Senin, 30 November 2020

Pertanyaan Dari Ustadzah..

Di catatan sebelumnya saya tuliskan perasaan degdeg an saya saat menerima telpon dari Ustadzah. Sebagai seseorang yang memilih fokus di rumah dan bahkan mengurangi intensitas interaksi dengan orang lain di luar urusan rumah, menerima panggilan telepon dari Ustadzah nya anak-anak menjadi pengalaman tersendiri bagi saya. Dan sebagai seseorang yang suka berbagi kenangan dan pengalaman dalam tulisan, saya memilih menuliskan pengalaman ini juga. 

Untuk apa? Sebagai jejak, jejak ingatan sekaligus pengingat. 

Di bagian kedua ini saya ingin berbagi kisah beberapa pertanyaan Ustadzah yang tidak saya jawab sepanjang yang akan saya tuliskan disini. 

Berapa penghasilan sebelum putri kami mendapat manfaat dari beasiswa BAZNAS? 

Ini pertanyaan pertama yang sangat membekas dan saya ingat. Mohon maaf pada sebagian orang yang beranggapan bahwa mengurai kata terkait kondisi keuangan sebagai sebuah keluhan atau mungkin aib 🙏 mungkin anda akan merasa tidak nyaman saat mendapati seseorang seolah dengan mudahnya menuturkan kisah penghasilan ataupun pengeluaran sehari-harinya. Karena bagi saya sendiri, hal-hal seperti ini bukanlah sebuah keluh ataupun aib, jadi saya tetap menuliskan kisahnya di sini. Semoga Allah titipkan ibrah yang bisa di ambil darinya.. 

Suami saya bekerja sebagai guru honorer dengan kisaran gaji yang pernah membuat seorang teman berucap, "segitu? Mana cukup? " Saya tidak akan menuliskan nominalnya disini, tapi sebagai gambaran, gaji guru honorer di daerah kami kisaran setengah juta an. Biar kelihatan ada juta nya, saya tulis setengah juta ya 😄

Bekerja di 2 lembaga pendidikan formal dan di 1 PKBM dengan nominal honor yang tak sama tapi kalau di jumlahkan keseluruhannya sekitar 2 juta kurang 500 rb an. Heee.. (Melihat ini tak harus menebak angka lagi, bukan?! 🤭). 

Cukup? MasyaAllah, sungguh Allah yang Maha Mencukupi. Bahkan meski coba saya kotret di kertas buram antara pengeluaran harian hingga sebulan pun, jumlahnya tak pernah sama hasilnya dengan nominal pemasukan. Berkali saya kotret, jumlahnya tetap tak sama. Peribahasa, "besar pasak daripada tiang." Berlaku juga bagi kami. 

Karenanya tak berlebihan saat seorang teman berujar, "segitu? Mana cukup?". Ya, tak cukup kalau di hitung matematis, akan irasional hasil nya saat di masukkan ke dalam rumus ilmu Pasti. Tapi, Allah Ta'ala berfirman, " Jika kamu bersyukur, maka akan Aku tambah nikmat itu.. "Itu tak bisa disandingkan dengan hitungan manusia. 

Sesekali kami berhutang, itu pun sangat jarang dan tak banyak. Sekira 100 ribu an. Kalau pun agak banyak, misal 1 juta atau lebih, biasanya hutang dengan jangka waktu tertentu.. Dan sekali lagi, itu pun sangat jarang. Hutang itu biasanya untuk keperluan yang tiba-tiba dan mendesak sedang kami tak memiliki cukup tabungan. Untuk keperluan sehari-hari kami tidak berhutang. Kami tidak berhutang untuk membeli beras, minyak atau bahan makanan dan ongkos transportasi ataupun biaya sekolah. Semua sudah ada post alokasi nya dari rizki yang Allah titipkan melalui honor bulanan suami. 

"Segitu? Mana cukup? " Itu bukan hanya pertanyaan orang lain, karena kami sendiri pun kadang di terpa tanya yang sama hanya berbeda kalimat saja. "MasyaAllah, kok cukup ya?" Kalau bukan Allah yang mencukupkan, semua itu pastilah tak kan cukup.. 

Darimana pertanyaan itu berasal? 
Mari kita berhitung! 
Dalam sebulan, kami menghabiskan rata-rata 30 kg beras dengan harga 11 rb perkilo nya. 5 liter minyak seharga 70 ribu rupiah an, biaya makan 20 ribu per hari kali 30 hari menjadi 600 ribu dalam sebulan (kurang lebih). Lalu, uang saku anak-anak yang bervariatif; Sulung 100 rb untuk 1 minggu (ongkos sekolah), Umar 35 ribu untuk 1 minggu, Aufa 18 ribu per minggu, dan Olin 15 ribu dalam seminggu. Transportasi (bensin) biasanya habis sekitar 400 ribu dalam sebulan. Gas 2-3 kali dalam sebulan, lalu kebutuhan listrik, spp sekolah, sabun dan sebagainya yang tidak saya tuliskan di sini, termasuk juga infak dan shadaqah yang kami yakini bahwa dalam berapapun harta yang Allah titipkan pada kita, sebagiannya ada haq orang lain yang harus kita berikan. 

Berapapun nominalnya, itu hanyalah amanah yang harus kita tunaikan sebaik-baiknya. 

Tak berlebihan dan sangat manusiawi saat ada yang bertanya, "memang cukup? " Karena kalau melihat gambaran pengeluaran dan melihat jumlah penghuni di rumah kami, pertanyaan seperti itu sangat wajar jika di tinjau dari sekedar hitungan matematika. Namun, ada yang jauh lebih pasti dari sekedar ilmu Pasti yang selama ini kita pelajari, bahwa kecukupan rizki itu tak terikat nominal jumlah, tapi pada hati yang merasa cukup. 

Apa kami merasa cukup? Saya berpegang pada firman Allah yang mengabarkan bahwa kita adalah sesuai prasangka kita, dan kami ingin menjadi sesuai prasangka kami karena itu kami memilih untuk mengatakan, "Yaa Rabb, sungguh kami berlapang dada dan ikhlas atas apapun yang Engkau pilihkan dan berikan untuk kami. "

Di catatan selanjutnya saya ingin menuliskan tentang pertanyaan lainnya dari Ustadzah. Pertanyaan yang membuat saya seolah kembali di ajak merenung dan memikirkan kembali.. 

Di bagian selanjutnya saya ingin menuliskan tentang uang tabungan.. 

Membangun Rumah Impian (bagian 5)

Well, kembali kisah tentang proses kami membangun rumah dengan fokus cerita yang bercabang. hee..
Banyak hal yang ingin disampaikan (dituliskan) hingga akhirnya tulisan tak mengikuti alur dan tema 🤭😁.
.
.
Kenapa? Sungguh saya seperti sedang berkejaran dengan waktu. Setiap orang memang sejatinya sedang berkejaran dengan waktu..
Menatap garis sakit dengan durasinya yang semakin intens, meski tentu bukan sakit yang mengantarkan kita pada kematian karena setiap yang bernyawa pasti akan mati. Tapi, dalam sakit ada banyak ibrah sekaligus waktu yang baik untuk semakin berlari mengejar segala ketertinggalan dalam kebaikan. Dan saya pun ingin berlari, entah akan bermuara dimana dan pada siapa setiap tulisan ini, saya hanya menjejak dengan harapan agar semua ini menjadi hujjah dihadapan Allah kelak.
.
.
Kembali ke cerita bahan bangunan yang menumpuk di area kebun dekat rumah Mamah selama kurang lebih dua tahun. 
Ya, kami memutuskan untuk membangun rumah di dekat rumah Mamah, area sekian belas bata bekas kebun Aki itu sebagiannya akan kami bangun rumah dan sebagiannya lagi pekarangan yang luas. Ah, saya selalu memimpikan rumah sederhana dan hangat dengan pekarangan yang luas dimana anak-anak bisa bermain dan berlarian disana, dimana saya bisa berkebun dan merasakan hangat mentari pagi disertai cericit burung pipit di atas ranting pohon.. 
Kalau memungkinkan, Ada kolam ikannya juga, tapi untuk kolam sepertinya kurang memungkinkan.
.
.
Saya tersenyum menatap mimpi saya, terasa semakin dekat ia menggelayut mesra di depan mata..
.
.
MasyaAllah, sungguh mimpi yang dibalut doa dan tekad juga kesungguhan akan Allah wujudkan dengan caraNya pada waktunya, kami meyakini itu. 
Lalu kami mulai membuat rancangan anggaran. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun pondasi; estimasi waktu pembuatan, bayar tukang dan beberapa laden, konsumsi harian, harga bahan lain yang belum tersedia semisal semen dan lain-lain, dan semua hal lainnya yang berkaitan dengan biaya kebutuhan proses pembangunan pondasi nanti.
.
.
Dada kami bergemuruh dengan cita,
Jemari kami menjabat pintuNya penuh harap disertai lirih airmata menghiba pinta, "Robbanaa, Engkau Maha Tahu semua yang kami azzamkan."
.
.
Banyak yang tahu pasti rasa seperti apa yang lahir saat merindukan terciptanya rumah impian.
Dan kami pun merasakan hal yang sama, dengan ruang sesak yang mungkin juga sama.
Semua terasa sangat luar biasa saat semua itu ternyata telah berlalu, saat ia tersimpan dalam ingatan, saat ia di kenang.
.
.
#menulismenjejakkisahdanamal
Catatan ini di tulis di Tasikmalaya, 20 Juni 2020

Persiapan PAS

Biasanya menyiapkan bahan ajar untuk 4 orang, murid-murid teristimewa yang Allah titipkan di rumah kami. Qodarullah dalam 1,5 tahun ini hanya menyiapkan untuk Olin setelah 3 kakaknya tak lagi dalam 'pendampingan'. 

Sulung dan nomor 2 menyiapkan sendiri dari materi hingga bahan ajarnya, Aufa tentu tak lagi bisa ku dampingi proses belajar nya karena berada di pondok, tinggallah Olin yang masih akan setia bertanya, "hari ini de Olin belajar apa? "

Dia memang masih akan bertanya dan terus bertanya setiap harinya, dan itu menjadi kesempatan kami untuk berusaha memberi arahan sebaik-baiknya. 

Gaya belajarnya yang perpaduan antara visual, audio dan kinestetik membuat kami cukup fleksibel saat mendampingi gadis kecil ini melalui setiap tahapan proses belajarnya. Tapi karena gaya belajar itu juga saya harus lebih banyak mengurut dada sambil mengambil nafas agak dalam karena dia yang bisa tiba-tiba bergerak ke sana ke mari saat sedang belajar atau dia yang tiba-tiba memilih menggambar saat sedang mengerjakan latihan soal, atau dia yang tiba-tiba.. Membutuhkan stock bernafas yang agak panjang saat membersamai tipe gadis kecil ini. 

