan mengatakan bahwa dia akan merasa tidak enak jika tidur lagi meski dia ingin,"Ustadz Helmi mengatakan, tidak boleh tidur setelah shubuh. " MasyaAllah, benarlah kiranya bahwa orang tua hanya akan memiliki 12 tahun pertama bersama anak-anak. 12 tahun pertama itu anak-anak kita hanya akan mendengar apa kata kita, referensi nya dari kita dan semua dari kita . Lalu setelah itu, akan ada orang lain yang menjadi referensi hidupnya, ada pesan dan nasihat lain yang akan dia jadikan pegangan, seperti yang saya lihat hari ini.

Sungguh, setiap perbuatan baik dan setiap kebaikan tidak datang dengan sendirinya. Ia butuh pembiasaan,ia butuh tauladan, dan ia membutuhkan hati yang tunduk. Hari ini saya melihat itu, melihatnya yang terpaut pada kebaikan dan kebaikan serta nasihat asatidznya membuat kami menata syukur jauh lebih besar dari sebelumnya.. 

Horee Aufa Pulang (bagian 2)

 Jum'at pertama Aufa di sini setelah melalui 4 hari masa liburnya, sebenarnya sudah 5 hari hanya saja hari pertamanya dilalui di perjalanan pulang Bogor-Tasikmalaya. Qodarulloh 'alaa kulli syaiin, rencana pulang hari Selasa nya ternyata maju satuhari menjadi hari Senin.

Saat mendapat kabar fixed kepulangan Aufa, saya sedang di perjalanan menuju Salawu, menuju rumah salah satu saudara kami yang akan melaksanakan walimah putrinya. "Ibu, hari ini kami berangkat dari Bogor." WA dari Pak Agung yang akan menjadi pembimbing kepulangan Aufa membuatku ingin segera kembali pulang ke rumah agar bisa mempersiapkan kepulangan Aufa. Tapi saya tak cukup berani mengatakannya apalagi saat melihat ekspresi bahagia Emak mendapati kami (menantu-menantunya) semuanya bisa ikut ke Salawu. Saya pun tetap ikut perjalanan meski hati saya mengembara bersama ia yang sedang perjalanan pulang.

Saat di Salawu pun saya tak bisa tenang, terus menerus melihat hp mengikuti info perjalanan Aufa melalui WAG wali santri juga WA pak Agung. Saya tidak bisa fokus, enggan berbaur dengan yang lain. Yang ada di fikiran saya hanya rumah dan Aufa.

Jam setengah 5 sore saya kembali ke rumah, bertepatan dengan itu hujan turun sangat lebat dan sebuah panggilan masuk mengabarkan bahwa Aufa kami sudah sampai di Balandongan, artinya sebentar lagi puteri kami sampai di Pamoyanan, artinya Abi nya harus segera berangkat ke Pamoyanan untuk menjemput shalihah kami.

Dengan mobil kolbak kakak saya, kakang berangkat ke Pamoyanan. Tidak membutuhkan waktu lama. mobil yang menjemput puteri kami sampai di halaman rumah kakak saya.

MasyaAllah, hadza min fadhli Rabbi. Mendapatinya tepat di pelupuk mata dengan tinggi tubuhnya dan senyum serta sorot mata lembutnya membuatku tergugu, "Rabbana.." hati ini dilingkup bahagia teramat sangat, meski tangis menjadi warna lain dari pertemuan, tapi ada hati yang tiba-tiba terasa sangat lapang..

"Teteh Aufa, Shalihah Ummi, Puteri cantik ummi, apa kabarmu Nak? Ummi rindu.." Kami menangis dalam deru hujan menjelang maghrib itu. Tangis bahagia pengobat rindu..

Belajar Menulis Di KMO (bagian 2)

 

Well, seperti yang pernah saya janjikan beberapa waktu yang lalu, saya akan meneruskan menjejak kisah selama belajar di KMO.

Apa sih KMO itu?

Apa motivasi ikut KMO?

Apa sih KMO itu? KMO itu kepanjangan dari Kelas Menulis Online. Sebenarnya anda bisa googling dan searching sendiri di internet tentang KMO atau mengikuti akun media sosialnya untuk tahu lebih banyak tentang KMO. Setelah searching apalagi kalau anda mau ikut KMO nya, saya yakin anda bisa berseru kegirangan sambil mengatakan dengan penuh keyakinan, “Saya bisa menulis.” Lalu anda mulai ketagihan menulis ataupun ikut KMO batch selanjutnya. Saya sendiri sekarang berada di batch 29, tapi sudah berazzam untuk ikut batch selanjutnya insyaAllah sambil tetap mengasah kemampuan menulis. Ada yang mengatakan kalau menulis itu butuh jam terbang, jadi sambil belajar juga sambil mengaplikasikan yang sudah diajarkan.

Selain itu, menulis juga butuh keberanian. Berani mengakui diri sebagai penulis dan berani mempublikasikan tulisan. KMO menjadi kesempatan yang baik untuk mendapatkan keduanya. Di KMO kita di motivasi untuk mengikrarkan diri mengakui kalau kita itu penulis, di berikan keyakinan kalau kita bisa nulis, kita juga di tuntun untuk menulis dan berani mempublikasikan tulisan kita.

Penting ya tulisan di publikasikan?

Begini ya teman, saat menulis atau memutuskan untuk menjadi penulis, pastilah kita punya tujuan atau motivasi. Terutama bagi saya yang ingin menjadikan tulisan saya sebagai penjejak langkah membangun generasi, menulis untuk peradaban. Tak mungkin kan kalau ingin membangun peradaban tapi tulisan yang kita buat hanya bisa di konsumsi sendiri, harus ada yang tergerak dengan tulisan saya an tak mungkin ada yang tergerak kalau hanya saya sendiri yang bisa membaca tulisan saya. So, harus ada yang membaca tulisan saya.Dan KMO menjadi langkah baik bagi saya untuk mengapresiasi diri saya sendiri meski saya masih belajar dengan meyakini kalau, “SAYA ADALAH PENULIS DAN SAYA SIAP MEMBANGUN PERADABAN DENGAN TULISAN SAYA.” Saya berdebar sendiri saat menuliskan  ini, ini keyakinan yang membuat saya tak khawatir atau terbersit rasa malu  untuk tetap menulis.

Pertama kali kenal KMO dari Kak Trias, moderator pelatihan menulis fiksi dari SIP Publishing. “Ummi, barangkali mau ikut KMO?” tanya nya di chat sambil menjelaskan apa itu KMO. Saya langsung mengiyakan dan mengisi link yang kak Trias kirimkan saat saya bilang sangat ingin ikut.

Beberapa pertanyaan ditanyakan, seperti nama, usia lalu genre kelas yang akan kita ambil dan siapa yang merekomendasikan. Dengan penuh keyakinan saya tuliskan genre non fiksi, well saya fikir saya harus mengikuti kelas non fiksi dulu dengan keyakinan bahwa saya lebih mudah di genre ini. Tentu saya sangat ingin belajar menulis fiksi, insyaAllah setelah batch ini selesai saya akan mendaftar lagi untuk belajar non fiksi lagi. Lho? Saya merasa saya masih akan butuh belajar non fiksi lagi, sampai saya siap untuk belajar fiksi di batch selanjutnya lagi.

Setelah siap? Tepatnya sih saya membutuhkan lebih banyak waktu untuk berrdiam di satu kelas sampai saya benar-benar yakin saya sudah bisa mengikuti kelas selanjutnya. Sampai saya merasa cukup di kelas ini meski saya yakin saya tidak akan merasa cukup.

Kalau saya katakan saya tipe yang senang belajar atau belajar adalah hobby saya apakah anda akan percaya? Anda tak harus percaya tapi memang itulah saya. Saya menikmati saat-saat dimana saya bisa belajar dan tak pernah merasa cukup saat belajar satu hal. Saya bisa duduk berlama-lama hanya untuk mempelajari satu hal, ya satu hal sampai saya yakin saya harus mempelajari yang lainnya dan begitu seterusnya.

Agak lama saya menunggu kepastian berhasil masuk KMO atau tidak, setiap melihat WA berharap ada jawaban. Qodarulooh setelah sekian lama menunggu ada sebuah pesan WA masuk memperkenalkan diri dari KMO, kalau tidak salah dari PJ nya langsung, dari Kak Rurry Kaimuddin. Sangat ramah isi pesannya, memperkenalkan diri kalau dia dari KMO Indonesia dan meminta biodata diri saya kembali lalu memberi link telegram KMO Indonesia dan nama akun IG juga FB KMO untuk di pelajari selama saya menunggu dimasukkan group KMO. Saya langsung masuk dan menginvite link yang diberikan kak Rurry dan asyik belajar melalui yang saya baca sembari menunggu masuk group.

Masuk KMO, Kesan dan Tekad

MasyaAllah laa quwwata illaa billahil ‘aliyyil ‘adziim, dan disinilah saya sekarang berada, di KMO batch 29.

PJ kami luar biasa baik dan shabar. Hee..

Usia saya mungkin sudah tidak muda lagi, loading berpikir saya kadang agak lama. Jadi saya sering japri kak PJ untuk meminta penjelasan lagi tentang banyak hal yang belum saya fahami. Kak Rurry, Kak PJ kami ini memberi penjelasan dengan penuh shabar. masyaAllah, KMO termasuk PJ dan para pemateri mematahkan anggapan sebagian orang yang sering mengatakan, “tak ada yang gratis dalam hidup.” Apalagi perkataan, “mana ada orang yang mau bagi ilmu Cuma-Cuma.” Mereka boleh saja mengatakan itu, tapi KMO mematahkan anggapan itu. Sering terpikir , “masyaAllah, luar biasa KMO ini. Berbagi illmu dan bershabar mengajari dan menuntun tanpa pamrih.” masyaAllah.

Cuma-Cuma tapi tidak percuma. Di sisi Allah tidak ada yang percuma, Allah kan mencatatnya sebagai kebaikan dan jariyah kebaikan yang pahalanya kan mengalir deras meski raga telah terpisah dari jasadnya. masyaAllah visi yang luar biasa.

Di KMO kepercayaan diri kami dibangun, motivasi kami menulis di apresiasi lalu di beri ilmu yang membuat kami semakin berhasrat untuk menulis. “Semuanya karena cinta. Cinta pada kebaikan agar tersebar luas, cinta karena manfaat yang bisa di gali pembacanya.” Kalimat ini saya dapat dari materi pertama, dari Kak Tendi Murti.

