Senin, 30 November 2020
Pertanyaan Dari Ustadzah..
Membangun Rumah Impian (bagian 5)
Persiapan PAS
Minggu, 29 November 2020
Ada Telphon dari Ustadzah..
Lintasan Kenangan
Membangun Rumah Impian (bagian 4)
Rabu, 25 November 2020
*PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SEKOLAH CENDEKIA BAZNAS DIBUKA*
Selamat Hari Guru
Ke Ciawi
Saya Hanya Ingin Di Sini
Senin, 23 November 2020
Membangun Rumah Impian (bagian 3)
Minggu, 22 November 2020
Membangun Rumah Impian (bagian 2)
Jumat, 20 November 2020
Membangun Rumah Impian (bagian 1)
Saat itu membersamai seorang sahabat membangun rumah impiannya. Sekedar membersamai (baca: melihat proses) tanpa membantu sama sekali (😁😁), tapi entah kenapa, setiap kali melihat sahabat saya ini berkisah tentang tahap demi tahap rumah yang sedang dibangunnya itu, ada yang berdesir hangat dihati saya, saya merasakan bahagia yang sama.. sangat bahagia.
Menyimaknya melafal abjad disertai binar mata penuh suka cita saat berkisah membuat saya tak henti menggema hamdalah. Sungguh luar biasa cara Allah menghadirkan bahagia.
Itu adalah episode selanjutnya dimana saya juga mulai berpikir membangun rumah impian seperti sahabat saya ini.
Sebelumnya memang pernah merancang hal yang sama, tapi karena suatu hal yang membuat kami memutuskan pindah ke Bandung sedang kami melihat di sekitar kami banyak sekali yang menempati rumah kontrakan bahkan di usia senja mereka, menyaksikan itu membuat ingatan kami akan membangun rumah sendiri teralihkan, "tak apa, banyak kok yang bahkan seumur hidupnya tinggal di kontrakan. Ini hanya masalah tempat saja, tak jauh berbeda." Fikir kami waktu itu.
Tak apa jika kami ternyata harus terus mengontrak, yang penting harus menjaga Izzah kemandirian kami, itu juga yang kami pikirkan saat itu.
Tapi, episode membersamai sahabat saya itu menjadi episode pembangkit kembali asa untuk jua membangun rumah impian tempat anak-anak menyimpan kenangan masa kecil mereka, tempat mereka merangkai mimpi-mimpi mereka, dan menata serta mengurai setiap inci tekad dan asa mereka.
Ah, kami pun mulai memahat dan menata asa kembali untuk kembali ke kampung halaman karena biaya pembuatan atau beli rumah di kota sangatlah mahal. Kami juga ingin membersamai anak-anak di kampung, dekat juga dengan emak dan mamah. Meski kami tak bisa membersamai keduanya, minimal kami bisa dekat dengan mereka, bisa sering berkunjung dan berbincang dengan mereka, bisa memegang tangan mereka menghaturkan segala rasa Terima kasih bakti syukur kami yang tak seberapa.
Kami mulai memeluk cita membangun istana cinta di kampung halaman kami, tak perlu yang wah apalagi mewah, kami hanya ingin rumah yang hangat. Rumah yang didalamnya tawa ceria anak-anak berderai merdu, tangis kecil mereka menjadi pereda gundah mereka dan tentu saja kami ingin membangun benteng peradaban dari rumah kami sendiri.
Melafal bait demi bait syukur dari kesederhanaan yang ingin kami ciptakan disertai riuh gemuruh syukur yang mengangkasa.
MasyaAllah, impian membangun rumah impian semakin membumbung saja 😁😁.
Namun sekali lagi seperti saya tuliskan dipostingan sebelumnya, kami bukan orang yang ketika kami menginginkan sesuatu maka saat itu juga kami akan mendapatkannya. Kami perlu berbenah agar apa yang Allah berikan bisa cukup untuk membangun yang kami azzamkan. Tentu saja bukan kami yang mencukupkan, tapi Allah menjanjikan jika kita merasa cukup maka akan DIA cukup kan nikmatNya itu untuk kita.
Allah sudah memberi, tak perlu lebih meski hati menginginkannya. Karena kami yakin saat kami merasa cukup maka semuanya akan Allah cukup kan hingga terbangun rumah yang masih dalam bayangan kelak biidznillah. Ya, dengan izin Allah.
#menulismenjejakkisahdanamal
Catatan ini di tulis di Tasikmalaya, 16 Juni 2020
Kamis, 19 November 2020
Dan hingga kemudian batu yang menggantikan kami bicara..