Hari Selasa besok adalah hari pertama PAS (penilaian akhir semester) pertama Olin di kelas 4. Dia sangat bersemangat menyiapkan diri untuk ujian akhirnya. Dia membuat jadwalnya sendiri, mengatur agar jadwal menghafalnya sesuai dengan jadwal ujiannya, dan saking semangatnya sampai-sampai dia menangis mengetahui ada beberapa buku pelajaran yang tidak dia miliki. Hampir semuanya masih dalam bentuk e-book, belum di print out. Beberapa buku juga memang benar-benar tidak ada hingga saya harus mengunduh dulu dari BSE. 

Well, semester ini memang kurang efektif. Belajar dari rumah lebih banyak dia lalui dengan melakukan apapun yang dia suka. Saat dia sedang ingin belajar, dia akan belajar. Saat mood nya sedang kurang baik, kalau dipaksakan belajar pun akan uring-uring an. Sedangkan saya sendiri lebih memilih menjaga 'stabilitas emosi' saya dengan menghindari perdebatan dengan anak yang mood nya sedang kurang baik. Akhirnya, saya biarkan dia mencari kesibukan lain yang bisa membuatnya kembali semangat belajar meski jeda belajarnya akan lama. 

Banyak hal yang belum dia pelajari dan fahami, banyak yang membutuhkan dia hanya bisa mengerutkan kening karena tak mengerti. Hari-hari ini bukan hanya Olin yang seperti itu, banyak anak juga berada dalam kondisi itu. Semoga pandemi segera usai, agar anak-anak bisa mengenyam masa-masa pendidikannya dengan baik. 

Kembali ke PAS atau penilaian akhir semester yang akan dilaksanakan pada hari selasa 1 Desember 2020. 
Sejak dia tahu akan ada ujian, dia tak mau beranjak dari kamar. Dia belajar apapun yang bisa dia pelajari. Persiapkan dirinya sebaik mungkin dengan menghapal dan mengerjakan latihan soal. Al Qur'an hadits, tema, Aqidah Akhlak, sejarah kebudayaan Islam, bahasa Arab, fiqh, matematika, bahasa Sunda.. Dia baca semua e-book nya melalui laptop dan buku (beberapa), lalu baca kembali 2 pelajaran yang akan di ujian keesokan harinya. 

Minggu, 29 November 2020

Ada Telphon dari Ustadzah..

Pagi menuju siang ini mendapat panggilan telpon dari Ustadzah Maulida dari Sekolah Cendekia BAZNAS. Sebelumnya suami kirim WA mengabari, "Umm, Ustadzah Maulida dari SCB mau nelpon. Abi sudah kirimkan nomor Ummi ke Ustadzah nya. " 

Do you know how rasanya? Degdegan teramat sangat. Kayak mau dapat apaa gitu.. 

Sebelumnya Bunda-bunda walsan yang lain sudah pada cerita kalau ustadzah sudah nelpon, beberapa belum termasuk saya. Tapi karena kemungkinan sampling, saya fikir mungkin saya salah satu yang tidak di telpon. Makanya ketika ada salah satu Bunda walsan yang tanya, "ummi Aufa sudah di telpon?" Saya jawabantara yang belum dan tidak di telpon. Karena pasti ada dua kemungkinan itu saya memberi jawaban seperti itu, tujuannya apa? Saya yakin mungkin saja ada Bunda lain yang juga khawatir tidak di tlpn saat mendengar yang lain sudah mendapat telpon. Apa saya khawatir? Sejujurnya iya. Tapi tetap saja saya azzamkan untuk, "kalau di telpon Alhamdulillah, tidak ditelpon pun Alhamdulillah." Ya, saya memang khawatir, tapi saya tidak ingin menularkan virus-virus kekhawatiran pada orang lain, jadi saya katakan dua kemungkinan itu sebagai jawaban. Sebuah gambaran sekaligus ajakan untuk, "jangan berpikir dilupakan saat tidak di tlp." Namanya sampling, nggak lucu kan kalau semuanya di telpon.. 

Qodarullah 'alaa kulli syaiin, pagi menuju siang ini Ustadzah menelpon. Jadwal terakhir dari rangkaian telpon yang diagendakan. MasyaAllah 'alaa kulli haal Alhamdulillah. 

Kenapa saya menuliskannya di sini? Agar bisa di baca kembali oleh anak cucu saya, setiap gurat aksara akan tetap hidup bersama mereka yang masih hidup. Bahkan saat saya tlah tiada sekalipun, ini akan menjadi jejak warisan untuk mereka. Meski mungkin terlihat seolah "hanya sebuah kisah". Ini pengalaman berharga bagi saya, dan saya meyakini setiap pengalaman memiliki nilai nya tersendiri bagi siapapun yang bersedia menyibak nilai yang ada. Semoga jejak ini bermanfaat dan bernilai kebaikan yang saripati hikmah nya bisa mereka dekap. 

Suara telpon nya putus-putus, saya tinggal di kampung dimana sinyal bagus sekalipun saat bertelpon akan sering berjumpa hal-hal seperti ini: suara yang tidak kedengaran, Tiba-tiba tidak terhubung dan semacamnya. 

Saya cari tempat agar suara (baik dari saya maupun dari Ustadzah) bisa terdengar dengan baik, juga agar tidak tiba-tiba terputus. Alhamdulillah setelah beberapa kali berpindah tempat, akhirnya mendapat tempat di teras belakang dekat tangkal pete. 

Beberapa hal ditanyakan Ustadzah, ada beberapa hal juga yang menjadi alasan saya ingin menuliskannya disini. 

Banyak hal yang membuat saya kesulitan saat harus melafal dalam ucap, lalu saya merasa salah saat berucap hingga tak jarang merasa banyak hal yang tak disampaikan dengan tepat. 

Banyak hal yang berubah sejak Aufa bersekolah disana. Banyak kemudahan yang MasyaAllah membuat lisan tak henti menadah tahmid, syukur yang tiada terkira. 
Kami meyakini ini sebagai berkah, Barokah. 

Bersambung ke bagian 2

Lintasan Kenangan

Di perjalanan Pagerageung-Balanannjeur tadi sesaat saya tertegun, melihat seorang ayah berkendara motor dengan 2 anak balita duduk di kursi yang terbuat dari rotan didepannya. 2 balita itu membawa kincir plastik, tertawa bahagia melihat kincir itu berputar. 


Keceriaan mereka, membawaku pada ingatan tentang masa kecil anak-anak. Tawa riang mereka dan bagaimana cara mereka duduk di depan ayah mereka, semua membuat hatiku berdebar dengan kerinduan yang sangat. Putri kami @aufa_satiella  hampir setiap pagi duduk di motor menunggu Abi nya kembali dari Masjid. Sesaat setelah Abi nya kembali, Abinya akan langsung menyalakan motor dan mengajak putri kecilnya berkeliling komplek. Kalau belum 5 putaran, Aufa tidak akan beranjak dari motor. Tidak merengek ataupun menangis atau berkata-kata, hanya diam duduk diatas jok sampai Abi nya luluh dan kembali berkeliling komplek hingga putaran ke-5 dan dia turun dengan tubuh menggigil kedinginan. 


Ingatanku pada Aufa kecil di hari itu, saat usianya masih 3 tahun gadis kecil yang menempel pada ummi Abi nya.. Hari ini, bahkan kami tak bisa memeluknya kecuali dalam do'a.. 


Lalu pandanganku teralihkan pada beberapa Ibu yang sedang ngagebut padi, rombongan itik berbaris rapi dengan suaranya yang rame dan serempak. Padi yang sedang di panen memanjakan pandangan. Aku bergegas berjalan agak cepat, hari ini hari pertama sulung kami ujian akhir semester nya. 

Membangun Rumah Impian (bagian 4)

Lama sekali bahan bangunan yang sudah dibeli itu tersimpan di kebun dekat rumah mamah, area yang kami pilih untuk membangun rumah.  Kebun berbentuk segi panjang dengan beberapa sudut lancip dan menyerong (seperti apa itu? 🤔😬😁) peninggalan Ayah Allohu yarham itu menurut kami cukup strategis. Ada jalan yang cukup untuk kendaraan roda empat kalau-kalau dikemudian hari Allah titipkan kami kendaraan, disampingnya juga ada sungai kecil yang kalau musim hujan suara alirannya sangat menenangkan, di belakang terdapat rumah mamah.. saya nanti bisa lebih sering bertemu mamah hee..
.
.
Sebelumnya kami (suami dan saya) sempat bermusyawarah tentang kemungkinan tempat kami membangun rumah nanti. Apakah di pagerageung tempat kelahiran suami, atau di Balananjeur, tanah warisan Ayah saya. Setelah melalui proses musyawarah dengan mempertimbangkan segala sesuatu dari berbagai sudut dan dampak jangka panjangnya, Bismillah kami memutuskan membangun rumah di tanah kelahiran saya di Balananjeur. 
.
.
Kami meyakini dalam berumah tangga itu bukan hanya satu suara yang diperlukan, apalagi jika satu suara jauh lebih aktif dari yang lain. Harus ada komunikasi dua arah, harus ada musyawarah untuk mufakat, harus ada saling memberi masukan dan tentu harus saling mengikhlaskan pada akhirnya.  Intinya rasa 'salingnya'.
.
.
Karena itu dalam membangun rumah pun harus ada musyawarah dulu; mau dimana, seperti apa, dan sebagainya. 
Tentu saja suami memiliki haq yang besar untuk memutuskan, tapi istri juga memiliki haq untuk memberi masukan, dan keduanya berhaq untuk memusyawarahkan.
.
.
Siapa yang akan lebih banyak menghabiskan waktu  di rumah, harapan-harapan yang ingin dicapai dari rumah, tetangga seperti apa yang menemani perjalanan hingga tujuan membangun rumah, terutama pendidikan anak dari rumah yang sedang ingin dibangun menjadi modal pertimbangan dimana tempat yang kira-kira tepat bagi rumah yang akan kami bangun.
.
.
Dan diantara semua pertimbangan itu, kenyamanan dari semua penghuni rumah nantinya juga menempati prioritas utama dalam pemilihan tempat.
.
.
Pentingkah rasa nyaman? Bagi kami itu penting. Baik saya, suami atau anak-anak harus merasakan kenyamanan itu. Di postingan lain semoga bisa saya ceritakan alasannya insyaAllah. 
.
.
#menulismenjejakkisahdanamal
Catatan ini ditulis di Tasikmalaya, 19 Juni 2020

Rabu, 25 November 2020

*PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SEKOLAH CENDEKIA BAZNAS DIBUKA*

*PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SEKOLAH CENDEKIA BAZNAS DIBUKA*

Kami memanggil putra-putri terbaik dari seluruh Indonesia untuk bergabung sebagai *penerima beasiswa penuh tingkat SMP* Sekolah Cendekia BAZNAS (SCB) Tahun Pelajaran 2021/2022.

⌛Masa pendaftaran dibuka mulai 10 November 2020 hingga 10 januari 2021.