Apa yang anda rasakan saat membaca kalimat itu? Kalau saya, saya merasa di beri keyakinan kalau saya menulis itu semua karena cinta. Bukan hanya mencintai aktivitas menulis tapi juga karena mencintai perbuatan baik dan ingin agar kebaikan itu tersebar luas dan dapat di gali manfaatnya oleh orang lain.

Khoirunnaas ‘anfa’uhum linnaas, sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain. masyaAllah, dengan menulis dan menebar kebaikan dari tulisan kita, tekad untuk menjadi sebaik-baik manusia bisa terwujud.

Bismillahirrahmaanirrahiim, mungkin tulisan saya masih tak memenuhi kaidah tulisan yang seharusnya, manfaat yang diharapkan bisa dirasakan orang lain pun bahkan mungkin sekedar angan, tapi saya tak akan surut dengan kekurangan saat ini, saya akan menulis dan tetap menulis sampai jatah usia saya habis.

Seperti kata kak Tendi, “Saat kamu bilang, “oke, writing is not my passion!” saya akan jawab dengan teriak: “Hey, it’s not about passion guys.” “ ya, saya juga akan teriak dengan lantang dan katakan, “Hey, it’s not about passion!”

“Ini tentang cita-cita dan motivasi!

The question is, “why we have to write a book?”

Hobi? Gaya-gayaan? Pengen di anggap keren? Pengen terkenal? Karena pengen banget yang pengen nulis supaya di anggap keren.

Padahal, ketika kita menulis, sesungguhnya kita sedang berusaha mengubah pola pikir yang membacanya?

Kenapa kita harus menulis? Karena sudah waktunya kita membuat sebuah perbaikan.

Terlalu banyak buku yang merusak pembaca, tapi sebagai penulis terlalu sibuk dengna berpikir bahwa nulis itu bikin  kaya.

Bisa kaya, bener bisa banget. Tapi kaya ini hanya efek saja. Uang itu hanya efek dari sebuah pemikiran besar kita tentang sebuah perbaikan.Jika kita hanya terpokus pada keuntungan materil, maka Allah akan ngasih dan cukup sampai di situ saja.Tapi ketika kita punya impian besar untuk memperbaiki keadaan, banyak orang yang akan bantu kita.. masalah dana? Allah yang akan ngatur..” MasyaAllah, kalimat demi kalimat dalam materi yang disampaikan di materi pertama oleh kak Tendi Murti membuka cakrawala harapan kami akan motivasi yang sudah kami azzamkan. Hari ini disini saya mengikrarkan diri menulis untuk sebuah alasan yang agung, insyaAllah sebuah alasan yang bukan hanya berkutat seputar materitapi sebuah kebaikan dan perbaikan dengan harapan Allah Ridha dan jadikan ini sebagai hujjah di hadapan Allah kelak.

Aa Mengikuti Seleksi Beasiswa Perintis (bagian 3)

Tanggal 3 Januari 2020 nanti Aa mengikuti ujian awal seleksi beasiswa perintis. Dia terlihat bertambah tegang menghadapi ujiannya. That is not Aa, biasanya Aa tak sekhawatir itu saat menghadapi ujian apapun. Itu hal yang positif, jadi dia bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik saat menghadapi ujian.

Saya membelikannya buku latihan UTBK, sebuah buku tebal yang saya pesan dari salah seorang adik yang saya kenal di komunitas bisa menulis. Jika dia merasa ada tuntutan, cukuplah tuntutan itu datang dari dirinya sendiri, bukan karena saya atau abi nya atau siapapun disekitarnya. Saat saya memfasilitasinya dengan sesuatu yang menurutnya di luar kemampuan saya, sungguh itu bukan karena saya ingin dia memenangkan kompetisi (untuk saya), tapi karena ingin dia berjuang dengan baik dan benar untuk kebaikan dirinya sendiri.

Pagi ini Aa di kamarnya dengan pensil, buku, dan semua yang dia perlukan untuk berlatih soal..

Selasa, 29 Desember 2020

Ya, Nikmati Saja

Saya suka melukis kenangan, tidak dengan cat, kuas ataupun kanvas...tapi dengan sesuatu yang saya sebut, "nikmati saja!" 

"Nikmati saja!" bagi saya bukan hanya sebuah kalimat penegasan atau sekedar kata untuk menghibur hati... Ia adalah bentuk peneguhan bahwa seperti itulah hidup yang harus di jalani.

"Nikmati saja!" bukan berarti pesimis dengan sesuatu yang lebih baik yang seringkali berkelebat dalam angan, tapi bentuk total atas penyerahan diri pada Allah al a'la.

"Nikmati saja!" bagi saya juga mengandung arti shabar dan syukur...

Meski, lebih seringnya semua ini hanya bergaung sebatas tataran angan ideal..hee..

"Nikmati saja!" artinya, saat anak-anak membuat gaduh seisi rumah lalu meninggalkan jejak-jejak di setiap inci rumah dengan barang-barang yang tak lagi pada tempatnya... Saat itu, hati tak harus menggerutu dan lisan mengeluh. Nikmati saja, semua ini hanya sebentar.. Dan selalu penting artinya buat mereka..

"Nikmati saja!" juga berarti sebanyak dan serepot apapun tugas-tugas menanti uluran tangan, cukup kerjakan dengan nama Allah dan tersenyumlah !!

Yaa... Nikmati saja!!!
Ini hanya masalah waktu...

Minggu, 27 Desember 2020

Horee.. Aufa Pulang (bagian 1)

Ikhlaskan saja! 

Kalimat ini tlah ku azzamkan sejak kali kedua kami mengantar teteh kembali ke asrama Juli kemarin. Tapi hari ini Allah berkehendak lain, saat ikhlas telah di azzamkan, Allah berikan kabar bahagia.. Shalihah yang selama ini hanya bisa kami peluk melalui doa akhirnya bisa pulang. 

MasyaAllah hadza min fadhli Rabbi. 

Sejak hari ini, saya akan menuliskan kisahnya disini.. InsyaAllah. 

Kenapa Membuat Target?

Kenapa harus membuat target? 

Tak jarang kita temui banyak ibu atau orang tua baik ibu ataupun ayah membuat target-target tertentu bagi buah hatinya. Misal dalam usia 1 tahun harus sudah bisa calistung atau hafal 30 juz. Hee contohnya luar biasa pisan nya? 😁 misal mah suka-suka yang nulis ya 🤭

Sepenting apa harus membuat target tinggi untuk anak-anak, sampai kita lupa bahkan kita pun sering terbebani dengan target-target seperti itu? 

Kita membuat target anak usia 2 tahun harus sudah bisa ini dan itu sedangkan kemampuan kita tak cukup untuk membuat anak mampu memenuhi target kita. Ingat Bunda, salah satu kunci keberhasilan anak dalam memenuhi target yang kita buat terletak pada usaha kita, ibu nya. Pada kesungguhan dan sebesar apa kita berusaha. Kalau kita membuat target tapi kitanya sendiri malas-malasan bin ogah-ogahan mendampingi anak mah sama juga bohong. 

Atau kita membuat target tinggi untuk anak tanpa memperhatikan psikolgis anak atau kemampuan anak (dan kemampuan kita) sama saja nyuntrungkeun diri sendiri. 

So, daripada riweuh teu pararuguh sambil membuat beban buat diri kita sendiri juga beban berat buat anak, berhenti lah membuat target terlalu tinggi! 
Nikmati saja prosesnya, bermain lah dengan anak sepuasnya, jalani saja dengan penuh syukur dan gairah menciptakan ruang yang ramah anak. 

Lihatlah jauh ke dalam diri kita saat kita harus membuat target, sesuaikan dengan kebutuhan pokok anak dan periksa kembali niat kita. 

Berbahagialah dan jangan membebani diri sendiri saat anda bisa memilih untuk menikmati kebersamaan tanpa tekanan! 

Sabtu, 26 Desember 2020

Belajar Menulis di KMO (part 1)

Keringat dingin mengalir deras meski udara malam terasa menusuk. Tapi saya sudah terbiasa hingga setiap kali di tambah sakit yang menusuk dada, saya hanya berucap, "Rabb ku, jadikan ini penggugur dosa! Ridha lah padaku wahai Ar-Rahman Ar Rahiim.! "

Seharusnya mungkin mengikuti bujukan kakang untuk istirahat saja, tapi kalau tidak dituliskan hari ini, saya tidak tahu apa besok masih bisa menulis?! 

Materi KMO tadi membahas tentang tema dan ide. 

Wait, saya belum cerita tentang KMO di sini ya? Hmm, hari ini saya tidak akan menulis kepanjangan KMO atau apa itu KMO, InsyaAllah saya tuliskan itu di lain kesempatan. Sebenernya itu mah bisa googling ya, tapi karena saya ingin membuat jejak sendiri jadi saya harus membuat tulisan dari kacamata saya sendiri. 

Di bagian nanti tentang KMO saya mau tulis materi pertama, kedua dan proses saya ikut KMO; siapa yang merekomendasikan, motivasi ikut, siapa pj na dan kesan selama materi pertama. 
Dan hari ini, izinkan saya menuliskan dulu bagaimana saya melalui kelas hari ini. 

Qodarulloh Allah kembali uji dengan sakit yang sangat sebelum maghrib nanti. Alhamdulillah kakang dan Olin sigap memberikan pertolongan pertama yang membuat kesadaran saya tetap ada, biasanya kalau telat mah suka sampai tidak sadarkan diri tapi Alhamdulillah petang tadi tidak sampai pingsan lagi. Alhamdulillah 'alaa kulli haal. 

Setelah minum madu, 2 gelas air putih dan bawang putih tunggal, saya tertidur pulas. Hmm entah tidur entah pingsan sih, yang jelas saya tidak ingat apa-apa 😁. Kebetulan sedang berhalangan shalat. 

Alarm di kepala saya tiba-tiba menyala saat jarum jam sudah menunjukkan angka jam 8 kurang sekian belas menit. Saya merasa terlambat dan cukup rurusuhan mengisi presensi.. Suami terlihat kaget melihat saya yang tiba-tiba bangun dan langsung mengisi presensi, "ummi sudah baikan?" Dia mengusap kepala ini lembut, memelukku seolah saya baru pergi dari mana. Apa mungkin tadi saya bukan tertidur, tapi pingsan? Ah saya tidak mau menanyakan itu karena khawatir membuatnya semakin khawatir. 

"Ummi ingin menulis minimal 2 buku solo (sebelum meninggal), jadi ummi InsyaAllah baik-baik saja." Jawab saya pelan. Oh noo, suara saya sangat pelan lagi. 