Membangun Rumah Impian (prolog)
Teruntuk Ustadz Ibnu dan Ustadzah Apri
Rabu, 18 November 2020
Tentang Bapak (bagian 1)
Catatan Harian
Pagi ini masih disini merenungkan apa yang sudah dilalui, yang sudah diucapkan, yang sudah dilakukan, yang sudah digulirkan.
Seringkali interaksi sosial membutuhkan kesiapan, bukan hanya kesiapan untuk menjaga adab diri tapi juga kesiapan berlapang hati dan kesiapan untuk mendapati ucapan atau sikap kita di salah artikan orang lain. Apalagi jika interaksi sosialnya hanya sebatas saling mengenal dzahirnya semata, tak benar-benar saling mengenal..
Saya masih disini, merenungkan kembali apa yang sudah terjadi, cara saya mengevaluasi diri. Cara saya menjadikan apa yang tlah berlalu sebagai pembelajaran untuk hari ini dan hari esok.
Melihat jauh ke dalam diri, seperti apa saya di hari-hari yang telah lalu. Bagaimana saya terhadap orang lain; terhadap orang-orang di sekitar saya, suami dan anak-anak saya. Terhadap ibu dan saudara-saudara saya, terhadap tetangga, kerabat dan semua yang berinteraksi dengan saya.
Saya masih disini..
Sesekali ngarenghap agak panjang saat mendapati banyak hal yang saya khawatirkan justru merugikan orang lain. Sesekali menyeka air mata, takut Allah murka. Sesekali sesenggukan, sungguh aku takut..
Saya masih disini..
Berteman sunyi di awal pagi. Menimbang-nimbang apa yang harus saya lakukan untuk memperbaiki diri. Saya tak ingin diam membiarkan diri tetap dalam kekeliruan saat saya berlaku keliru, saya tak ingin berdiam diri membiarkan lisan tetap melafalkan kalimat yang tak elok diucapkan atau membiarkan jemari tetap merangkai kata yang tak membawa faedah sama sekali atau membiarkan telinga dan mata mendengar dan melihat sesuatu yang lebih utama saat dihindari.
Saya masih disini,
Merenungkan dan mengevaluasi diri, Hari-hari yang telah berlalu untuk hari esok ku di dunia dan di akhirat.
Saya masih disini,
Mengingatkan diri yang sering alfa.. Lukiskan hari yang membawamu pada Ridha Ilahi!
Saya masih disini, awal pagi ini dalam sunyi bersama tasbih pepohonan dan kongkorongok ayam.
Kamis, 12 November 2020
Jejak Cinta Yang Tertinggal (bagian 7)
Tahajud call
Tahajud
call ataupun komunitas tahajud belum dikenal dan bahkan belum ada saat itu.
Dan
yang Apa lakukan saat itu mungkin yang aku kenal tahajud call di kemudian hari.
Sekitar
jam 2 sampai jam 3 an Apa menelpon dan membangunkan semua teman yang ada di
list buku telephon beliau. Bukan melalui wa, telegram, line atau sms, karena saat
itu handphone belum di kenal. Memiliki telphon rumah bahkan sesuatu yang wah,
meski keluarga kami sendiri bukan keluarga yang wah.
Apa
tidak hanya membangunkan shahabat-shahabat beliau yang berada di seberang
telephon sana. “memulai dari keluarga.” Itulah yang pertama kali Apa lakukan.
Beberapa
saudara aku sekolah diluar daerah, ada yang di tasik kota, di bandung, juga di
jawa tengah. Tinggallah aku bersama eteh dan adik-adik aku yang tinggal bersama
mamah.
Apa
membangunkan aku dan eteh sebelum menghubungi shahabat-shahabat beliau. Mamah
biasanya sudah selesai tahajud, atau sedang menidurkan adik bayi kami yang
terbangun untuk kemudian melanjutkan shalat witir, atau tilawah beberapa ayat
alqur’an.
Eteh
dan aku berburu ke kamar mandi yang ada di dekat dapur untuk wudhu. selesai
wudhu, kami sholat di kamar kami masing-masing. Eteh di kamar depan, aku di
kamar tengah, serta mamah di sebelah kamar aku.
Sesekali
terdengar suara ara, adik kami yang saat itu masih balita menangis. Suara mesin
tik Apa tepat di depan kamarku di dekat taman dalam rumah yang kini sudah
berubah fungsi menjadi kamar utama rumah kakakku yang nomor 6.
Tak
tik tak tik...kurang lebih suaranya seperti itu.
Selesai
sholat, aku yang waktu itu berusia 9 tahun an, kadang diminta Apa untuk
membacakan catatan by puplen yang sedang beliau tulis kembali di mesin tik.
Membackan catatan adalah tugas aku, eteh biasanya kembali tidur setelah sholat
tahajud.