🤳 Pendaftaran secara daring/online akses https://bit.ly/PPDBSCB

📜 Persyaratan Umum:
1. Beragama Islam
2. Berasal dari keluarga dhuafa/ tidak mampu
3. Lulus SD/ sederajat, usia maksimal 13 tahun pada 31 Juli 2021 *Jika lulusan Paket A harus mempunyai kelebihan/kemampuan khusus dan Berijazah
4. Berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular dengan melampirkan surat dari dokter
5. Bersedia mengikuti seluruh tahapan seleksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
6. Tidak memiliki anggota keluarga yang sedang atau pernah mendapatkan beasiswa di Sekolah Cendekia BAZNAS
7. Tidak mengundurkan diri saat dinyatakan lolos seleksi
8. Berkomitmen menuntaskan pendidikan 6 tahun (sampai selesai SMA)

📲 Persyaratan dan ketentuan lainnya silahkan akses website www.cendekiabaznas.sch.id atau bergabung ke grup wa PPDB SCB 2021/2022 di http://bit.ly/GrupWAPPDBSCB

🤙 Narahubung:
089516307321 atau 085782771555
📷 Instagram/FB: @pendidikanbaznas dan Sekolah Cendekia BAZNAS

#SekolahCendekiaBAZNAS #SemestaKebajikanZakat #beasiswa #PPDB #Pendidikan #BAZNAS #zakat

Selamat Hari Guru

Bagi saya Guru adalah.. 

Guru bagi saya adalah, everything..
Dimulai dari orang tua yang menjadi guru pertama dan utama..
yang mengajari saya banyak hal dalam kehidupan sebelum akhirnya Allah pertemukan saya dengan guru-guru lainnya yang juga memiliki arti yang tiada tara..

Guru bagi saya adalah, 
Mereka yang mengenalkan dan mengajarkan saya arti ا hingga ي dalam kehidupan
Beliau bukan hanya sekedar mengenalkan mana yang baik untuk saya pegang, tapi juga mengajarkan saya untuk menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Rabb kami..
Dan tentu saja, semua itu setelah ia mengenalkan saya pada ke maha Esa an Allah..
pada Qul huwallohu Ahad, Allohushshomad, lam yalid walam yuulad, walam yaqun lahuu kufuwan Ahad..

Ya, beliau mengajarkan tauhid laa ilaaha illalloh Muhammad Rasulullah, kemudian mengajarkan kami akhlaq Rosuululloh shollallohu 'alaihi wasallam. Mengenalkan pada para sahabat, tabiit tabi'in dan orang-orang sholeh yang hidup di setiap zaman melalui kisah yang membuat hati terpaut mencintainya..

Guru..
Mengajarkan saya cara bersujud yang benar hingga hati ataupun dzohir tidak takut untuk berdiri dengan tegak dihadapan kedzoliman yang tumbuh subur dengan pupuk-pupuk kedustaan dan penghinaan.
Guru mengajari cara untuk tidak tunduk pada kemungkaran dan logika-logika sesat dan menyesatkan..
Guru mengajari untuk tunduk hanya pada Allah dan tidak membiarkan logika bermain terlalu aktif saat ia keluar jalurnya dengan pertanyaan dan pernyataan yang mengatur Allah.

Allah yang berhaq mengatur kita, bukan kita yang mengatur Allah..

Guru,
mengajarkan adab pada orang tua, pada guru, pada orang yang lebih tua, pada yang lebih muda.
Bagaimana bersikap, bagaimana bertutur kata bahkan mengajarkan untuk mengendalikan hati dari berprasangka buruk pada orang lain.

Guru, 
Orang tua adalah special teacher bagi saya.
Guru utama dan pertama.
Mengajarkan kami cara mencintai Rabb kami, Rasul kami, Al Qur'an kami, Dien kami, dan saudara-saudara kami seaqidah tanpa mengenal batas geografi maupun teritori..
Terima kasih Guru
Hatur nuhun Mamah
Hatur nuhun Apa,
Tak kan habis kata untuk melukiskan arti orang tua sebagai guru terpenting dalam kehidupan..

Guru selanjutnya adalah orang ini yang DIA hadirkan menjadi pelengkap senyum saya.
Bersamanya saya belajar banyak hal.
tentang warna-warni kehidupan yang beraneka .
tentang syukur yang bukan dicari-cari, tapi dihadirkan disini, dihati. 

Guru juga adalah anak-anak yang Allah amanahkan terlahir dari rahim ini. 
Dengannya saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan. 
Tentang kapan bersikap tegas, kapan harus lembut, kapan harus mengalah.. 
Bersamanya dan dengannya banyak hal baru yang dipelajari jauh sebelum ia lahir. 

Guru, 
Ingin sekali saya untaikan kata tentang guru-guru saya semasa MI hingga jenjang pendidikan selanjutnya, ataupun guru diniyah, guru mengaji dan murabbi saya.. 

Mereka, guru.. Pahlawan tanpa tanda jasa. 

Dan disini, 
Atas nama Ibu bagi putri saya, 
Bagi Ustadz dan Ustadzah yang setiap dentang waktunya dipenuhi dzikir membina generasi, membina putra-putri kami yang hanya bisa kami peluk melalui doa. Siang dan malam berkhidmat bagi generasi.. 
Saat jemari tak dapat berjabat, senyum tak saling menyungging, sapa pun hanya melalui media elektronik.. Tapi hati kami insyaAllah kan senantiasa meriuhkan gemuruh pinta pada Dia sang Maha melindungi, semoga Ustadz dan Ustadzah selalu berada dalam Ridha dan kasih sayang Allah. 

"Duhai pewaris Nabi, 
Duka fana tak berarti, 
Syurga kekal nan abadi, 
Balasan ikhlas di hati."

Tabarokallohu lakum Ustadz dan Ustadzah 🙏
Selamat Hari Guru. 
Terima Kasih Guru . Jazakumullah khairan Katsiran🙏🙏❤❤

Tasikmalaya, 25 November 2020
Ummi : Muhammad Quthb Al Ayyash, Muhammad Umar Yasin, Aufa Ashfiea AshShatilla, Kalifa Firdausy Fahrin

Ke Ciawi

Ternyata webinarnya dimulai jam 9 pagi ini, yeaaay saya punya setengah jam lagi untuk menulis dulu. 

Beberapa hari yang lalu saya pergi ke Ciawi. Apa menariknya pergi ke Ciawi? Mungkin ini hal biasa bagi sebagian orang, tapi bagi saya ini luar biasa. 

Meminta izin untuk pergi sendiri ke Ciawi dengan memakai kendaraan umum itu hal yang sulit di approve. Banyak pertimbangan yang membuat suami sulit memberi izin, sedang saya juga tipe yang berat melangkah tanpa izin suami. Berbulan menunggu izin sampai akhirnya suami mengangguk. Tanpa kata. Tapi itu cukup bagi saya. 

Sebenarnya saya kurang yakin dengan anggukannya, apa arti anggukannya. Laki-laki itu kan tipe yang tidak terlalu fokus dengan gesture tubuh atau ucapannya. Maksudnya apa, ucapannya apa. Maksudnya apa, gesture nya beda lagi. Tapi hari itu saya yang kegiarangan tak mau berpikir lebih banyak dari yang saya lihat. 

Cuaca mendung, sesekali turun hujan atau berupa gerimis. Suami sudah berangkat ke sekolah, saya duduk di kursi ruang tamu menimbang-nimbang jadi tidaknya pergi ke Ciawi. Ada kekhawatiran menyelusup, sudah sekian lama saya tidak bepergian jauh sendirian. Bisa saja saya meminta Umar menemani saya pergi, tapi saya tidak bisa meninggalkan Olin kami di rumah sendirian. 

"Kalau ummi bingung mah nggak usah pergi atuh Mi. De Olin khawatir sama Ummi. " Tiba-tiba saja Olin berubah bijak 🤭😁 

Cuaca mulai sedikit terang, saya bergegas membuka lemari pakaian dan mencari gamis serta jilbab dengan warna senada. Ah, ada jilbab yang sangat cantik hadiah dari teh Putri Saniah, murid suami saya waktu di Mts. Kerudung dengan dominasi warna salem dan motif bunga ini sangat cocok di padu padankan dengan gamis salem tua polos. Saya pilih gamis dan jilbab itu untuk saya pakai. 

Saya sematkan bross di kerudung bagian bahu kiri. Lalu meloloskan sedikit bedak bayi, ah hanya itu bedak yang saya punya. Kaos kaki hitam, masker berwarna hitam dan sandal jepit favorit saya menjadi hal terakhir yang saya pakai. Bismillah, akhirnya saya jadi berangkat ke Ciawi, sendirian dan menggunakan angkutan umum. 

Saya Hanya Ingin Di Sini

Hari ini rencananya menepi seharian dari gadget atau laptop, tapi saat mendapat kabar permintaan mengikuti webinar di suatu acara disetujui kok jadi bimbang. Ya sudah, duduk manis dulu disini menunggu webinar berlangsung. 

Masih setengah jam an lagi sebelum dimulai acara, jadi masih bisa duduk membaca buku dan menulis di blog ini. 

Sahabat, 
Bagi saya, Blog ini ruang tempat saya berkisah, menyimpan jejak juga rasa dan asa. Saya tidak ingin takut harus menulis apa atau apa tanggapan orang, saya tidak suka terbelenggu dengan pikiran tentang itu. Saat saya ingin menulis, seperti halnya saya ingin membaca, saya akan melakukannya tanpa memikirkan hal apapun di luar jangkauan saya. Saya tidak suka membebani diri saya sendiri dengan fikiran, "apa nanti anggapan orang atau tanggapan orang atas tulisan saya?" 
Saya juga bahkan tidak memikirkan hal lain kecuali saya merasa kalau saya harus menuliskannya. 

Sebenarnya ada yang menjadi alasan, kondisi kesehatan saya yang Allah uji yang membuat saya merasa tak perlu berpikir banyak untuk melakukan apa yang saya yakini benar dan baik. Keyakinan bahwa apa yang saya lakukan ini benar dan baik itu sangat penting bagi saya. Allah menjadikan kita menjadi seperti apa yang kita yakini tentang kita, untuk itulah saya yakin kalau saya harus yakin dengan diri saya sendiri. Kalau saya sedang berusaha agar Allah Ridha, agar Allah suka, agar semua yang saya lakukan hari ini bisa menjadi hujjah bagi saya dihadapan Allah kelak. 

Sahabat, 
Shalat dhuha adalah shodaqohnya anggota badan. Manusia memiliki 360 sendi, yang setiap sendinya hendaknya dikeluarkan sedekah pada setiap harinya. Tentu saja, ini bukan pekerjaan yang mudah. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menawarkan solusi praktis untuk mengatasi itu semua, yaitu dengan menggantinya dua rakaat shalat dhuha.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Setiap sendi tubuh setiap orang di antara kamu harus disedekahi pada setiap harinya. Mengucapkan satu kali tasbih (Subhanallah) sama dengan satu sedekah, satu kali tahmid (Alhamdulillah) sama dengan satu sedekah, satu kali tahlil (La ilaha illallah) sama dengan satu sedekah, satu kali takbir (Allahu Akbar) sama dengan satu sedekah, satu kali menyuruh kebaikan sama dengan satu sedekah, dan satu kali mencegah kemungkaran sama dengan satu sedekah. Semua itu dapat dicukupi dengan melaksanakan dua rakaat shalat dhuha." (HR Muslim dan Abu Dawud).