Lagi? Iya, saya pernah kehilangan suara setelah sebelumnya pelan. Jangan tanya saya kenapa, karena saya sendiri juga tidak tahu 😁

Well, meski dia terlihat khawatir tapi dia tahu dia tidak bisa menghentikan istrinya belajar. Sesekali dia melirikku, mengamati apakah benar istrinya cukup kuat untuk belajar.. Ah seharusnya saya menuliskan ini di bab tersendiri, tapi saya ingin menuliskannya di bagian ini. 

"Sayang, jangan  khawatir. Istrimu baik-baik saja! Lihat, aku InsyaAllah kuat. Don't worry ok!"

Dan.. Mulailah saya bertualang menjelajahi samudera ilmu yang sebenarnya sudah pernah saya pelajari saat masih duduk di bangku sekolah dulu, tapi kali ini terasa lain, kali ini saya menyiapkan diri menerima ilmu 🤭 tiba-tiba terpikir, harusnya para pelajar menjadikan ilmu sebagai kebutuhan pokok bukan hanya tugas atau rutinitas yang seringnya membuat mereka terbebani. Agar saat mereka mendapat ilmu, gelas mereka bisa benar-benar dikosongkan dulu untuk kemudian penuh terisi ilmu yang di dapat saat itu. 

Dalam kondisi itu, ilmu yang di Terima lebih mudah di cerna dan menetap lebih kuat InsyaAllah. 

Saat kita menjadikan ilmu sebagai kebutuhan, saat kita menjadikan belajar sebagai sebuah hobi, saat itu bahkan sakit dan usia atau sempitnya waktu sekalipun tak kan menjadi batasan untuk tetap mencari ilmu, untuk tetap belajar, untuk tetap menjelajahi samudera para pewaris Nabi; ilmu. 

Al Ilmu Nuurun, ilmu itu cahaya. Ilmu yang kita pelajari akan menjadi cahaya bagi kita saat kita tahu bagaimana aspek kebermanfaatan ilmu ini. Dan semua itu hanya bisa di dapat saat kita sadar bahwa ilmu yang kita pelajari adalah ilmu yang kita butuhkan. 

Jam sudah menunjukkan angka 22 saat saya menyelesaikan tulisan ini. Kepala saya di penuhi banyak kosa kata yang ingin saya tuliskan, well saya tipe yang ketika saya mendapat ilmu saya akan langsung praktekkan dan bagikan. Hee.. Saya senang saat bisa berbagi, inginnya sih berbagi harta, tapi untuk saat ini hanya ini harta berharga yang saya miliki: waktu dan menulis. Jadi, saya berusaha menulis demi menjejak amal shalih yang sekali lagi baru ini yang bisa saya lakukan. 

Saya tidak tahu amal apa yang kelak bisa menjadi hujjah di hadapan Allah, semoga usaha kecil ini bisa menjadi hujjah bagi saya di yaumil akhir kelak. 

Saya mungkin tidak pandai dalam dunia tulis menulis, saya juga tidak berpikir tentang passion atau semacamnya. Saya hanya tahu bahwa says butuh menulis, menulis untuk peradaban dan menjejak amal.. Semoga Allah Ridha. 

Baiklah, kita bertemu di postingan lainnya tentang proses belajar di KMO nanti InsyaAllah. 

Tentang Waktu Yang Bergerak

Sekarang teh malam Ahad , ya? Subhanalloh...
Sudah malam ahad lagi rupanya.

See, waktu tidak berdetak mengikuti keinginan kita. Ia berjalan mengikuti aturan yang telah di atur Robbnya. Robbul 'aalamiin, Robb yang menguasai alam raya, termasuk diri kita yang sering sekali lalai dari Nya.

Waktu, sejatinya ia berdetak bukan untuk memanjangkan usia kita, tapi justru mempersempit jarak kita dengan kematian. Mendekatkan jarak kita dengannya, dan semakin memperpendek usia yang tersisa.

Bicara tentang Kematian wae, nya?
Kita sering lupa bahwa kita akan mati, terkubur di ruang gelap nan sempit, kembali menjadi tanah yang di injak... Tak ada kebanggaan yang dapat kita sombongkan untuk menghentikan datangnya kematian pada kita.
Ya, kita sering sekali melupakan bahwa tak ada yang layak kita sombongkan karena kita semua berasal dari asal yang sama dan akan kembali menjadi tanah yang sama.

Kita, kita sering lupa..
Hingga kelalaian dan kelalaian, kedustaan demi kedustaan, caci maki dan pertentangan padaNya senantiasa kita lakukan, tak pernah habis akal dan kata untuk menghujatNya dan syari'atNya, padahal kelak hanya DIA satu-satunya yang dapat menolong dan menyelamatkan kita dari siksa pedih api neraka.

Kita,
Kita sering sekali lupa atau pura-pura lupa, hingga tanpa segan dan tanpa sesal kita acungkan jari telunjuk kita dan mengeluarkan banyak kata untuk melukai saudara-saudara kita yang sedang berjuang di jalanNya dengan harta, waktu, jiwa, pena dan semua yang ada pada mereka.
Padahal boleh jadi, kedudukan mereka di sisi Allah jaaaauh lebih utama dan lebih unggul dari kita.

Kita,
Kita memang pelupa..
Hingga kita seringkali lebih merasa aman dengan amal kita yang boleh jadi tak seberapa disisi-Nya.
Kita merasa telah berbuat dan berjuang dengan semua yang kita bisa, bahkan membawa manfaat bagi banyak orang...tapi boleh jadi, semua itu tak ada artinya disisi Allah.

Bagaimana bisa?
Jangan bertanya bagaimana bisa... Karena terlalu banyak amalan kita yang hanya sekedar fatamorgana, hanya sekedar berbuah lelah dan cape saja, sedang aturanNya kita hiraukan dengan dalih, "itu tidak relevan untuk hari ini."
Na'udzubillah...tsumma na'udzubillahi min dzaalik!!

Yaa...
Kita adalah pelupa yang handal,
Hingga karenanya kita sering lupa menunjukkan jari telunjuk kita pada saudara seaqidah yang harusnya kita bela,
Menunjuk dengan kata-kata yang menurut kita pantas, tapi sesungguhnya ke empat jari yang tersisa akan menunjuk pada kita,

"Sumbu pendek." apa kita yakin kalau kita sumbu panjang??
"Jangan simpan otak di dengkul!" apa jangan-jangan kita yang menyimpan otak kita tidak pada tempatnya?
"Baca yang bener!" apa mungkin justru kita yang tidak membaca dengan benar?
"Jangan jadi orang yang intoleran! " apa justru kita yang intoleransi hingga kita terus berkoar tentang toleransi yang justru sudah mereka lakukan lebih baik dari kita?

Dan banyak lupa lain yang membuat telunjuk kita dengan mudahnya menguliti saudara-saudara seaqidah kita yang boleh jadi kedudukan dan kecintaannya disisi Allah jauh lebih baik dari kita.

Ya... Itulah kita..
Itulah saya...
Sering lupa, bahwa jari telunjuk kita, lisan kita, tulisan kita, gerentes hati kita, pandangan dan pendengaran kita, semua yang menyaksikan, kelak mereka akan bersaksi untuk kita...
Bersaksi atas semua yang pernah kita perbuat sebelum tiba masa kematian kita.

Kita sering lupa bahkan berusaha untuk lupa..
Maka izinkanlah saya menulis disini untuk menjadi pengingat dan nasihat bagi diri saya sendiri dan juga Anda, bahwa kita akan mati dan pasti mati.

Kemudian dibangkitkan lagi setelah kematian kita.
Dan sungguh, semua yang kita bela di dunia, boleh jadi sebagiannya lagi justru akan berbalik menyerang dan memberatkan Mizan keburukan kita. Dan sebagiannya lagi kan menjadi penolong dan pembela kita.

Dengan wajah seperti apa kita kan menghadapNya, kelak??
Apa yang membuat kita yakin bahwa kita layak di cintai olehNya, sedang hati kita lebih condong pada orang-orang yang dzolim???

Abaikan dan Nikmati Saja!

Abaikan Saja! 

Rumahmu berantakan,cucian menumpuk, sedang di saat bersamaan balitamu menangis minta perhatian anda. Apa yang akan kita lakukan? 

Nikmati saja! 

Biarkan saja dulu rumah berantakan, biarkan saja dulu cucian menumpuk, balita kita lebih membutuhkan kita. 

"Gimana nanti kalau ada yang berkunjung saat melihat bagaimana berantakannya rumah kami? " Ah ya, memang tak jarang kalimat sumbang bukan hanya datang dari tamu yang berkunjung tapi juga pasangan hidup yang kurang peka. Abaikan saja kalimat sumbang yang mungkin ada! 
Abaikan saja dan fokus hanya pada bagaimana anda bisa tetap menjaga kewarasan anda! 

Berfokus pada apa kata orang hanya akan melahirkan keresahan, hati yang diselimuti kekhawatiran dan pada akhirnya beban hidup berkepanjangan yang efeknya bukan hanya tak baik bagi anda tapi bagi orang-orang yang anda sayangi. 

Jadi, nikmati saja apa yang bisa anda lakukan dan abaikan ingatan "apa kata orang? "
Orang lain tak menanggung hidup anda, eh hidup anda tidak dalam tanggungan orang lain. Anda lebih tahu hal apa yang bisa anda pilih, apa yang paling tepat untuk anda prioritaskan, dan kebahagiaan serta kewarasan anda terletak pada pilihan anda sendiri. 

Mau memilih untuk bahagia dan tetap waras atau memilih terbelenggu dalam aturan dan pandangan orang lain? 

Memang apa yang salah dengan rumah yang berantakan? Apa orang lain bersedia membantu mengasuh anak-anak anda agar anda bisa menjadikan rumah anda kinclong dulu. 
Atau mereka dengan suka rela membereskan seisi rumah sedang anda bisa fokus pada buah hati anda. MasyaAllah, komentator dengan komentar negatif hanya tahu cara berkomentar. Jangan sampai komentar buruk menjatuhkan anda. 

Tarik nafas dalam-dalam dan katakan pada yang dengan suka rela berkomentar, "tolong berhenti di tempatmu! Jangan lompat pagar dan biarkan aku menjaga hatiku dari komentar buruk. Kamu tidak tahu lelah yang ku alami, jangan menambah lelahku dengan ucapanmu. Jadi, berhentilah dengan urusanmu dan cukup doakan aku!"