Sahabat, 
Suatu hari seorang kawan bertanya, "apa yang menjadi impianmu? "
Ini pertanyaan yang membuat saya terpekur agak lama, sangat lama. Saya menangis entah kenapa, saya hanya merasa harus berpikir sangat lama dan memberikan jawaban itu untuk diri saya sendiri. 

Saya hanya ingin disini, membersamai anak-anak hingga mereka tumbuh dewasa. Kemudian saat mereka dewasa dan sudah berkeluarga nanti, saya ingin tetap disini menunggu mereka pulang di teras itu, dengan segelas teh melati dan ubi ungu rebus yang masih panas. Saya hanya ingin disini, melalui setiap harinya disini.. 

Saya hanya ingin bisa berbincang dengan anak-anak tentang banyak hal tentang mereka. Mungkin kelak saya akan ceritakan kisah masa kecil mereka, harta yang paling berharga saya tentang mereka. Atau saya akan ceritakan tentang pohon belimbing di depan rumah yang daunnya bertambah lebat. Dan saya akan menjadi pendengar terbaik mereka, bersama kakang yang menjadi teman setia saya. 

Saya hanya ingin disini, dengan sajadah diatas karpet di kamar ini. Saya duduk disini seperti ini, membaca Al Qur'an lalu syarh Riyadhus shalihin favorit saya. 
Lalu saya duduk di kursi menghadap jendela lebar di kamar ini, membuka laptop dan menulis disini. Kembali menulis semua yang ingin saya tulis.. 

Saya hanya ingin disini.. 
Dari semua tempat yang ada, saya hanya ingin disini. Sampai kelak Allah memanggil saya kembali, dan saya dihantarkan ke tempat peristirahatan terakhir saya berbalut kapan berkawankan do'a .. Saya hanya ingin disini. 

Tasikmalaya, 26 November 2020

Senin, 23 November 2020

Membangun Rumah Impian (bagian 3)

Setelah uang didalam celengan dirasa sudah penuh, saya keluarkan dan hitung. Berapapun jumlah uang yang terkumpul saat itu, saya akan mengirimkannya pada salah satu kakak saya di kampung untuk dibelikan bahan bangunan secukup uang yang ada.
.
.
Kakak saya nanti akan membelikannya untuk saya. Mencarikan toko yang menjual bahan bangunan dengan harga dan kualitas serta kuantitas yang baik, mencarikan orang yang bersedia mengangkut barang dari perempatan tempat bahan diturunkan ke area yang sedianya akan kami bangun pondasi.
.
.
MasyaAllah, hadza min fadhli Rabbi.. Sungguh saya sedang dan hanya ingin mengingat serta menjejak kebaikan dari semua orang yang saya kenal. Dan disini akan ada jejak kakak saya yang akan selalu saya kenang dan syukuri.
.
.
Alhamdulillah biidznillah, 3 truk batu dan 5 truk pasir Allah anugerahkan dan hadiahkan juga kabarkan dari hasil menabung yang sekali lagi setiap nominal menabungnya terlihat atau terkesan sangat tak seberapa.
Ah, lagipula saya tak pernah memandang sesuatu dengan pandangan tak seberapa, lalu kenapa saya harus menulis kalimat 'tak seberapa' 😅😬.
.
.
'Alaa kulli haal, sekali lagi itu menjadi penyemangat terutama untuk kami sendiri. Sesuatu yang awalnya kami rasa akan sulit, namun dengan izin Allah, Allah mudahkan dan sampaikan. Walaa haula walaa quwwata illaa billaahil 'aliyyil 'adziim, semua itu rahmat dan juga ibrah bagi kami.
.
.
Saya menangis saat itu.. 
Menangis dengan rasa malu sekaligus syukur saya. Sungguh tanpa Allah, tak akan berarti apa-apa semua ini, karenanya kami berusaha pecut hati kami untuk senantiasa mengingat Allah dalam apapun keadaan kami.
.
.
Saat kakak kami mengabarkan, "De, uang yang Dede berikan, cukup untuk membeli 5 truk pasir dan 3 truk batu juga bayar tukang angkut. Bagaimana? Mau dibelikan semuanya?"
MasyaAllah, saat itu bibir tercekat, Robbana, seperti itukah rasanya menuai yang ditabur?! 
Rasanya seperti hmm... ada kupu-kupu beterbangan di hatiku. Ah itu terdengar mengada- ada, yang pasti hati kami dipenuhi tahmid yang membuat kami tak henti menggema syukur insyaAllah. 
.
.
"Robbanaa maa kholaqta hadza baathilaa, subhaanaka innii kuntu minadzdzoolimiin." Mimpi kami membangun rumah impian seolah sudah dipelupuk mata kami. MasyaAllah fabiayyi aalaairobbikumaa tukadzdzibaan..
.
.
Teriring ucapan terimakasih untuk kakakku yang banyak membantu kami melalui setiap tahapan dalam proses panjang ini sekaligus membantu memilihkan lahan yang paling tepat untuk rumah kami. Sungguh semua itu akan selalu jadi kesyukuran untuk kami.
.
.
#menulismenjejakkisahdanamal
Catatan ini saya tulis di Tasikmalaya, 18 juni 2020

Minggu, 22 November 2020

Membangun Rumah Impian (bagian 2)

Selain mengajar disalah satu SDIT di daerah jatinangor, kakang juga berjualan kue noga. Beliau berjualan dengan cara menyimpan toples berisi kue di warung-warung lalu mengambil uang hasil penjualannya (dari jumlah kue yang terjual) seminggu kemudian sambil mengganti dengan kue yang baru.
.
.
Kami merancang mimpi membangun rumah impian dengan menetapkan langkah awal membangun pondasi rumah di kampung kami nanti. Tanah seluas sekian puluh meter itu rencananya akan kami bangun pondasinya sekitar 9 x 10 meter an.
Kami menetapkan langkah bagaimana cara kami agar pondasi rumah bisa berdiri sesuai harapan, semua itu kami mulai dengan pertama-tama membuat target penjualan kue. Itu target yang paling mungkin karena kalau mengajar sudah kami tekadkan sebagai bentuk pengabdian.
.
.
Hmm sebenarnya tidak benar-benar ditarget harus menjual berapa kue dalam sehari, tapi kami bertekad untuk menyisihkan berapapun uang yang Allah beri untuk kami. Kami bertekad berapapun uang yang Allah beri, sebagian besarnya akan kami tabung, bekal membuat pondasi rumah nanti.
.
.
Saat mendapat uang 10 ribu, saya simpan 1 ribu bentuk ikhtiar dan InsyaAllah kesungguhan. Memang tak seberapa, mungkin sangat tak seberapa, tapi bukankah sesuatu yangg besar selalunya dimulai dengan sesuatu yang terlihat tak seberapa ?! 
Kami berusaha berikhtiar semampu kami dan meminta padaNya untuk melapangkan hal lainnya terutama hati kami.
.
Saat mendapat uang 70 ribu, kami menyisihkan 50 ribu di celengan khusus yang saya buat dari kardus kecil berbentuk rumah dengan tulisan 'PONDASI RUMAH IMPIAN'. Tulisannya sengaja saya buat memakai huruf besar dan tulisan besar. Untuk apa? Bahwa kami sedang bersungguh-sungguh. Alasan yang sengaja dihadirkan 😁.
.
20 ribunya untuk bensin dan kebutuhan makan keluarga kami. Hmm sebagian orang ada yang mengatakan itu cukup keterlaluan, tinggal di kota dengan beberapa balita hanya memakai kurang lebih 10 ribu sehari untuk biaya makan. Disaat anak-anak membutuhkan sangat banyak gizi, kami berusaha memenuhinya dengan tempe/tahu, telur dan juga sayuran juga buah pisang. 10 ribu eun? Di cukup-cukupkah saja 🥰🥰.
.
.
Ya, mimpi membutuhkan pengorbanan, dan saat itu kami meyakini kebutuhan gizi kami dan anak-anak insyaAllah tetap terpenuhi melihat bagaimana mereka tumbuh dan berkembang Alhamdulillah. 
.
.
Saat mendapatkan uang 50 ribu, 40 rb dan seterusnya bahkan saat 5 ribu pun kami menyimpan sebagiannya meski hanya 500 rupiah sekalipun. 
Ini ikhtiar kami, dan sekali lagi kami meminta pada Allah agar senantiasa melapangkan hati kami.
.
.
Dan diatas semua itu, kami meyakini ada hak orang lain yang Allah titipkan dalam berapapun nominal uang yang Allah berikan melalui tangan kami, hasil berdagang yang kami terima, Allah berikan tak semuanya untuk kami tapi ada yang berhak atas itu, hasil usaha kami ada bukan karena usaha kami tapi karena Allah yang menghendakinya ada. Semuanya karena kehendak Allah dan semuanya milik Allah.. karena itu ketika Allah menyuruh kita memberikan sebagian harta yang Allah titipkan pada kita maka selayaknya kita tunduk pada perintah untuk memberikannya pada mereka yang Allah tetapkan sebagai penerima (yang berhak sesuai syariat).
.
.
Ini teh mau cerita proses membangun rumah impian tea? Ya, masih muqoddimah. Saya ingin merangkai kepingan puzzle nya setiap hari hingga ia utuh tapi saya masih belum tahu pasti cara terbaik menceritakannya, jadi saya putuskan mulai menulis dari cara kami menabung, eh cara menyisihkan uang 🤔🤭.
Karena sekali lagi, kami bukan orang yang ketika kami menginginkan sesuatu maka saat itu juga kami akan mendapatkan keinginan kami itu. Tidak, tidak seperti itu, selalunya haruslah ada airmata dan keringat yang menyertai hingga Allah wujudkan pada waktunya.
.
.
Bagaimana caramu menabung untuk esokmu? 
.
.
#menulismenjejakkisahdanamal
Catatan ini di tulis di Tasikmalaya, 17 Juni 2020

Jumat, 20 November 2020

Membangun Rumah Impian (bagian 1)

 Saat itu membersamai seorang sahabat membangun rumah impiannya. Sekedar membersamai (baca: melihat proses) tanpa membantu sama sekali  (😁😁), tapi entah kenapa, setiap kali melihat sahabat saya ini berkisah tentang tahap demi tahap rumah yang sedang dibangunnya itu, ada yang berdesir hangat dihati saya, saya merasakan bahagia yang sama.. sangat bahagia.


Menyimaknya melafal abjad disertai binar mata penuh suka cita saat berkisah membuat saya tak henti menggema hamdalah. Sungguh luar biasa cara Allah menghadirkan bahagia.


Itu adalah episode selanjutnya dimana saya juga mulai berpikir membangun rumah impian seperti sahabat saya ini.


Sebelumnya memang pernah merancang hal yang sama, tapi karena suatu hal yang membuat kami memutuskan pindah ke Bandung sedang kami melihat di sekitar kami banyak sekali yang menempati rumah kontrakan bahkan di usia senja mereka, menyaksikan itu membuat ingatan kami akan membangun rumah sendiri teralihkan, "tak apa, banyak kok yang bahkan seumur hidupnya tinggal di kontrakan. Ini hanya masalah tempat saja, tak jauh berbeda." Fikir kami waktu itu.

Tak apa jika kami ternyata harus terus mengontrak, yang penting harus menjaga Izzah kemandirian kami, itu juga yang kami pikirkan saat itu.


Tapi, episode membersamai sahabat saya itu menjadi episode pembangkit kembali asa untuk jua membangun rumah impian tempat anak-anak menyimpan kenangan masa kecil mereka, tempat mereka merangkai mimpi-mimpi mereka, dan menata serta mengurai setiap inci tekad dan asa mereka.


Ah, kami pun mulai memahat dan menata asa kembali untuk kembali ke kampung halaman karena biaya pembuatan atau beli rumah di kota sangatlah mahal. Kami juga ingin membersamai anak-anak di kampung, dekat juga dengan emak dan mamah. Meski kami tak bisa membersamai keduanya, minimal kami bisa dekat dengan mereka, bisa sering berkunjung dan berbincang dengan mereka, bisa memegang tangan mereka menghaturkan segala rasa Terima kasih bakti syukur kami yang tak seberapa. 


Kami mulai memeluk cita membangun istana cinta di kampung halaman kami, tak perlu yang wah apalagi mewah, kami hanya ingin rumah yang hangat. Rumah yang didalamnya tawa ceria anak-anak berderai merdu, tangis kecil mereka menjadi pereda gundah mereka dan tentu saja kami ingin membangun benteng peradaban dari rumah kami sendiri.


Melafal bait demi bait syukur dari kesederhanaan yang ingin kami ciptakan disertai riuh gemuruh syukur yang mengangkasa.


MasyaAllah, impian membangun rumah impian semakin membumbung saja 😁😁.


Namun sekali lagi seperti saya tuliskan dipostingan sebelumnya, kami bukan orang yang ketika kami menginginkan sesuatu maka saat itu juga kami akan mendapatkannya. Kami perlu berbenah agar apa yang Allah berikan bisa cukup untuk membangun yang kami azzamkan. Tentu saja bukan kami yang mencukupkan, tapi Allah menjanjikan jika kita merasa cukup maka akan DIA cukup kan nikmatNya itu untuk kita.

Allah sudah memberi, tak perlu lebih meski hati menginginkannya. Karena kami yakin saat kami merasa cukup maka semuanya akan Allah cukup kan hingga terbangun rumah yang masih dalam bayangan kelak biidznillah. Ya, dengan izin Allah.


#menulismenjejakkisahdanamal

Catatan ini di tulis di Tasikmalaya, 16 Juni 2020

Kamis, 19 November 2020

Dan hingga kemudian batu yang menggantikan kami bicara..

Dan hingga kemudian batu yang menggantikan kami bicara... Itulah kisah palestina yang seringkali hadir dalam perbincangan anak-anak..

Saat peluru berhamburan bertemu dengan batu-batu kerikil yang pastinya tak pernah sebanding... Namun, wallohu musta'an wallohu khoirul maakirin..
Bahkan saat darah para pelontar batu tertumpah dan tubuh mereka ambruk menyatu dengan tanah... Ruh mereka terbang harum ke sisi penciftanya, mereka berbahagia disana... 

Maka adakah kemenangan sejati selain kemenangan seorang hamba yang berjuang di jalan Allah dengan semua yang dia miliki tanpa sedikitpun mencoba mencaci perjuangan saudara-saudaranya apalagi merasa lebih dari saudara-saudaranya?

Maka adakah kemenangan sejati selain kemenangan seorang hamba yang kembali menghadapNya dengan muka berseri?

Dan jika hari ini dia terluka... Sesungguhnya kelak lukanya itu akan menjadi hujjahnya di hadapan Allah.

Sungguh beruntung kehidupan seorang muslim... Abdinya pada Robbnya tak pernah sia-sia disisi Robbnya, bahkan meski seluruh manusia mencaci dan mendengkinya.. Kematiannya melukiskan kehidupan yang baik sepanjang hidupnya..
Tak ada kehinaan atasnya...

Maha benar Allah atas segala firmanNya...

Dan hingga batu yang kemudian menggantikan kami bicara menjadi satu kisah yang senantiasa membangkitkan semangat dan kesadaran anak-anak untuk tak gentar melawan sesuatu yang terkadang menindas ; rasa malas.

Tidak mudah melawan rasa malas, baik itu bagi anak-anak maupun orang dewasa seperti kita.
Inilah salah satu i'dad yang mereka lakukan sebagai seorang muslim...
I'dad jasadiyah, i'dad ruhiyah serta i'dad fikriyah yang menjadikan semua tempat dan semua kegiatan hariannya sebagai langkah-langkahnya.

Dan hingga batu yang kemudian menggantikan kami bicara ... Akan selalu jadi pecut untuk kami dan mereka yang insyaAllah menganggap bahwa agama yang kami pegang adalah satu2nya dien yang benar di sisi Allah.

Adalah waktu yang kami miliki,
Adalah setiap desah nafas kehidupan kami,
Adalah setiap detak dan denyut...
Semuanya adalah milik Allah...
Kami hanya dititipi...dan amanah ini haruslah kami laksanakan sebaik mungkin hingga saatnya kami dikumpulkan dan mempertanggung jawabkan amanah ini, saat semua orang disibukkan dengan urusannya sendiri-sendiri...

Dan hingga kemudian batu menggantikan kami bicara...mengingatkan kami bahwa tak ada kemuliaan tanpa perjuangan.

Membangun Rumah Impian (prolog)

Tiba-tiba terpikir untuk berbagi kisah tentang proses kami membangun rumah yang kami tempati selama hampir 9 tahun ini.
.
.
Untuk apa berbagi kisah? Harapannya sih agar menjadi penyemangat. Penyemangat bagi siapa saja yang masih merancang asa membangun rumah impian. 
.
.
Ya, saya pernah merasakan hal yang sama..
Kondisi yang sama dimana kami harus berpindah kontrakan sedang kondisi saku bak roller coaster di saat ia dibutuhkan..
Terkadang mengurut dada menarik nafas panjang karena uang yang sedianya disiapkan untuk membayar kontrakan habis terpakai untuk keperluan tak terduga dan mendesak..
Menerawang kira-kira bagaimana cara kami mendapat pundi rupiah penyambung tempat bernaung kami dari hujan dan panas.
.
.
Ya, saya pernah merasakan hal yang sama..
Dan saya sangat faham bagaimana rasanya menghadapi hari-hari itu. 
.
.
Letih? Sekian tahun berpindah kontrakan menjadi cerita unik tersendiri yang hanya kontraktor juga yang tahu bagaimana cerita letih dan suka serta duka nya.
.
.
Tentu saja tidak setiap letih adalah duka. Karena kami meyakini didalamnya Allah siapkan banyak sekali kebaikan, tarbiyah untuk kami..
.
.
MasyaAllah, fabiayyi aalaairobbikumaa tukadzdzibaan?!
.
.
Untuk hari-hari yang telah berlalu itu, izinkan kemudian saya berbagi dipostingan selanjutnya nanti! 🙏😁
Beberapa puzzle kenangan yang coba saya rangkai hingga utuh berbentuk, kisah kami hingga akhirnya kami berpindah tempat tanpa harus merasai lagi dikejar-kejar uang kontrakan yang selalunya  naik setiap tahunnya. 
.
.
Ya, kami bukan orang yang ketika kami menginginkan sesuatu maka saat itu juga kami akan mendapatkannya.
Ada tangis dan keringat yang menyertai.
Bahkan kisah pengiring lain yang saat itu menjadi kisah penuh drama tersendiri.
MasyaAllah, sungguh semua itu anugerah yang besar dari Allah. Semua kisah itu, semuanya tarbiyah..
.
.
Berapa tahun ngontrak? Berapa kali pindah kontrakan? 
Kami, awal menikah tinggal di rumah emak, lalu mamah, kemudian kontrakan pertama, pindah ke rumah kontrakan kedua, beralih ke bandung dengan 3 kali berpindah rumah di 3 tempat yang berbeda, balik kampung menempati rumah saudara dan qodarulloh biidznillah berakhir disini.
Total berpindah-pindah jadi sekitar 9 tahun... sungguh, meski hari itu penuh cerita, terkadang sampai hari ini saya masih harus meyakinkan diri bahwa kisah itu benar-benar sudah usai.
.
.
Untuk apa menuliskannya disini? Sebagai jejak dan sekali lagi semoga menjadi kebaikan, pemberat mizan kebaikan.. penyemangat bagi siapapun yang sedang mengurai tekad membangun rumah impian.  Jangan patah semangat, semua ada waktunya! Allah Maha tahu saat yang paling tepat..
.
.
#menulismenjejakkisahdanamal
Catatan ini di tulis di Tasikmalaya, 15 Juni 2020

Teruntuk Ustadz Ibnu dan Ustadzah Apri

Hari ini H -7 menuju walimatul 'ursy Ustadz Ibnu dan Ustadzah Apri.. 

Selamat Menjejak Kisah Bersama yaa Ustadz dan Ustadzah🙏🙏

*****

Setelah hari itu, akan banyak hari dimana setiap dentang ada dia yang menemani baik saling bergenggaman ataupun melalui lirih do'a pada DIA sang Maha Menjaga. 

Setelah hari itu, akan banyak sujud dimana lafal dan gemuruh tasbih terasa sangat menentramkan, bersamanya yang tiba-tiba saja membuat status single berubah seketika seusai ijab kabul. 

Setelah hari itu, akan ada yang bersedia tertawa bahagia mendapati bahagiamu. Akan ada yang bersedia memeluk duka saat engkau berduka lalu membasuh duka menjadi dzikir penuh kesyukuran. 

Setelah hari itu, akan ada yang mengomentari semua hal kecil tentang dirimu yang entah kenapa justru membuatmu berbinar senang namun tak jarang membuatmu enggan menyungging senyum karena kesal. 

Setelah hari itu, akan ada yang memuji setiap hal tentang dirimu. Lalu engkau bertahmid hingga jauh ke lubuk hati.. 
Semakin bermakna hari mu, 
Semakin bermanfaat kisahmu, 
Semakin membumbung tinggi potensi kebaikanmu.. 

Setelah hari itu, akan ada yang memegang tanganmu saat engkau hendak atau saat terjatuh. Mengusap airmatamu saat engkau menahan perih, mengajakmu berdiri dan bangkit kembali hingga perih menjadi pecut yang membuat lautan kisahmu semakin penuh arti. 

Setelah hari itu, akan ada yang meminta pendapatmu tentang dirinya; harus memakai pakaian yang mana, warna apa, sepatu atau sandal, dan semua hal yang dulunya mungkin tak terlintas dalam benak. 