Oh tidak, saya tidak sedang mengajak anda untuk abai dengan pekerjaan rumah. Saya hanya mengajak anda untuk mengabaikan kalimat buruk yang tanpa sadar membuat anda kalut sendiri. Saat anda kerepotan mengurus beberapa hal secara bersamaan lalu anda memilih mengutamakan mengurus anak hingga pekerjaan rumah lainnya terabaikan, jangan gelisah karena hal itu. Nikmati saja pilihan anda dan berbahagialah! 

Kita hanya harus bahagia dulu, setelah itu kita akan semakin terampil mengkondisikan segala sesuatunya. Kita akan semakin tahu harus seperti apa kita.. 

Jumat, 25 Desember 2020

Ibu, Narator Terbaik

Semasa kecil saya melihat Ibunda, setiap kali Ayah kami pulang, Ayah akan bertanya tentang kami putra-putrinya. Ayah menyimak setiap detail peristiwa yang Mamah ceritakan, bukan hanya 1 anak tapi semua putra-putrinya beliau ceritakan. 

Ayahanda sesekali terlihat memberi  feedback atau sekedar mengucap "deudeuh mamah pasti cape." Dan saya melihat wajah letih mamah seketika berubah cerah, sedahsyat itu arti kalimat yang baik. Sedahsyat itu arti di dengarkan. 
MasyaAllah luar biasa sekali arti empati. 

Kadang terpikir oleh saya, "seorang ibu adalah penulis terbaik." Kenapa? Ia sanggup menjadi peneliti yang baik bagi anak-anaknya untuk kemudian dia ceritakan kembali, detail tanpa rekayasa. Hmm kadang ada juga beberapa bagian yang di dramatisir, hee.. Tapi itulah ibu, cintanya adalah fitrahnya. Saat ia mampu berkisah sepanjang dan seruntut itu, ia juga pasti bisa menuliskannya. Kuncinya nanti hanya, "Nulis aja dulu."

Seperti ibunda yang hari itu berkisah selama 5 hari tanpa Ayahanda; tentang bagaimana hari-hari beliau sepanjang Ayahanda tidak di rumah. Tentang kami dan semua yang berkaitan dengan kami. 
Bagi saya itu hal paling unik yang saya lihat dari Ibunda, beliau seolah sudah menyimpan chip khusus untuk menyimpan jejak-jejak kami untuk nanti diceritakan pada Ayahanda saat Ayahanda pulang dan keesokan harinya bertanya, "Mamah bade cerita naon ka Apa? Kumaha barudak salami Apa di Bandung?"

Kenangan itu, sangat membekas. 
Jejak itu... disana ada bahasa cinta yang unik. Bahasa cinta Ayahanda bagi Ibunda dan sebaliknya, juga bahasa cinta orang tua kami bagi kami. 

Di kemudian hari saya berjumpa Ayah muda yang setiap kali pulang mengajar akan bertanya, "apa kabar istriku sepanjang hari ini? Bagaimana kabar anak-anak? Ada yang ingin ummi ceritakan? Abi siap mendengarkan." Itu bukan hanya sekedar kalimat gombalan yang bahkan meski gombalan sekalipun tlah Allah siapkan kebaikan didalamnya InsyaAllah. Beliau benar-benar menyimaknya, mengambil alih semua rasa yang sempat berkecamuk dan menyimpannya untuk dia tanggung di pundaknya. Seperti yang pernah beliau ikrarkan, "ini tugas Abi, simpanlah beban itu buat Abi dan jadilah ibu yang bahagia.".

Ibu yang bahagia.. 
MasyaAllah. 

Lalu saya teringat ucapan Ayahanda dulu, dini hari di bulan Agustus tahun 1998, beberapa hari sebelum beliau berpulang sambil mengetik di mesin tik tua di dekat jendela taman beliau mengucapkan kalimat ini pada saya yang sedang membacakan catatan beliau, "De, Tulislah! Menulislah! " Hari itu saya hanya terbiasa menuliskan apa yang Ayahanda minta untuk di tulis. Tapi di kemudian hari, saya teringat kalimat lainnya yang pernah Ayahanda ucapkan di waktu yang sama, "menulislah untuk peradaban!"

Dan.. 
Saya memilih menuliskan semua yang menurut saya baik untuk di tulis. Saya tetap menceritakan semua kejadian by lisan pada suami saat beliau bertanya, "apa kabar istriku sepanjang hari ini? Bagaimana kabar anak-anak? Ada yang ingin ummi ceritakan? Abi siap mendengarkan."

Tapi, karena kata-kata yang diucapkan hanya akan menguap dan berlalu disana, maka saya juga memilih menuliskannya. Hingga suatu saat meski saya tlah tiada, anak cucu saya, generasi saya bisa tetap menapaki jejak melalui tulisan saya. Tulisan akan tetap hidup bersama mereka yang masih hidup.. 

Saya tidak tahu bagaimana nilainya dihadapan Allah. 
Saya bahkan enggan berpikir bagaimana orang menilainya. 
Yang saya yakini hanya, saya sedang dan harus berusaha menjejak amal kebaikan. Semoga jejak ini menjadi jejak-jejak kebaikan yang saripati hikmahnya bisa diserap dan menyebar hingga Allah berkahi dengan kebaikan bahkan saat saya sudah tidak bisa menjejak amal. 

Rabu, 23 Desember 2020

Di Bangku Teras Emak, 23 Desember 2020

Angin menyapaku lembut, harum bunga melati yang sedang mekar yang merambat di dekat pagar terbawa angin membuatku semakin enggan berangkat dari sini. 

Cericit burung dari rumah Kang Apek yang tepat berada di depan rumah Emak serta desir air sungai membuatku semakin betah berlama-lama di sini. 

Disini, di rumah Emak.. 

"Ummi, rumah masa kecil Abi runtuh? Teteh lihat di status WA Abi." Tangis Aufa pecah saat melihat status WA Abi nya yang memperlihatkan kondisi rumah Emak saat sedang di renovasi beberapa waktu yang lalu. 

"Bukan runtuh, Nak. Uwa sedang merenovasi atap dan genteng rumah Emak. Sedang diperbaiki, shalihah." Jelasku. 

"Ooh.. Teteh kira runtuh. Teteh kaget waktu lihat. Teteh jadi sedih." Hatinya selembut itu MasyaAllah, bahkan hanya dengan mengingat bagian kenangan masa kecil yang berubah bisa membuatnya menangis. 

Ya, here I am now.. Disinilah sore ini saya berada, duduk di bangku panjang teras depan rumah Emak, menikmati semilir angin yang membawa harum aroma melati di sore hari, gemerisik air sungai dan cericit burung.. 

"Ini angin sore, tak baik buat Ummi. Ayo masuk Mi! " Gadis kecil yang sedang suka menggambar menggunakan aplikasi ini mengajakku masuk. Dia tahu, saya tak cukup pandai beradaptasi dengan angin sore 🤭

"InsyaAllah hari ini tidak apa-apa, Nak. Ummi akan baik-baik saja." Raut wajah khawatir terlihat dari matanya yang memicing dan keningnya yang berkerut. 

Seorang teman pernah bertanya, "kenapa memilih untuk menjadi full time mother?"

Salah satu alasannya adalah ini, karena saya ingin menyaksikan semua momen perkembangan anak-anak termasuk perubahan ekspresi dan mimik wajah saat mereka senang, sedih dan semua emosi lainnya. 

Bangku ini bukan bangku yang selama ini saya kenal, ini bangku baru yang di beli kakak kami yang tinggal serumah dengan Emak. Bangku ini di beli untuk menggantikan 'papangge' (sebutan untuk bangku panjang) yang sudah rusak. 

Hmm.. Sebenarnya saya lebih suka papangge lama yang terbuat dari Awi. Rasanya lebih, hmm apa ya 🤔🤔 seolah memiliki arti sejarah tersendiri. Sedangkan bangku yang saya duduki sekarang lebih kekinian, dengan warna coklat tua terbuat dari kayu albasiyah dan ukuran yang lebih tinggi di banding papangge lama yang lebih pendek dan agak lebar. 

Setiap kali ke rumah Emak, saya akan duduk di sini untuk membaca atau menulis atau berbincang dengan Emak. Banyak yang bisa kami ceritakan di bangku ini, ditemani teh buatan Emak yang memiliki aroma yang berbeda dari teh lainnya. Di antara semua area yang ada di rumah emak, saya paling suka di sini. Itu dulu, sebelum ada bangunan pabrik di depan teras ini. 

Dulu saya bisa bebas melihat hijau padi dan lalu lalang orang di jalan beberapa puluh meter dari sini. Tapi sejak ada bangunan pabrik, pandangan saya mulai tersekat. Dan saya mulai kehilangan tempat favorit saya saat di rumah Emak.. 

Selasa, 22 Desember 2020

Aba Azri Sang Penggerak (bagian 1)

Well, sekarang saya ingin menulis ulasan tentang buku trilogi yang saya baca beberapa hari ini. Hmm sebenarnya salah satu buku nya sudah saya baca beberapa minggu yang lalu, tapi karena beberapa kesibukan qodarulloh baru bisa selesai semuanya sekarang. Alhamdulillah biidznillah Allah beri saya kesempatan membaca buku-buku yang MasyaAllah sangat bagus ini sekaligus mengenal Aba Azri yang menjadi tokoh di buku ini serta penulis buku ini sendiri. Alhamdulillah 'alaa kulli haal. 

Sedikit kisah tentang keberadaan buku ini, MasyaAllah ini tak lepas dari kebaikan Aba Azri yang mengirimkannya langsung ke rumah, tidak tanggung-tanggung, 3 buku sekaligus dan beberapa liter susu kefir beliau antarkan ke rumah. MasyaAllah, maka tak salah jika anda kebetulan membaca buku ini dan mengenal sendiri sosok Aba Azri anda pun akan refleks berucap, "ya, inilah memang Aba Azri, sosok inspiratif dengan semangat berbagi yang tinggi. Berbagi ilmu, berbagi materi, berbagi peluang kebaikan, ya inilah memang Aba Azri yang saya kenal." Karena saya sendiri pun langsung berujar seperti itu setelah membaca buku-buku ini. 

Sebenarnya saya tak tahu harus memulai membaca dari buku yang mana, tapi saya tertarik untuk membaca buku ini dulu. Aba Azri "Sang Penggerak", saya suka pemilihan judulnya, Sang penggerak. Ya, sekali lagi, inilah memang Aba Azri yang saya kenal, beliau sosok penggerak yang selalu tampil paling depan terutama dalam pemberdayaan ummat. 