Setelah hari itu, kadang hal kecil menjadi perdebatan. Cara bicaramu mulai dipersoalkan, atau caramu mengatur volume suaramu, atau caramu menyantap hidangan atau mungkin perbedaan kubu antara team bubur di aduk atau tidak. Banyak hal kecil menjadi bumbu manis pernikahan.. 

Setelah hari itu, engkau mulai semakin menyadari bahwa adakalanya engkau perlu mengalah, siap mengalah namun tak jarang ego lebih berkuasa namun akhirnya senyum kembali merekah saat ia sudah berlalu.. 

Setelah hari itu, 
Senyum mu padanya adalah ibadah, 
Kalimat manismu padanya adalah ibadah, 
Memuliakannya adalah ibadah, 
Menutupi segala kekurangan dan kelemahannya adalah ibadah, 
Semua antara engkau dan dia menjadi ibadah.. 
MasyaAllah sayap-sayap sakinah, mawaddah wa rahmah mengalir deras bersama senandung cinta yang mengguncang 'Arsy Nya. 

Dan setelah hari itu, engkau tak sendiri lagi mengarungi liku perjalanan ini. 

Pernikahan bukan hanya menyatukan dua pribadi yang tak sama, tapi dua kekuatan dakwah hingga darinya simpul-simpul dakwah semakin terikat kuat, akarnya menghunjam jauh ke dasar bumi, dan buahnya semerbak mewangi kesturi.. 
Binar syukur terhampar di netranya, bisik tahmid menembus pintu-pintu langit.. Hingga darinya terlahir pribadi-pribadi pembawa bobot laa ilaaha illallah bagi bumi. 

Ustadz Ibnu dan Ustadzah Apri, 

Wilujeng membuka lembar perjuangan baru dalam simpul kasih sayang, 
Wilujeng mereka aksara dalam sejarah bagi peradaban generasi terbaik,
Wilujeng "mencipta rumah seindah syurga, menjaga Akhlak sebening mata, qona'ah selendangnya dalam rumah tangga, sejuk di kalbunya." 
Wilujeng saling mencintai, saling memuliakan dan saling menjaga karena Allah.. 

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِى خَيْرٍ

Artinya :”Mudah-mudahan Allah memberkahi engkau dalam segala hal (yang baik) dan mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan”


Tasikmalaya, 19 November 2020

Dengan cinta dan do'a
Aufa dan keluarga

* undangan ini saya screenshoot dari undangan digital beliau. Sengaja saya simpan disini sebagai salah satu jejak Ustadz yang berperan dalam sejarah baik bagi pendidikan putri kami, Aufa. 

Rabu, 18 November 2020

Tentang Bapak (bagian 1)

Tentang Bapak

"Inilah peluang saya menghaturkan bakti yang tidak sempat saya haturkan ke Apa saat Apa masih ada." Itu yang ada di pikiran saya saat mendapat kesempatan memiliki ayah mertua. 

MasyaAllah, Bapak seorang yang sangat baik. Tak pernah sekali pun mengucap kata yang menyakiti atau memperlihatkan sikap yang membuat hati diam-diam meringis. Demi Allah yang setiap huruf yang tertulis kelak akan bersaksi dihadapanNya, tak pernah saya dapati Bapak melafalkan sedikitpun kata dan menoreh sedikitpun sikap yang menyakiti. 

Bapak, 
Beliau seorang ayah yang sangat baik. Menjeda kerinduan saya akan sosok ayah yang telah tiada..
Menerbitkan senyum kerinduan saya untuk menghaturkan bakti pada Ayah yang tak bisa kuhaturkan bakti padanya.. 

Untuk Bapak dan Emak, saya dan suami memutuskan untuk membersamai mereka di awal bahtera kebersamaan kami. Mengikuti nasihat baik Bibi Oti yang meminta kami untuk melepas sedikit penat Emak dan Bapak; Membantu pekerjaan rumah Emak. Meski saat itu semua akan menjadi hal baru yang boleh jadi membuat saya kelimpungan karena tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, untuk kesempatan berbakti pada Ayah saya memutuskan mengabaikan rasa grogi. 

Saya tidak bisa memasak apalagi di tungku kayu, saya tidak tahu cara terbaik membersihkan rumah, dan bahkan saya tidak tahu cara berinteraksi dengan Bapak dan Emak. Semua terasa mendebarkan bagi saya, membuat saya seringkali gemetar dengan khawatir.. 

Tapi inilah kesempatan saya untuk mencintai Ayah, bakti cinta saya pada Ayah yang tlah tiada.. 

Bapak terlihat menyukai masakan yang saya masak meski itu hanya oseng tahu, pindang goreng, tempe goreng, sayur sop atau gehu dan bala-bala. 
Bapak juga menyukai menu acar ikan mujaer, sambal goang, kasreng tempe dan terutama bubur kacang.. MasyaAllah Bapak sangat menyukai bubur kacang. 

Saya ingat hari itu hampir semua orang berangkat ke tanjung sari ke rumah baru kakak ipar saya, tinggallah saya dengan Umar yang masih bayi menemani Bapak yang qodarullah sedang sakit sejak lama. 

Saya pijit kaki Bapak dan tanyakan perasaan Bapak. "Bapak sakit pisan nya Bapak?" Tanya saya. Bapak hanya tersenyum. 

"Bapak, kang wawan sapertos kumaha nuju alitna?" Saya tanyakan pada beliau seperti apa masa kecil suami saya dalam ingatan beliau. Hari-hari itu hampir setiap hari Bapak bercerita tentang masa kecil suami saya, dan hari itu saya sendiri yang meminta beliau bercerita. Saya merasakan kerinduan yang sangat disana, saya meyakini semua anak istimewa bagi orang tuanya dan tak pernah memandang dengan pandangan berbeda antara satu dengan lainnya, tapi hari-hari selama sekian bulan sebelum Bapak pergi Allah beri saya kesempatan melihat sudut mata beliau berkaca saat melafal kisah masa kecil suami saya. MasyaAllah hening sekali cintanya.. 

Bapak menghabiskan seporsi sayur sop yang saya buat untuk beliau, memberikan catok kuku meminta saya memotong kuku beliau (saya punya cerita tersendiri tentang Bapak dan catok kuku nya). Beliau juga menghabiskan semangkok kecil bubur kacang yang saya buat.. Saya tersenyum bahagia hari itu. 

Berat bagi saya saat itu untuk meninggalkan Bapak, saya ingin menunaikan bakti yang saya azzamkan pada Apa melalui Bapak.. Meski hanya hari itu peluang satu hari penuh saya bisa bersama Bapak. Tapi saya ingin sekali membelikan makanan untuk Bapak, saya ingin membelikan bubur kacang yang menurut saya sangat enak dan ingin sekali saya haturkan untuk Bapak. 

"Bapak, sawios abi ka ciawi heula sakedap?" Berat hati saya minta pendapat Bapak. Khawatir harus meninggalkan Bapak sendirian di rumah. 

"Aya naon di Ciawi, Nyai?" Tanya Bapak

"Aya bubur kacang nu raos, Abi hoyong meser bubur kacang kanggo Bapak. Abi oge hoyong meser buah Apel, buah Anggur, buah pear sareung roti coklat kanggo Bapak." Hari itu di pagerageung tidak ada toko buah yang menyediakan buah pear, anggur dan pear. Tidak ada tukang bubur kacang atau toko khusus roti yang saya maksud. 

"Ieu atuh duitna ti Bapak!" Bapak menyodorkan 3 lembar uang 20 ribu an. 

"Teu kenging, Bapak. Abi hoyong mangmeserkeun kanggo Bapak. Ieu artosmah masih aya da." Saya tahu uang yang ada di dompet saya pasti hanya cukup untuk ongkos PP pagerageung ciawi, 2 porsi bubur kacang, 1 bungkus roti, 1 apel, 1 pear dan sedikit anggur.. Tapi saya ingin sekali membelikan itu dengan uang saya sendiri. 

Setelah membujuk Bapak untuk menyimpan kembali uang beliau, akhirnya saya berangkat ke ciawi. Berdua dengan Umar yang masih bayi.

Setelah membeli bubur kacang, buah pear, buah apel, buah anggur dan roti.. Qodarullah saya lihat ternyata ada beberapa rupiah uang di dompet kecil tempat saya menyimpan uang koin. Ingat Bapak menyukai snack rasa keju yang pernah suami belikan, saya langsung belikan itu juga untuk Bapak. Terlintas di benak saya, Bapak akan senang mendapati ini.. 

Saya langsung pulang dan mendapati Bapak sedang duduk di papangge depan rumah, "Bapak ngadagoan Nyai bisi kunanaon." Aduhai hati, ingatan ini kini membuat saya menangis tersedu.. 

Saya cium punggung tangan beliau dan minta maaf karena meninggalkan beliau sendiri selama 1 jam lebih. "Hapunten abi ngantunkeun Bapak. Hatur nuhun tos ngantosan abi sareung ngahawatirkeun abi." Alih-alih meminta maaf membuat beliau khawatir, saya justru berterima kasih atas perhatian itu.. Cinta Ayah selalu terasa hening tapi penuh makna. 

Ingatan itu.. 

"Bapak, abi ka lebet ngabobokeun heula adik Umar nyaa! Bapak bade calik di dieu atanapi istirahat di bumi?" Bapak memilih duduk di papangge, katanya ingin menunggu Emak pulang disana. 

Setelah menidurkan Umar kecil saya ke dapur mengambil mangkok dan menuangkan bubur kacang, mencuci buah-buahan dan menyiapkannya untuk Bapak. Roti dan snack nya sudah saya berikan sebelum saya menidurkan Umar. Dari kaca ruang makan saya lihat Bapak menyimpan snack dan roti dalam keresek hitam, tersenyum memandang bungkusan itu. Entah kenapa hati saya bahagia bercampur sedih.. Seolah tak kan lama saya bisa melihat senyum itu. Saya terisak sejenak, "ya Allah Engkau Maha Tahu isi hati hamba. Sayangi Bapak dan Apa yaa Allah."

Akan bakti yang sekedarnya bahkan mungkin amat sangat kurang, ingatan hari itu membuat saya menangis kembali.. 

"Keur Nyai na mana?" Bapak bertanya-tanya saat melihat saya hanya membawa satu mangkok bubur kacang. 

"Abi mah tos ngaemam. Tos wareg, Pak!"saya tidak bermaksud berbohong, karena saya memang sudah makan bubur kacang yang saya buat sendiri di pagi hari tadi. 

"Ieu atuh dia keun deui keur Nyai."

"Sawios Bapak, ieu kanggo Bapak. Geura tuang! Ku Abi disareungan didieu ngantosan Emak!" Bapak tersenyum, ah.. Emak pasti memiliki tempat yang sangat istimewa di hati Bapak. Namun sekali lagi, cinta itu hening.. 
Saya melihat cinta itu, rindu itu.. Di senyum Bapak hari itu.. 