Beliau membuat dobrakan gerakan baru di daerah kami dengan menyediakan wadah pelatihan bagi guru-guru PAUD dan RA melalui yayasan yang beliau emban, yayasan amal ikhlas mandiri. Yayasan amal ikhlas mandiri, kenyataannya yayasan ini sesuai namanya, beramal ikhlas dan mandiri. MasyaAllah

Di buku ini kita bisa melihat sosok Aba Azri dari mulai seperti apa beliau, bagaimana beliau kepada ibunda beliau, bagaimana masa kecil beliau dan bagaimana jejak pendidikan beliau serta semua hal tentang beliau. 

Di sini kita bisa melihat gambaran all about Aba Azri tanpa ada satupun yang dikurangi atau dilebih-lebihkan. Kita (pembaca) bisa melihat seperti apa sih Aba Azri itu; ciri fisiknya, pemikirannya, visi dan misi nya dan lain sebagainya. Buku ini sangat mewakili untuk mengenalkan sosok Aba pada para pembaca. Dan sekali lagi, saya sendiri bisa melihat sosok yang, "inilah Aba Azri." Seperti yang diuraikan penulis di buku ini. 

Sedikit saya ingin mengutip gambaran Aba Azri pada Ibundanya yang saya baca di halaman 6-7, "Sebagai bentuk rasa sayang, penghargaan dan penghormatan pada seorang Ibu menghantarkan Aba Azri mencanangkan sekolah Ibu. Sekolah yang dikhususkan bagi para aibu untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan serta skill dalam kenangan anak dan keluarga. Materi kesehatan dan gizi berbasis agrarisme dan herbalisme juga diajarkan disini. Program Sekolah Ibu, Aba percayakan kepada Bunda Susan Tea yang dibantu oleh bunda Nia Indah Pujiati."

MasyaAllah.. Cinta dan bakti pada Bunda yang melahirkan amal yang nyata, amal yang InsyaAllah menjadi kado jariyah sebagai kado terbaik bagi orang tua. 

Oh ya, di buku ini kita juga bisa melihat masa kecil Aba yang suka naik pohon, diantaranya pohon kelapa. Kalau melihat Aba sekarang, rasanya tidak terbayang Aba suka manjat pohon. Hee.. Aba itu meski sangat aktif tapi tidak terlihat seaktif itu untuk manjat pohon. Tapi itulah masa kecil Aba, dan mungkin itu juga yang menjadi cikal bakal Aba bergerak tinggi dalam pengabdiannya yang tanpa pamrih.

Disini juga diceritakan tentang kedermawanan Aba. Tentang kedermawanan beliau, saya memiliki kisah tersendiri tentang itu. Saya mungkin lupa tepatnya kapan, tapi saya tidak lupa dengan kebaikan yang saya terima dari siapapun yang berbuat baik termasuk dari Aba Azri.

Saat itu saya membimbing anak-anak SMK yang mau ikut lomba Nasyid se priangan timur di kota Tasik. Beliau memberikan selembar amplop berisi uang, "untuk ongkos" kata beliau dan beberapa botol kefir berukuran besar serta amplop lainnya, "ini buat Ibu." lanjutnya. Beberapa botol kefir beliau titipkan untuk anak-anak yang mau ikut lomba dan yang mengantar. MasyaAllah kalau hanya melihat keuntungan dunia semata, tentulah beliau tak akan berbagi sebanyak itu. Dan itu tak hanya terjadi satu kali, beberapa kali beliau mengirim kefir ke rumah kami. 
Pernah suatu hari, tak sedikitpun beras atau sepeserpun uang di tangan, sedang kami enggan berbagi resah dengan orang lain, pun dengan orang tua kami sendiri. MasyaAllah sungguh Maha hebat dan Maha baik Allah menyiapkan rencana, mengetuk hati hambaNya. Aba Azri mengetuk pintu rumah kami mengirim beberapa botol kefir, sekeresek beras dan masyaAllah didalamnya ada amplop berisi uang yang bagi kami itu jumlah yang tidak sedikit.

"hatur lumayan, Bu." beliau bergegas kembali naik motor setelah menyerahkan bingkisan, "masyaAllah pak Wawan jazakumullah khairan katsiran." Saya mungkin tak sopan karena menerima bingkisan tanpa berusaha menolak. Saya hanya teringat nasihat Ayahanda dulu, "Jangan menolak kebaikan orang lain, Jangan menolak saat ada orang yang ingin berbagi. Seperti yang meminjam segan meminjam karena khawatir penolakan, seperti itu juga orang yang ingin berbagi karena kebaikannya. Terima dan jangan menolak meski saat itu kamu merasa sungkan." 

sebuah pesan masuk  di messenger, "Ibu, mugia katampi. hapunteeeen teu aya maksad awon. hatur lumayan, mung sakedik mugia katampi." 
MasyaAllah, benar seperti yang Ayahanda katakan dulu, "salah satu kebaikan yang bisa kita lakukan adalah berbuat baik dengan tidak menolak kebaikan orang lain. Dia juga merasakan sungkan yang sama, karena itu berilah ia kebahagiaan dengan menerima kebaikannya, dia pun tlah menapikan rasa sungkannya untuk berbagi kebahagiaan."

Lanjutannya di bagian 2

Senin, 21 Desember 2020

Khalif dalam ingatan..

Kepergian Khalif hari sabtu kemarin menyisakan duka tersendiri di hati kami. Dia salah satu teman Umar sejak kelas 7 Mts. 

Pernah beberapa kali ke rumah. Selain waktu menjenguk Umar yang saat itu sedang sakit, Khalif juga pernah ke rumah saat mengantar Umar pulang sekolah. Jarak sekolah Umar dari rumah cukup jauh, beruntungnya Umar memiliki teman yang bersedia mengantar pulang. 

Saat itu hujan turun agak deras, Umar pulang dengan pakaian yang basah kuyup dengan 2 orang temannya, "teman-temannya suruh masuk, Nak. Kasihan kehujanan!"

Tapi namanya anak laki-laki, Teman-teman Umar memilih duduk di teras menikmati hujan, tepatnya menunggu hujan reda untuk kembali pulang ke rumah masing-masing yang sekali lagi jaraknya cukup jauh. 

"Ummi, boleh Umar nyeduh kopi buat teman-teman Umar?" Tanya Umar. 

"Kenapa hanya kopi, dik? Ayo beli mie yang besar, siapkan buat teman-teman adik!" Sambil memberinya 2 lembar 10 ribuan saya minta dia membeli mie yang masing-masing berisi 2. Hmm apa ya namanya? Oh iya mie sukses isi 2.

"Terlalu banyak mi. Teman-teman Umar lebih suka mie rasa kari."

Sampai pada ingatan itu, airmata tiba-tiba menderas.. Duhai kenangan, bahkan untuk yang jarang berinteraksi sekalipun, saat kehilangan lalu berubah kenangan tetap saja meninggalkan pilu 😭. 

Saya kembali ke rumah. Umar terbiasa menyiapkan makanannya sendiri, umar juga tipe yang tak suka saya turun tangan membantu saat dia ingin mengerjakan sendiri. Saya lihat teman-teman nya tak sedikitpun merasa kedinginan, baju sekolah yang mereka pakai saat datang di lepas di angin-anginkan di jemuran. "Pakai baju Umar dulu ya! " Saya hampiri mereka sambil menyodorkan pakaian Umar. Alhamdulillah mereka mau menerima meski terlihat kikuk. 

"Teu kedah ngarepotkeun, Bu." Jawab mereka serempak. 

"Ummi teu ngaraos repot. Sok di gentos. Hayu atuh di lalebeut, tiris!"

Tapi mungkin mereka lebih suka di luar, jadi mereka tetap di luar. 

Umar datang dengan 3 mangkok mie dan 3 gelas moccacino panas. Saya tinggalkan mereka dan kembali ke agenda membaca. Sampai kemudian sekitar 1 jam kemudian Umar memanggil, "Mi, teman-teman Umar mau pulang."

MasyaAllah, ini salah satu yang saya sukai dari teman-teman Umar. Mereka tak lupa pamit saat mau pulang, seperti juga mereka bermanis adab saat datang. MasyaAllah sungguh itu adab yang baik. 

Hari lainnya bertemu Khalif saat kami menjenguk Umar yang sedang mondok di al munawaroh. Saya yang sering lupa nama biasanya akan bertanya nama dulu setiap kali berjumpa murid suami atau teman anak-anak, "siapa namanya?" Jangan bayangkan tanya yang tegas karena nada suara saya kata Umar mah sangat lembut kalau bertanya teh 🤭

"Khalif."

Berkali bertemu kembali setiap kali menjenguk. Terakhir bertemu saat perpisahan sekolah, meski kabarnya masih sering saya dengar dari Umar. Kadang Umar bercerita sedang main game bareng, atau mau ke gunung sama salah satunya Khalif. 

Lalu, sabtu sore itu suami mengabarkan, "mi, khalif teman Umar pupus." Lemas sekali setiap sendi hingga sesak terasa, padahal malamnya saya harus mengisi kajian rohis SMK. Saya benar-benar lemas hingga kesulitan berdiri.. 

Khalif, dia teman pertama yang mengajak Umar main ke rumahnya. Teman pertama yang rumahnya Umar kunjungi adalah rumah Khalif. Hari itu, Jum'at pertama Umar di MTs setelah tak lagi tinggal di Bu Dede. Sebelum jum'atan Khalif mengajaknya ke rumahnya karena khawatir Umar harus menunggu sendirian di masjid, "Umar di suguhi mie, telur dan nasi goreng." Cerita Umar hari itu. 

Lalu semua kisah itu kini menjadi kenangan.. 
Saat kami tlah sama-sama mengazzamkan, "dik, ingatlah semua yang berbuat baik padamu. Balaslah semua kebaikan itu dengan berlipat kebaikan! Lupakan semua yang tak menyenangkan dari siapapun yang membuatmu tak nyaman, dan berbuat baiklah dengan sebaik-baiknya! "

Qodarulloh 'alaa kulli syaiin.. Allah lebih mencintai Khalif. 

Selamat jalan Khalif, semoga tempat terbaik disisiNya untukmu, shalih. 

Balananjeur, 21 Desember 2020


Sore ini kampung kami di guyur hujan, Allohumma shoyyiban naafi'an. Entah sudah berapa lama saya tak merawat ayam peliharaan kami sehingga saya harus berpikir agak keras saat mencari mana ayam yang mau di peuncit. 


Apa karena kondisi kesehatan? Ya. Bahkan untuk merawat diri sendiri pun membutuhkan bantuan suami dan anak-anak 🤭 qodarulloh 'alaa kulli syaiin, laa ba'sa thohuurun yaa nafsiy InsyaAllah. 