Catatan Harian

 Pagi ini masih disini merenungkan apa yang sudah dilalui, yang sudah diucapkan, yang sudah dilakukan, yang sudah digulirkan. 

Seringkali interaksi sosial membutuhkan kesiapan, bukan hanya kesiapan untuk menjaga adab diri tapi juga kesiapan berlapang hati dan kesiapan untuk mendapati ucapan atau sikap kita di salah artikan orang lain. Apalagi jika interaksi sosialnya hanya sebatas saling mengenal dzahirnya semata, tak benar-benar saling mengenal.. 

Saya masih disini, merenungkan kembali apa yang sudah terjadi, cara saya mengevaluasi diri. Cara saya menjadikan apa yang tlah berlalu sebagai pembelajaran untuk hari ini dan hari esok. 

Melihat jauh ke dalam diri, seperti apa saya di hari-hari yang telah lalu. Bagaimana saya terhadap orang lain; terhadap orang-orang di sekitar saya, suami dan anak-anak saya. Terhadap ibu dan saudara-saudara saya, terhadap tetangga, kerabat dan semua yang berinteraksi dengan saya.  

Saya masih disini.. 

Sesekali ngarenghap agak panjang saat mendapati banyak hal yang saya khawatirkan justru merugikan orang lain. Sesekali menyeka air mata, takut Allah murka. Sesekali sesenggukan, sungguh aku takut.. 

Saya masih disini.. 

Berteman sunyi di awal pagi. Menimbang-nimbang apa yang harus saya lakukan untuk memperbaiki diri. Saya tak ingin diam membiarkan diri tetap dalam kekeliruan saat saya berlaku keliru, saya tak ingin berdiam diri membiarkan lisan tetap melafalkan kalimat yang tak elok diucapkan atau membiarkan jemari tetap merangkai kata yang tak membawa faedah sama sekali atau membiarkan telinga dan mata mendengar dan melihat sesuatu yang lebih utama saat dihindari. 

Saya masih disini, 

Merenungkan dan mengevaluasi diri, Hari-hari yang telah berlalu untuk hari esok ku di dunia dan di akhirat. 

Saya masih disini, 

Mengingatkan diri yang sering alfa.. Lukiskan hari yang membawamu pada Ridha Ilahi! 

Saya masih disini, awal pagi ini dalam sunyi bersama tasbih pepohonan dan kongkorongok ayam.  

Kamis, 12 November 2020

Jejak Cinta Yang Tertinggal (bagian 7)

 

Tahajud call

 

Tahajud call ataupun komunitas tahajud belum dikenal dan bahkan belum ada saat itu.

Dan yang Apa lakukan saat itu mungkin yang aku kenal tahajud call di kemudian hari.

Sekitar jam 2 sampai jam 3 an Apa menelpon dan membangunkan semua teman yang ada di list buku telephon beliau. Bukan melalui wa, telegram, line atau sms, karena saat itu handphone belum di kenal. Memiliki telphon rumah bahkan sesuatu yang wah, meski keluarga kami sendiri bukan keluarga yang wah.

Apa tidak hanya membangunkan shahabat-shahabat beliau yang berada di seberang telephon sana. “memulai dari keluarga.” Itulah yang pertama kali Apa lakukan.

Beberapa saudara aku sekolah diluar daerah, ada yang di tasik kota, di bandung, juga di jawa tengah. Tinggallah aku bersama eteh dan adik-adik aku yang tinggal bersama mamah.

Apa membangunkan aku dan eteh sebelum menghubungi shahabat-shahabat beliau. Mamah biasanya sudah selesai tahajud, atau sedang menidurkan adik bayi kami yang terbangun untuk kemudian melanjutkan shalat witir, atau tilawah beberapa ayat alqur’an.

Eteh dan aku berburu ke kamar mandi yang ada di dekat dapur untuk wudhu. selesai wudhu, kami sholat di kamar kami masing-masing. Eteh di kamar depan, aku di kamar tengah, serta mamah di sebelah kamar aku.

Sesekali terdengar suara ara, adik kami yang saat itu masih balita menangis. Suara mesin tik Apa tepat di depan kamarku di dekat taman dalam rumah yang kini sudah berubah fungsi menjadi kamar utama rumah kakakku yang nomor 6.

Tak tik tak tik...kurang lebih suaranya seperti itu.

Selesai sholat, aku yang waktu itu berusia 9 tahun an, kadang diminta Apa untuk membacakan catatan by puplen yang sedang beliau tulis kembali di mesin tik. Membackan catatan adalah tugas aku, eteh biasanya kembali tidur setelah sholat tahajud.

Kadang, Apa menyuruhku untuk kembali tidur. Sehingga aku tak harus membacakan catatan Apa sampai saat aku berangkat ke masjid untuk tadarus dan sholat berjamaah disana. (aku ikut berjamaah supaya bisa tilawah di urutan pertama. tapi tetap saja jang darul yang kini sudah menjadi dokter selalu datang lebih dulu dari aku 😀😀

Qiyamullail/tahajud di usia kecil memang terasa berat. Tapi aku tidak berani membantah Apa, meski waktu itu kadang terselip rasa,”Apa, aku masih mengantuk? Kenapa Apa membangunkan aku di jam ini? Lagipula aku masih kecil. Teman-teman aku bahkan banyak yang bangun setelah shubuh, bahkan kesiangan.”

Tapi kami tidak membantah Apa karena pertanyaan seperti itu, bukan karena takut dimarahi, tapi kami malu pada Apa.

Waktu istirahat Apa sangat sedikit. Apa bukan seorang workaholic, tapi beliau benar-benar mengabdikan hidupnya di jalan Alloh. Tanpa banyak kata ataupun demo kesana kemari sambil mengatakan,”aku sedang berdakawah.” Tidak, tidak seperti itu.

Apa berbuat dengan caranya, dan aku memperhatikan semua yang bisa aku perhatikan hingga aku malu untuk membantah Apa.

Kini, aku semakin faham maksud Apa membangunkan kami ataupun shahabat-shahabat beliau di sepertiga malam.

Kasih cinta Apa tidak ditunjukkan dengan permakluman rasa mengantuk kami,tapi pembiasaan-pembiasaan yang terasa berat saat dilakukan pada masanya, sebagai wujud pengejawantahan perintah Allah,”quu anfusakum wa ahlikum naaro.”

Persis seperti yang di ucapkan kakakku nomor 6, saprudin hijbulloh”resah manakala usaha cari nafkah terasa susah, padahal kita sadar itu kehidupan singkat. Tapi tak merasa resah dan khawatir manakala anak-anak dan istri dibiarkan menempuh jalan neraka.”

Quu anfusakum wa ahlikum naaro, membiasakan istri dan anak-anak Apa melangkah menuju arah yang diperintahkan Allah dalam keadaan terpaksa ataupun suka hati.

Apa, mungkin merasakan resah bila kami menempuh jalan yang kan membawa kami pada neraka. “na’udzubillahi min dzaalik.”

Apa, mendidik kami untuk mengendalikan hati dari godaan yang senantiasa membisiki hati untuk menjauh dari kethaatan.

Dan aku malu pernah memiliki pikiran,”kenapa Apa seolah tak mengerti kalau aku masih mengantuk.”...aku malu atas saat aku berpikir seperti itu, karena nyatanya... Apa melakukan tugas dengan sangat baik atas kami. Bukan hanya pemenuhan kebutuhan materi kami, tapi ruhiyah kami... jalan kami kelak.

Arah jalan kami kelak, Apa...semoga tidak pada arah yang menghanyutkan setiap rusuk dan sendi bahkan tetes darah kami pada seburuk-buruk tempat kembali. Semoga jannah menjadi tempat kembali kita.

Terima kasih karena sudah membangunkan kami untuk melaksanakan sunnah yang dilakukan Rasul kita.

Sekitar awal tahun 2000-an, marak terdengar tahajud call yang di komandoi beberapa lembaga dakwah dan asatidz kenamaan. Aku kadang berasumsi, mungkin saja ide awalnya dari mu, Apa...

Dari beberapa shahabat Apa yang menularkan virus-virus kebaikan kepada shahabat-shahabat lainnya lagi, pada komunitas-komunitas lainnya, hingga kemudian sampai pada seorang yang hanif yang mampu mengorganisir kebaikan dalam wadah yang baik dan mampu menyentuh semua orang tanpa batasan orang-orang terdekat saja. Jika benar seperti itu, subhanalloh...itu amal jariyah yang luar biasa.

Rabu, 11 November 2020

Hari Ini Bersama Mamah

Mamah suka sekali memasak, semua masakannya selalu menjadi favorit semua anak, menantu hingga cucu-cucunya. Bahkan anak-anak saya sendiri terutama sulung seringnya lebih merindukan masakan Mamah dibanding masakan saya. Apalagi saya memang terbilang jarang masak.. Beralasan karena kondisi fisik? Hmm begitulah 🤭

Kembali tentang hobby mamah. 

Berpuluh tahun yang lalu saat saya masih kecil, setiap kali Apa kami mengajak sahabat-sabahatnya dari Band berkunjung ke rumah, pais ikan emas buatan mamah selalu menjadi menu paling istimewa dan menjadi request sahabat-sahabat Apa. Bahkan sampai Apa meninggal pun sebagian sahabat Apa masih sering memesan pais ikan mas buatan mamah dengan sambal terasi dan lalapan daun singkong nya. Hingga akhirnya bertahun kemudian Mamah memilih fokus mengembangkan usaha kue noga. 

Mamah, 
Mamah itu memang sangat suka kegiatan masak. Masakannya lebih sering dibuat bukan untuk beliau sendiri tapi buat orang lain. 

Saat saya kecil, Mamah sering memasak nasi dan sayur atau lauknya lebih banyak dari porsi makan kami sekeluarga. Mamah biasanya membanyakkan masakan untuk teman-teman bermain saya atau siapapun yang datang ke rumah. Siapapun yang berkunjung pasti mamah tawari makan. 

Sekarang saat saya sudah seusia ini, bukan lagi teman-teman bermain saya yang mamah tawari makanan tapi sekarang mah incu-incunya. 

Mamah
Hari ini membuat gendar, sejenis kerupuk yang dibuat dari nasi basi yang dimasak, di tutu lalu di buat adonan kerupuk

Minggu, 08 November 2020

Catatan Harian

Detak jantungku terasa lebih berat dari sebelumnya. Nyuuut nyuut nyuuut, mungkin seperti itu suaranya jika terdengar. Sakit sekali hingga nafasku terasa sangat berat dan sesak. 

Aku ingin memilih untuk diam sejenak, kembali berbaring lalu menutup mata dan... Ah, mungkin kembali mentasbih ngilu membuat sakit mereda. Seharusnya aku bersyukur, jika aku bersabar makan akan berguguran semua khilaf yang pernah aku buat dan tentu itu lebih baik untuk bekal akhirat ku. 
Hati, bersabarlah dengan sabar yang baik! 