Pagi menuju siang tadi biidznillah Allah beri kesempatan kaki ini untuk melangkah menuju walimatul 'ursy salah satu saudara kami yang rumahnya berada sekitar 400 meter an dari rumah kami. 400 meter an berarti bisa kurang dan bisa juga lebih. Alhamdulillah 'alaa kulli haal, itu menjadi kabar bahagia tersendiri bagi saya. Saya senang berbagi kabar bahagia, inginnya sih hanya berbagi kabar bahagia, namun tak jarang yang keluar bukan hanya kabar bahagia tapi juga kabar yang terdengar kurang menyenangkan 🙏🏻🙏🏻

Sahabat, 
Saat saya menuliskan kondisi kesehatan, sebenarnya bukan karena saya ingin berbagi sakit, itu hanya cara saya mengurai sakit. Bagi saya, mengurai sakit dalam abjad itu memiliki efek yang luar biasa. Tolong abaikan saja jika itu tak bermanfaat dan berkenankah anda untuk fokus pada kira-kira hikmah apa yang bisa di ambil dari kisah yang saya bagikan 🙏🏻🙏🏻 karena sungguh, saya hanya ingin menjejak kebaikan. Harapannya lebih besar dari itu malah, saya ingin meski sedikit kiranya ada dari saya sedikit saja kebaikan yang bisa diikuti agar saya memiliki kesempatan menabur jariyah untuk bekal akhirat saya kelak.

Saat saya sedang menulis ini, laptop di samping saya sedang memutar nasyid Palestina shoutul haroqah favorit saya. Umar duduk tepat di kursi dekat jendela, buku tarikh khulafa dan buku catatan menanti dengan manis di atas meja bersama segelas air putih yang Olin sediakan untuk ummi nya ini. 

Nasyid yang sedang di putar ini sungguh membakar semangat.. Dan saya mulai bertanya-tanya, ari saya ini lagi nulis apa?? 

Aa Mengikuti Seleksi Beasiswa Perintis.. (bagian 2)

Karena beberapa persyaratan pendaftaran belum bisa terpenuhi, seperti raport semester 5 belum ada, surat rekomendasi belum ada, sktm dan beberapa persyaratan pendaftaran lainnya masih belum bisa di penuhi, Aa mendaftar ikut virtual roadshow dulu. Tepatnya pada hari Sabtu tanggal 12 Desember 2020 yang dimulai dari jam 8 pagi sampai jam 12 lebih. 


Memakai laptop sekolah yang Alhamdulillah diizinkan untuk di pakai, Aa mengikuti sesi virtual roadshow nya dengan khidmat. 

Wait, jangan beranggapan khidmat na Aa itu duduk manis. No, satu hal yang tak pernah berubah dari Aa sejak kecil adalah tangannya seolah harus aktif bergerak saat belajar di rumah. Kadang ditemani rubik, kadang benang dan jarum rajut.. That's all about Aa. Tipe kinestetik yang lebih suka belajar dengan anggota badan ikut aktif bersamaan 🤭 Waktu virtual roadshow pun seperti itu, ada benang rajut ditangannya yang menemani seluruh rangkaian roadshow nya. 

"Bagaimana A?" Tanya saya. 

"Alhamdulillah InsyaAllah semangat."

"Alhamdulillah. Semoga menjadi Rizki Aa ya A." Aku lalu meninggalkannya mengikuti acara sendirian karena aku juga harus mendampingi adiknya yang sedang mengikuti hari terakhir PAS nya. 

photo ini screenshot an dari link pendaftaran Aa. 

Setelah VR selesai, kami mendampingi Aa membuka link pendaftaran. Setelah mengisi data diri, dan mengklik simpan.. Data diri pun tersimpan. Tinggal berlanjut ke data keluarga. Alhamdulillah tidak ada masalah, data pun tersimpan dengan baik. 

Berlanjut ke data sekolah dan akademik. Hmm, raport nya kan di sekolah, raport semester 5 juga belum ada. Trus surat rekomendasi juga kami tidak tahu sudah atau belum ada nya di sekolah. Surat rekomendasi sendiri adalah surat rekomendasi yang dikirimkan beasiswa perintis ke setiap SMA/MA yang berada di Indonesia. "Hmm ini kayaknya harus ke sekolah. Kita bagi tugas aja ya. Ummi bagian koordinasi sama sekolah dan menyiapkan yang diperlukan,Aa mengurus pendaftaran nya, Abi nanti jadi tutor Aa." Usulan saya ini kurang mendapat respon, mereka agak berat melibatkan saya yang qodarulloh sedang di uji sakit. Tapi akhirnya mereka luluh melihat saya yang.. Sungguh kebahagiaan seorang ibu itu unik, terlibat dalam sesuatu yang berkaitan dengan anak-anak pun sangat membahagiakan. Meski pasti membuat lelah atau letih, tapi ibu akan bahagia jika bisa memberi kontribusi bagi persiapan masa depan anak. 

Alhamdulillah saya pun di beri kesempatan menghubungi guru-guru Aa di sekolah untuk berkoordinasi tentang Aa. 

MasyaAllah, sungguh maha baik Allah yang menghadirkan Ummi Syahdan yang  dengan tangan terbuka membantu semua proses Aa. Menyiapkan surat rekomendasi hingga menjadi teman sharing yang luar biasa. Beliau membuka diri menjadi teman diskusi saya yang masih rewel dengan pengalaman baru menyiapkan anak memasuki jenjang kuliah ini. MasyaAllah, ini sungguh pengalaman yang baru bagi saya, dia memang sudah lah besar, tapi setidaknya selama saya masih ada, saya ingin menjadi penopang langkahnya semampu saya. 

Bu Erni wali kelas Aa yang MasyaAllah sangat baik, Bu Anah dan pak Angga guru BP Aa yang selalu menyediakan waktunya menjadi tempat bertanya, beliau juga mengarahkan dan membimbing dari kejauhan. Semua itu sangat berharga bagi Aa InsyaAllah. 

Abi Syahdan yang malam-malam menyiapkan rekomendasi, lalu Bu Ai TU yang menyiapkan diri mempersiapkan apapun yang Aa butuhkan dari sekolah kapanpun juga. MasyaAllah Alhamdulilahilladzii bini'matihii tatimmushshoolihaat.. 

Dia mulai terlihat khawatir melihat beberapa pendaftar gagal di seleksi pertama ini. Dia sendiri belum bisa finalisasi karena ada beberapa yang belum di isi. 

MasyaAllah ,sudah banyak yang tumbang tidak bisa melanjutkan ke seleksi tulis karena tidak lolos.

Jadi ba'da finalisasi nanti ada quisioner yang harus di isi. Setiap jawaban di quisioner maupun di lembar pendaftaran sebelum finalisasi memiliki bobot poin nya tersendiri. Aa sendiri belum finalisasi jadi belum tahu akhirnya seperti apa.. 😁

Dia mulai terlihat khawatir waktu lihat banyak yang gugur. Saya bilang ke Aa, "bukankah Aa hanya perlu berjuang. Kalau lolos, berarti kata Allah itu menjadi lahan perjuangan dan pengalaman Aa. Dan kalau tidak lolos, itu juga menjadi lahan perjuangan dan pengalaman Aa. Tak akan merubah kasih sayang kami buat Aa. " Dia senyum lagi, mungkin khawatir nanti mengecewakan. Padahal saya dan Abi nya tidak menuntut lolos, hanya ingin mendampingi Aa semampu kami.

Alhamdulillah Aa terlihat mulai tenang lagi. 

Iya A, kami sungguh-sungguh dengan ucapan kami. Tidak apa-apa setelah engkau berjuang semampu Aa.. Perjuangan bukan mencari kemenangan, tapi menjejak kebaikan mengharap Ridha Allah, bekal untuk hari esok di dunia dan di akhirat. Berjuang saja lalu biarkan Allah memgukur dimana tempat yang paling tepat buat Aa. Seperti apapun hasilnya, tak kan merubah pandangan kami terhadap Aa. Cinta dan kasih sayang kami tak kan berubah InsyaAllah. 

MasyaAllah.. Hadza min fadhli Rabbi. Mendapati ini adalah kabar membahagiakan bagi kami, ya bukan hanya bagi Aa tapi juga kami sekeluarga. Saya, Abi nya juga adik-adiknya berbahagia untuk Aa. 

Saya menangis mendapati nama Aa sebagai salah satu yang lolos di seleksi pertama ini. Ini tangis syukur dan bahagia.. Tangis bangga sekaligus harapan. Semoga Allah beri Aa kemudahan dan kelancaran di seleksi selanjutnya.. 

Bersambung ke bagian 3

Minggu, 20 Desember 2020

Jalan Yang Sering Kita Lewati

"Mi, dulu kita sering lewat jalan ini, ya. Ummi dulu sambil gendong bayi, nuntun batita, hamil pula. masyaAllah, semua masa itu sudah lewat ya mi. Berbahagialah sayang, mari bersiap untuk tugas lainnya." .
Melewati jalan-jalan itu mengingatkan kami akan hari-hari yang pernah kami lewati selama sekian tahun perjalanan rumah tangga kami disana.
Banyak yang telah berubah disana. Orang-orang baru yang tak kami kenali, bangunan-bangunan baru yang megah nan kokoh, pemandangan baru yang jauh berbeda dari pemandangan yang sering kami saksikan dulu.
.
Perubahan itu bukan hanya disana, tapi pada kami juga banyak yang telah berubah. Bukan hanya yang tampak dan terlihat mata, tapi juga pada cara pandang kami dan cara kami menghadapi sesuatu insyaAllah. Fisik kami yang mulai tua dalam bilangan usia yang itu artinya semakin dekat dengan saat-saat kematian.. Kulit, gigi, dan semua tampilan fisik kami sudah banyak berubah.
.
Anak-anak yang dulu dalam buaian kini sudah tak merengek lagi minta di gendong.
Anak-anak yang dulu ramai dengan gelak tawa dan tangis kini sudah memahami artinya diam di waktu seharusnya.
.
Ya, semua sudah banyak berubah.
Cara kita saling mengungkapkan rasa, mengingat masa dan mengingatkan asa pun sudahlah berubah.
.
Aku yang dulu mudah menangis dan terluka hanya karena perbedaan kecil dalam sikap dan cara berucap
Mudah berucap, "jika aku katakan begini maka harus begini!"
Mudah mendebat sesuatu yang bertentangan denganku
Aku yang dulu..
.
Kita yang dulu bukan lagi kita yang sekarang
.
Jalan-jalan yang sering kita lewati dulu tak lagi sama dengan jalan-jalan itu yang kita lewati kemarin
Dan anak-anak yang dulu masihlah sangat kecil kini sudah beranjak besar.
.
Kang, terimakasih masih mengingat hari itu. Terimakasih juga atas ucapanmu di pagerageung kemarin, "dulu ummi terlihat manis dimata abi, lalu bertambah manis setelah memiliki anak, dan sekarang bertambah semakin manis." ah,kalimat ini terasa menghangatkan.
.
Hatur nuhun Kang 🙏🏻❤

Sabtu, 19 Desember 2020

Webinar Ketahanan Pangan Bersama Rumah Amal Salman.. (bagian 1)


Ada banyak hal yang ingin saya pelajari. Selain shirah nabawiyah, tarikh islam, ilmu kepenulisan, ilmu waris, ilmu tentang beternak, ilmu pengasuhan, dan banyak lagi, saya juga ingin sekali tahu lebih banyak tentang ketahanan pangan. 