Sesaat aku menangis, mendekap sakit disepanjang usia yang ku ingat.. 
Aku sangat ingin memilih untuk diam, berbaring lalu menutup mata. Tapi aku justru memilih beranjak, kupakai kerudung dan jaket lalu mengambil sapu dan memilih menyapu lantai hingga ke teras rumah. Dari teras kulihat sampah daun yang berserakan, aku pun beranjak mengambil sandal jepit ando berwarna hitam dengan tali pink, sandal Aufa yang disimpan di rumah. Ku ambil sapu nyere yang tergeletak di dekat pohon ki hujan. Sapu nyere itu semakin tipis karena berceceran di mana-mana, aku memang kurang apik menyimpan sapu hingga akhirnya mudah rusak dan berceceran di mana-mana. 

Ku sapu perlahan daun-daun kering yang berjatuhan dari pohon ki hujan, dari pohon jambu batu juga dari pohon belimbing.. Tanaman lain tidak terlalu menyumbang banyak sampah daun. 

Ada banyak plastik bekas makanan yang entah bekas siapa, tergeletak tak berdaya di dekat jalan.. Sedih sekali setiap kali melihat sampah plastik, sering terpikir, "kalau tak tahu cara membuang sampah pada tempatnya harusnya tak perlu menggunakan sesuatu yang berpotensi menjadi sampah." Ah, akumenangis mengingat saat beberapa bulan yang lalu saat berjalan di pematang sawah menuju pagerageung melihat sungai dan bahkan beberapa sawah dipenuhi tumpukan sampah plastik yang sebagian besarnya popok bekas dan plastik bekas minuman atau makanan. Tumpukan sampah itu bukan hanya menggangguku pastinya. 

Plastik yang ku dapati di pekarangan ku bagi beberapa bagian, ada yang basah dan kering. Dari yang basah dan kering itu aku bagi lagi menjadi beberapa bagian lagi, sebagian untuk di bakar (meski aku juga tahu itu pun tak baik 😑), sebagian lagi dikeringkan untuk dibakar nanti, dan sebagian lagi dikumpulkan untuk nanti di jual di tukang rorombotan. Dalam seminggu biasanya aku bisa menjual 2 atau 3 kilo bekas botol minuman yang akun dapat dari pekarangan, uangnya aku simpan di celengan.. 

Oh ya, sampah plastik yang sudah kering bisa dipakai juga untuk menyalakan tungku. Kan nyalakeun tungku teh lumayan susah, kalau pakai plastik yang disimpan tepat diatas kayu mah apinya bisa lebih lama dan nempel dina kayu. 

Saat melihat ke tangkal belimbing, MasyaAllah buah belimbing yang sudah beberapa hari luput dari pandangan kini sudah agak besar. MasyaAllah hadza min fadhli Rabbi.. 
Aku juga menanam tangkal kelor dekat tangkal singkong, lalu kembali ke rumah menata ulang letak beberapa perabotan hingga nafasku kembali tersenggal, sungguh sehat itu mahal dan saat ada satu persatu nikmat peran anggota tubuh yang diambil barulah kita menyadarinya. 


jejak cinta yang tertinggal (bagian 6)

 

Mencari kosa-kata baru dalam kamus ataupun ensiklopedi menjadi salah satu tugas yang paling menyenangkan dari apa.

Kenapa?

Karena setiap kali berhasil menemukan arti dari kosa-kata yang di maksud, beliau selalu memberiku buku sebagai hadiah.

Buku kisah para nabi, buku kisah para shahabat, buku cerita (putri salju, jungle book, seribu satu malam dsb), juga buku yang berhubungan dengan pelajaran terutama matematika, sains, bahasa arab, bahasa sunda dan bahasa inggris.

Buku yang paling aku sukai waktu itu adalah buku kisah khulafaurrosyidiin, buku mengapa, aku lupa lagi judul tepatnya, itu seperti why yang ada saat ini, berisi pertanyaan yang sering ada di benak kita tentang penjelasan ilmiah semua fenomena yang terjadi di alam. Bagaimana terjadinya pelangi, gunung meletus, halilintar, ombak, hujan, dll...

Bahasanya sangat sederhana, mudah untuk di cerna.

Melalui buku-buku yang beliau hadiahkan, aku belajar berselancar ke masa lalu. Ke masa para nabi, ke masa para shahabat, dan semua yang ada di buku yang beliau beri. Membaca buku menjadi rekreasi yang sangat menyenangkan bagiku. Dan beliau mengapresiasinya dengan memberikanku lebih banyak buku. Tidak dengan cuma-cuma, tapi melalui tugas kecil yang waktu itu terasa sebagai tugas yang sangat besar.

"De, coba carikan definisi deskripsi!"

"De, coba carikan nama umar bin abdul aziz di ensiklopedi islam, bacakan itu untuk apa!"

"De, bantu apa menuliskan ini di mesin tik!" sambil memberi selembar kertas berisi tulisan tangan apa.

Apa, beliau bukan tidak tahu apa itu deskripsi, beliau juga mengetahui siapa umar bin abdul aziz, beliau juga bukan sedang enggan menulis, tapi apa sedang mendidikku.

Saat aku menemukan kosakata yang beliau maksud, aku merasa sangat senang. Dari sana aku menganggap buku sebagai harta karun..hee... (Itu fikiran masa kecilku).

Setiap kali menyelesaikan sebuah misi, aku mendapat hadiah buku, sehingga  aku berfikir bahwa buku adalah sesuatu yang berharga..

Membantu beliau menulis meski dengan 'terbata' dan berpetualang mencari harta karun dalam buku itu menjadi awal kecintaanku pada buku dan menulis.

Apa mengajariku banyak hal tentang kehidupan.

 

Kamis, 05 November 2020

Puisi Perpisahan

 

Pernah kita,

Tertawa bersama,

Menangis bersama,

Bercanda, saling mengusili, saling menjahili, saling memaafkan

 

Kemudian kita,

Menyimpan harapan bersama

Semenjak hari pertama kita mengerti untuk apa kita berangkat ke sekolah ini

Setiap pagi selama 6 hari dalam seminggu selama rentang 6 tahun ini

Semenjak hari pertama kita memahami arti kehadiran kita disini

Semenjak itulah kita, mulai saat itulah kita, hari-hari kita lalui bersama tengadah do’a akan cita-cita dan impian

Impian hari esok kita yang kita lukiskan melalui dinding-dinding memori kita di kelas kenangan kita

 

Dan kita,

Menggoreskan impian melalui kasih sayang dan cinta orang tua beserta guru-guru kita yang mendampingi kita

Kita bersama bergandeng tangan hari itu hingga hari ini dan esok hari di Syurga Allah atas semua kisah yang kita lukiskan di hari-hari panjang kita mencari ilmu karena Allah di MI kita ini

 

Ummi, Abi,

Mendampingi kami bukanlah hal yang ringan dan semudah mengedipkan mata pastinya

Butuh banyak lembar kesabaran dan keikhlasan,

Airmata yang pastinya tak sedikit,

Letih hati yang pastinya menyesakkan dada,

Limpahan cinta yang tak pernah kekurangan stok...

Dan sujud-sujud panjang disertai rintih do’a hingga basah sajadah karenanya

Ummi,

Abi,

Izinkan aku, putrimu, menghatur cinta ini untukmu,

Terima kasih tak terhingga untuk semua hari ini

Jazakumulloh khoiron katsiron, ummi, abi

 

Ibu,

Bapak,

Mendapati kami yang belum mengenal angka dan juga huruf

Mendapati kami yang lebih senang membuat gaduh kelas daripada duduk diam mendengarkan

Mendapati kami yang mungkin lebih sering membuat kening mengeernyit

Lalu membimbing kami mengenali hurup a hingga z, angka 1 sampai 10, 11 sampai 20, 21 sampai 100 dan seterusnya

Membimbing kami mencintai alif hingga ya, surat-surat cinta yang termaktub dalam Al Qur’anul kariim

Membimbing kami mencintai adab yang di contohkan Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam

Adab pada orang tua, pada guru, pada teman, pada kakak pada adik pada kerabat pada tetangga juga pada lingkungan secara keseluruhan

Membimbing kami berkenalan dengan makhluk-makhluk Allah dimuka bumi ini

Mengenalkan kami pada Rosul kami, pada Dien ini, pada Al Qur’an al kariim, pada nama-nama malaikat, pada nama-nama kitab yang diturunkan Allah, pada qodho dan qodar juga hari akhirat dan hal-hal yang ghaib yang termaktub dalam rukun iman

Mengajarkan pada kami apa itu iman, apa itu islam dan apa itu ihsan

Mengajarkan kami matematika, ipa, ips, aqidah akhlak, fiqh, sejarah kebudayaan islam dan lain sebagainya

Dan dengan dari tangan penuh cinta bapak dan ibu, dengan izin Allah suatu hari nanti,

Kami akan sambut impian hari esok yang lahir dari kesabaran dan kasih bapak ibu

Untuk semua itu

Bapak, ibu,

Izinkan kami menghaturkan cinta dan do’a dari hati kami yang paling dalam

Jazakumulloh... jazakumulloh...jazakumulloh ahsanul jazaa

 

Kawan

Perjalanan kita masihlah panjang

Masih banyak denting waktu yang harus kita lalui

Masih banyak detak dalam detik yang harus kita lewati

Agar impian dan tekad yang terucap tak hanya sebatas ucapan belaka

Tapi terwujud dalam nyata

Untuk impian kita,

Untuk cita-cita kita,

Untuk hari esok kita,

Mari mengejar limpahan kebaikan untuk akhirat kita

Khoirunnaas anfa’uhum linnaas, menjadi sebaik-baik manusia, memberi manfaat pada orang lain

Kawan,

Untuk semua hari yang telah kita ukir bersama

Izinkan saya, aufa ashfiea ash shatiella menghaturkan ribuan kuntum cinta dari hati yang paling dalam

Terimakasih teman, terimakasih kawan, kenangan bersama kalian adalah hal terbaik yang kan terus terpatri di ingatan...

Aku akan selalu mengingat kalian sebagai bagian penting dalam perjalanan terbaikku dimasa kecil

Selamat berpisah kawan, paturay pileuleuyan pileuleuyan

 

Adik-adikku

Belajar itu bukan untuk hari ini

Jauhkan hp atau apapun yang membuatmu menjauh dari rasa cinta pada pelajaran

Belajarlah dengan giat, dik

Patri cita-cita hari esokmu di hatimu lalu kejar dan wujudkan ia

Ingatlah bagaimana orangtuamu menemanimu tanpa keluh

Ingatlah bagaimana ibu bapak guru mendampingimu selalu

Jagalah budi pekertimu, kendalikan lisanmu dan tunaikan kewajibanmu atas mereka

Selalulah dirikan sholat dan manfaatkan waktu-waktumu dalam kebaikan

Hari ini akan menjadi hari terakhir kebersamaan kita di sekolah ini

Pilu, sedih dan sesak kurasa

Tapi perpisahan haruslah jua terjadi... pileuleuyan urang pasti bakal paanggang


Tasikmalaya, Juli 2019

Catatan : perpisahan Aufa di MI

Hhhh