Setiap kali mendapati info yang berkaitan dengan hal yang ingin saya pelajari termasuk webinar yang ada di flyer yang saya baca di instagram ini, dada saya berdebar dengan rasa syukur. Tapi ada hati yang berdebat dengan gamang, "emang boleh kitu ikutan?" Atau bahkan sampai pada kalimat, "come on, ibu rumah tangga cukup fokus saja ngurus rumah dan anak." Tapi semua perdebatan hati itu berusaha saya halau, meski sejujurnya saya -mungkin- akan merasa sedikit minder satu majelis dengan orang-orang hebat. Tapi saya akan tetap berdiam dalam kekosongan ilmu jika saya mengikuti kekhawatiran yang tak perlu itu.. 

Ada apa dengan ibu rumah tangga? bukankah sebagai ibu, saya membutuhkan ilmu untuk menjadi ibu yang bisa membersamai anak dengan baik dan benar.
Bukankah sebagai ibu, saya juga seorang hamba yang membutuhkan untuk selalu mencari ilmu yang adalah kewajiban bagi setiap muslim yang masih hidup.
bukankah sebagai ibu, saya juga pribadi yang butuh untuk selalu mengupgrade diri dengan ilmu yang saya butuhkan.
bukankah sebagai ibu, saya juga seorang istri yang tak boleh hanya tahu cara merawat diri tapi juga mengetahui cara merawat semua yang diamanahkan. Nah, ieuteh nuju nyarios naon 

Akhirnya bismillah saya tanyakan kepada panitia dari rumah amal salman tentang boleh tidak nya saya (sebagai ibu rumah tangga) jika ingin ikut acara itu. Saya tidak akan tahu kalau tidak bertanya, dan saya cukup pemalu mengikuti suatu kegiatan tanpa bertanya boleh tidaknya saya ikut acara itu. MasyaAllah beliau mengatakan kalau saya bisa mengikuti acara. 

MasyaAllah hadza min fadhli Rabbi.. Berkali lisan melafaz tahmid. Sungguh maha baik Allah yang membuka pintu ilmu dari arah yang luar biasa. Ini rizki yang sangat istimewa.. 

Jika ada yang mengatakan bahwa rizki itu hanya berupa gemerincing pundi rupiah, saya bersaksi kalau itu tidak tepat. Tahukah anda bahwa saat anda bangun dari tidur dan mendapati diri anda masih bisa bernafas hingga dengannya anda masih memiliki kesempatan untuk berbenah menyiapkan perbekalan menuju hari yang kekal adalah rizki yang tak terhingga. Bahwa Islam yang anda azzamkan di hati adalah anugerah paling besar yang anda miliki yang dengannya Allah karuniakan keseluruhan hidup anda menjadi penuh makna, tidur anda bernilai ibadah, ucapan baik anda dan bahkan senyum anda menjadi shodaqoh, pengorbanan dan perjuangan anda dala menuntut ilmu menjadi jejak kebaikan, dan tak ada kebaikan seberat biji dzarrah sekalipun kecuali tlah Allah siapkan balasan kebaikan atasnya. Lalu adakah rizki yang lebih besar dari ini?

Dan sungguh, mendapat kesempatan belajar juga suatu rizki yang masyaAllah. Fabiayyi aalaairobbikumaa tukadzdzibaan? berkali hati terusik dengan ayat ini, "Nikmat Rabb-mu yang mana yang pantas kamu dustakan?" sedang IA terus dan selalu melimpahkan nikmat-Nya, tapi kapan kamu akan bersyukur??

eits, kembali ke cerita webinar yang Alhamdulillah biidznillah sudah diselenggarakan tadi malam ini.

Minder? well, itu manusiawi bukan. Tapi sekali lagi, saya tidak suka berdiam diri dengan perasaan seperti itu apalagi sampai menjadikannya alasan untuk berdiam diri. 'Audzubillahi minasysyaithoonirrajiim, setelah awalnya menganggap itu sesuatu yang manusiawi, saya memilih menganggap itu sebagai gangguan syaithon yang terkutuk. Bukankah Syaithon akan selalu datang menggoda hamba-Nya yang hendak beribadah. Syaithan tak suka melihat hamba-Nya mendekap keta'atan pada-Nya. Dari segala penjuru ia datang menggoda, mengimingi dengan sesuatu yang kiranya di senangi, menghadirkan kekhawatiran dan ketakutan yang membuat manusia lari menjauh dari kewajiban.. Syaithan tak berputus asa hingga misi nya tercapai, maka " 'Audzubillahi minasysyaithoonirrajiim" do'a itu menjadi penghalang kita dan tercapainya misi syaithan.

Sekali lagi, Bismillah.. saya harus ikut acara itu. Saya ingin belajar dan saya harus belajar. Sebagai individu, saya seorang hamba yang memiliki kewajiban untuk mencari ilmu. Tentu bukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban, bukan juga untuk memperkaya diri dengan ilmu semata tanpa pengamalan, tapi sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah.

Sebagai Ibu, saya selalu berharap bisa mewariskan kebaikan. Mewariskan peradaban yang baik, mewariskan semangat belajar, adab yang baik dan segala kebaikan yang meski sampai saat ini masih tak saya miliki, saya tetap berharap itu dan berharap semoga sedikit yang saya lakukan bisa melahirkan semangat kebaikan bagi mereka.


bersambung ke bagian 2.

Perjalanan Aufa Menuju Sekolah Cendekia BAZNAS (bagian 1)


Dalam beberapa postingan baik di blog ini maupun di akun media sosial saya sering ceritakan tentang anak-anak termasuk Aufa. Untuk apa?

Suatu hari salah satu ipar saya menyampaikan tanda kasih memberi komentar, "aktif banget nulisnya." Ada juga yang berkomentar, "Dede kok lebih suka muji anak sih?"

Setiap komentar tentu bukan untuk menjatuhkan, tapi sebagai bahan evaluasi untuk kita. Dan hari itu saat mendapat pengingat penuh kasih itu saya mulai mengevaluasi diri; alasan saya menulis. Saya tidak ingin melakukan sesuatu yang nilainya nanti nol di hadapan Allah. Alih-alih ingin menjejak kebaikan, tapi justru zonk tak bernilai. Lalu suami mengusap kepala saya lembut dan mengingatkan, "Istriku melakukan hal yang benar. Jika ada komentar yang membuatmu terpengaruh untuk mempertanyakan sesuatu yang sudah ummi niatkan dan azzamkan karena Allah, bagaimana nanti anak-anak merawat keyakinan mereka sendiri. Teguhlah! Izinkan anak-anak belajar keteguhan itu darimu, izinkan mereka melihat diri mereka sendiri mealui sudut pandangmu, ibu mereka. Tetaplah menulis, dan biarkan tulisanmu menemui pembacanya. Pembaca yang bisa menerima saripati hikmah dari tulisanmu, dari kisahmu, dari kecintaan dan perjuanganmu dalam membersamai mereka selama ini. Menulislah, dan dengarkan hati mu!"

Dan inilah kemudian manfaat yang saya dapat dari menuliskan kisah mereka; insyaAllah saya mengenal mereka. Salah satu hal terpenting bagi saya adalah mengenal semua anak yang Allah titipkan ini dan mensyukuri kehadiran mereka tanpa syarat. Saya ingin mengenal mereka, menyimpan semua jejak kisah mereka dan mengantar mereka menuju ke gerbang cita mereka hingga kelak hantarkan mereka dan kami sekeluarga berjalan beriringan menuju syurga Allah.

Aa Mengikuti Seleksi Beasiswa Perintis (bagian 1)


Kisah ini sengaja saya simpan di sini meski kami tak pernah tahu akan akhir kisahnya seperti apa. Ini saya simpan sebagai pengingat sekaligus jejaknya yang bisa dia buka dan baca kembali di kemudian hari hingga dia kelak berucap, "MasyaAllah ini Aa ya." Hee.. 

Pada tanggal 9 Desember 2020 saya mendapat kabar dari  tentang sudah dibukanya pendaftaran seleksi beasiswa perintis dari rumah amal salman ITB. 

MasyaAllah hadza min Fadhli Rabbi. Saya sangat berterima kasih pada Asatidz dan rumah salman yang mengabarkan dan peluang ini. 

MasyaAllah, dan Untuk Ustadz dan Rumah Amal Salman yang InsyaAllah dirahmati Allah..

"Saya sering bertanya-tanya, mengevaluasi diri, "kebaikan seperti apa yang bisa saya lakukan sebagai bekal untuk saya menuju hari yang kekal?"

"Amal seperti apa yang kiranya bisa membuat Allah Ridha?" Tapi seringnya saya melupakan hal yang seolah kecil.. Padahal tak ada kebaikan yang bernilai kecil, semuanya memiliki arti yang sangat besar. 

Seperti informasi ini, Ustadz. Kabar ini sangat bermanfaat dan berarti bagi sebagian orang termasuk kami meski kami tak pernah tahu akhir langkahnya akan dimana. 

Hatur nuhun sudah memberi kabar ini, Ustadz 🙏
Jazakumullah ahsanul jaza 🙏🙏

InsyaAllah ini kabar yang sangat menggembirakan bagi sulung kami dan teman-temannya di SMA juga anak-anak lainnya di seluruh indonesia 🙏"

Saya langsung kabari sulung yang masih di tempat magang (nanti saya ceritakan di postingan tersendiri tentang proses magangnya;alasan dan lain sebagainya). Saya kirimkan informasi utuh tentang seleksi itu, gayung pun bersambut, "Aa insyaAllah mau ikut ya Mi."

Bahagia sekali mendapati semangatnya. Anda tahu, mungkin akan membahagiakan saat melihat anak masuk universitas impiannya. Tapi bagi saya, untuk saat ini saya akan berbahagia dulu dengan semangatnya hari ini. Saat dia mengatakan, "Aa insyaAllah mau ikut seleksi ya Mi." Dengan binar di matanya saat ia kembali dari tempat magang. Lalu berucap, "bimbing Aa untuk daftar dan berusaha sebaik-baiknya." MasyaAllah hadza min fadhli Rabbi.. 

Saya menangis bahagia saat itu.. 

Ya, dia pernah berucap ingin masuk ITB saat dia masuk SMA. Tapi taqdir mengajaknya menjejak masa SMA nya di jurusan IPS. Dia pesimis tak bisa bertemu kesempatan berusaha masuk ITB. Dia pesimis tak memiliki kesempatan berusaha masuk, bukan pesimis tak masuk. Kami memang sering mengikuti alur dulu, bagaimana bisa masuk kalau bahkan jalan untuk masuk pun tak ada. Seperti itu pikirnya. 

Tapi dia berbahagia di jurusannya. Bertemu guru dan teman-teman yang baik. Mengukirkan kisah yang baik dan tak pernah sekalipun mengucap keluh dengan semua yang dia jalani. Bahkan jauhnya jarak perjalanan dari rumah ke sekolah yang sering disayangkan sebagian orang, "deudeuh kasihan. Kenapa nggak pilih sekolah yang dekat saja." (Tentang pilihan sekolah, saya juga akan ceritakan di postingan tersendiri InsyaAllah). 

Berangkat ba'da shubuh kadang shalat shubuh di perjalanan, pulang jam 4 an dan sampai di rumah tepat saat adzan maghrib berkumandang (eh kok tiba-tiba kangen saat-saat itu), tapi dia tak pernah sekalipun mengeluh. Dia menjalani hari-hari nya seolah tanpa beban, mengalir begitu saja. Di nikmati dengan caranya. 

Kami tak lagi membicarakan kampus yang pernah masuk list pertama impiannya. Saya mendampinginya melalui masa-masa nya dan dia menjalankan kewajibannya tholabul ilmu seoptimal yang bisa dia lakukan. Tentu kami masih sering berbincang tentang kemungkinan dia nanti mau kuliah di mana dan sejauh apa Aa akan berusaha. Hanya sebatas itu. 

Hingga kemudian, tepatnya tanggal 9 Desember 2020 saya bisa melihat kembali binar ITB sebagai buah terbukanya peluang mengikuti pendaftaran seleksi beasiswa perintis. 

Kami berjuang bersama untuk proses pendaftarannya. Namanya seleksi, peluangnya bisa lolos bisa tidak. 

"Apa harapan Aa untuk seleksi ini?" Tanya saya. 

"Seperti yang sering ummi katakan, Aa akan bersyukur jika lolos. Dan Aa akan bershabar saat tidak lolos. Aa akan berlapang dada pada pilihan Allah untuk Aa, yang harus Aa lakukan adalah berjuang sebaik-baiknya. Setelah itu, biarkan Allah yang menilai dimana Aa tepat berada. Aa akan berusaha, semoga usaha Aa menjadi bakti Aa pada Ummi Abi yang Allah Ridhai."

Di postingan selanjutnya akan saya tuliskan jejak-jejak lainnya tentang
Proses pendaftaran, kendala saat pendaftaran, virtual Roadshow dan semua yang berhubungan dengan prosesnya. 

Ke Sekolah Aa (bagian 1)


Senin, 14 Desember 2020

Ini kali kedua ummi ke SMA tempatmu menimba ilmu selama hampir 3 tahun ini, A. Agak degdegan saat melangkahkan kaki di depan sekolah, di gerbang menuju sekolah. 
Abi mengantar sampai gerbang, beliau tak bisa menemani ummi di sini karena harus ke SDIT. Ada tugas yang tak bisa beliau tinggalkan, dan ummi juga memilih untuk biarlah ummi ke SMA mu sendirian. 

Sebenarnya ini bisa Aa lakukan sendiri tanpa perlu ummi yang ke sini ya A. Tapi ummi ingin sekali menjejakkan kembali langkah di sini, berjumpa guru-guru Aa dan mengucapkan terimakasih secara langsung kepada beliau-beliau yang sangat berjasa kepada Aa. Ummi juga ingin mengenal lebih banyak tentang Aa dari sudut lain selain sudut pandang ummi, dari sudut pandang guru selama mendampingi Aa. Ummi juga ingin mendukung Aa semaksimal yang bisa ummi lakukan.. 
Semoga suatu saat Aa memahami ini ya A. 😁

Di gerbang, ummi bertemu beberapa guru dan akang satpam yang menanyakan maksud kedatangan ummi, "mau ketemu siapa, Bu?" Akang satpam itu bertanya agak hati-hati, mungkin kaget dengan kedatangan ummi yang tiba-tiba. Hee.. 
Tapi tidak, dalam kondisi pandemic dimana kota Tasikmalaya hampir seluruhnya berada dalam zona merah membuat kewaspadaan di setiap tempat (dan setiap orang) semakin meningkat. Hal itu sangat wajar mengingat keselamatan jiwa adalah yang utama. Ummi juga kalau ketemu orang baru dalam situasi seperti sekarang mah akan memilih menjaga jarak dan lebih waspada. Lebih baik seperti itu kan daripada menyesal kemudian?! Hee.. 

Setelah menyampaikan maksud dan tujuan ummi dan bahwa ummi sudah membuat temu janji dengan Bu Erni wali kelas Aa di kelas 12 IPS 5, ummi pun di antar ke ruang guru yang terletak agak jauh dari gerbang. Kami melewati masjid yang terletak di komplek sekolah sebelum berbelok ke kiri dan kemudian lurus melewati beberapa ruangan kelas. Kelas-kelas itu berjejer rapi. Di depan kelas banyak ditanami aneka tanaman yang membuat suasana terlihat asri, ada plang dari papan kecil bertuliskan 'ekstrakurikuler jurnalistik' di depan ruangan yang kami lewati, "apa ini ruangan jurnalistik, pak?" Refleks ummi bertanya saat membaca plang itu. 

"Iya Bu. Kenapa Bu?" Akang satpam mengiyakan lalu balik bertanya. Entah kenapa A, ummi suka pertanyaan itu. Meski sedikit, ummi bisa berkabar tentang putra ummi. Hmm ibu-ibh mah paling semangat kalau di beri kesempatan berkisah tentang anak teh. 

"Aa Quthb, anak saya, dia aktif di jurnalistik. Pak. MasyaAllah senang sekali bisa menapak tilasi sedikit jejak Aa disini." Jawab ummi. Akang satpam itu tersenyum menganggukkan kepala, meski terhalang masker, ummi bisa melihat beliau tersenyum melalui gurat matanya yang menyipit. 

Ummi perkirakan usia akang satpam ini masih 20 tahun an kurang sedikit atau lebih sedikit atau 20 tahun pas, karena itu ummi tulis disini akang karena kalau ummi panggil pak satpam kok kesannya kayak sudah di usia matang ya 😄. 

Dari detetan kelas itu, akang satpam berjalan berbelok kanan menuju suatu ruang dimana di depannya ada sungai kecil dengan kolam ikan kecil menghiasi pemandangan. Beberapa tanaman dan pekarangan yang luas juga asri nya suasana bisa dirasakan di sana. Ummi mengikuti akang satpam beberapa meter dibelakangnya. 

Ketika sudah sampai ruangan, beliau mengetuk pintu dan menanyakan keberadaan Bu Erni. Ummi terpaku di depan kolam ikan melihat pemandangan yang ummi rindukan, engkau tahu kan nak, ummi ingin sekali membuat kolam ikan seperti ini di depan rumah, tapi qodarullah belum jua terlaksana. 

"Bu Erni nya belum ada, Bu. Mungkin masih diperjalanan. Ibu bisa tunggu di ruang TU. Mari Bu! " Suara akang satpam membuyarkan lamunan ummi tentang kolam ikan. Ummi pun kembali mengikuti akang satpam menuju ruang TU. Kalau tidak salah, ummi pernah ke ruang TU. Ruang yang terletak di depan lapang basket.. Dan benar, akang satpam mengajak ummi menyusuri jalan naik ke tangga menuju lapangan basket yang di depannya ruang TU berdiri kokoh. 

Di depan ruang, ada dua buah kursi rotan. Di depan bagian sampingnya lagi, tersedia tangga dan pintu keluar yang di sampingnya lagi berdiri rak tinggi berisi banyak piala penghargaan, medali-medali dan sertifikat. MasyaAllah, banyak prestasi yang tlah di peroleh rupanya ya A. 

Sttt saat membaca ini, jangan pernah bertanya prestasi yang sudah Aa sumbangkan. Pertanyaan seperti itu hanya akan melahirkan penyesalan. Bagus kalau sesal itu menjadi pecut membuatmu menjadi lebih bersemangat, tapi jika itu membuatmu rendah diri karena merasa tak memiliki arti, cukupkan itu dan fokuslah pada cara mu berbenah agar engkau menjadi sebaik-baik dirimu tanpa perlu menjadikan keberhasilan orang lain sebagai standar keberhasilan yang harus kau kejar. 

Tadinya ummi ingin duduk disini, tapi akang satpam mempersilakan ummi masuk ke ruang TU. Setelah mengucap salam, ummi pamit duduk di ruang yang terlihat banyak kesibukan di sana. Situasi di ruang ini berbeda terbalik dari ruang lainnya yang terasa sangat sunyi. Di sini justru ramai, beberapa guru keluar masuk ruangan. Ada beberapa yang duduk di bangku di balik kaca itu, kesibukan kentara terasa. 

Agak sungkan ummi bertanya, "Assalamu'alaikum Ibu mau bertanya." 

"Waalaikumsalam silakan Bu. Ada yang bisa di bantu? " Jawab teteh dengan masker putih yang duduk di deretan tengah bangku TU. 

"Saya ibu dari ananda Muhammad Quthb Al Ayyash kelas XII IPS 5. Sudah konfirmasi dengan Bu Erni sebagai wali kelas Aa untuk meminta surat rekomendasi dan Bu Erni mengarahkan saya untuk menemui Bu Lisna."

"Saya Lisna, Bu. " MasyaAllah ternyata teteh yang saya tanya ini yang menjadi tujuan pertama saya. Akhirnya saya kembali utarakan maksud saya kesana.. 

Bersambung ke bagian 2
(Menyimpan jejak yang terserak) 

Hhhh