Kadang,
Apa menyuruhku untuk kembali tidur. Sehingga aku tak harus membacakan catatan
Apa sampai saat aku berangkat ke masjid untuk tadarus dan sholat berjamaah
disana. (aku ikut berjamaah supaya bisa tilawah di urutan pertama. tapi tetap
saja jang darul yang kini sudah menjadi dokter selalu datang lebih dulu dari aku 😀😀
Qiyamullail/tahajud
di usia kecil memang terasa berat. Tapi aku tidak berani membantah Apa, meski
waktu itu kadang terselip rasa,”Apa, aku masih mengantuk? Kenapa Apa
membangunkan aku di jam ini? Lagipula aku masih kecil. Teman-teman aku bahkan
banyak yang bangun setelah shubuh, bahkan kesiangan.”
Tapi
kami tidak membantah Apa karena pertanyaan seperti itu, bukan karena takut
dimarahi, tapi kami malu pada Apa.
Waktu
istirahat Apa sangat sedikit. Apa bukan seorang workaholic, tapi beliau
benar-benar mengabdikan hidupnya di jalan Alloh. Tanpa banyak kata ataupun demo
kesana kemari sambil mengatakan,”aku sedang berdakawah.” Tidak, tidak seperti
itu.
Apa
berbuat dengan caranya, dan aku memperhatikan semua yang bisa aku perhatikan
hingga aku malu untuk membantah Apa.
Kini,
aku semakin faham maksud Apa membangunkan kami ataupun shahabat-shahabat beliau
di sepertiga malam.
Kasih
cinta Apa tidak ditunjukkan dengan permakluman rasa mengantuk kami,tapi
pembiasaan-pembiasaan yang terasa berat saat dilakukan pada masanya, sebagai
wujud pengejawantahan perintah Allah,”quu anfusakum wa ahlikum naaro.”
Persis
seperti yang di ucapkan kakakku nomor 6, saprudin hijbulloh”resah manakala
usaha cari nafkah terasa susah, padahal kita sadar itu kehidupan singkat. Tapi
tak merasa resah dan khawatir manakala anak-anak dan istri dibiarkan menempuh
jalan neraka.”
Quu
anfusakum wa ahlikum naaro, membiasakan istri dan anak-anak Apa melangkah
menuju arah yang diperintahkan Allah dalam keadaan terpaksa ataupun suka hati.
Apa,
mungkin merasakan resah bila kami menempuh jalan yang kan membawa kami pada
neraka. “na’udzubillahi min dzaalik.”
Apa,
mendidik kami untuk mengendalikan hati dari godaan yang senantiasa membisiki
hati untuk menjauh dari kethaatan.
Dan aku
malu pernah memiliki pikiran,”kenapa Apa seolah tak mengerti kalau aku masih
mengantuk.”...aku malu atas saat aku berpikir seperti itu, karena nyatanya...
Apa melakukan tugas dengan sangat baik atas kami. Bukan hanya pemenuhan
kebutuhan materi kami, tapi ruhiyah kami... jalan kami kelak.
Arah
jalan kami kelak, Apa...semoga tidak pada arah yang menghanyutkan setiap rusuk
dan sendi bahkan tetes darah kami pada seburuk-buruk tempat kembali. Semoga
jannah menjadi tempat kembali kita.
Terima
kasih karena sudah membangunkan kami untuk melaksanakan sunnah yang dilakukan Rasul kita.
Sekitar
awal tahun 2000-an, marak terdengar tahajud call yang di komandoi beberapa
lembaga dakwah dan asatidz kenamaan. Aku kadang berasumsi, mungkin saja ide
awalnya dari mu, Apa...
Dari
beberapa shahabat Apa yang menularkan virus-virus kebaikan kepada
shahabat-shahabat lainnya lagi, pada komunitas-komunitas lainnya, hingga
kemudian sampai pada seorang yang hanif yang mampu mengorganisir kebaikan dalam
wadah yang baik dan mampu menyentuh semua orang tanpa batasan orang-orang
terdekat saja. Jika benar seperti itu, subhanalloh...itu amal jariyah yang luar
biasa.
Rabu, 11 November 2020
Hari Ini Bersama Mamah
Minggu, 08 November 2020
Catatan Harian
jejak cinta yang tertinggal (bagian 6)
Mencari
kosa-kata baru dalam kamus ataupun ensiklopedi menjadi salah satu tugas yang
paling menyenangkan dari apa.
Kenapa?
Karena
setiap kali berhasil menemukan arti dari kosa-kata yang di maksud, beliau selalu
memberiku buku sebagai hadiah.
Buku kisah para nabi, buku kisah para shahabat, buku cerita (putri salju, jungle book, seribu satu malam dsb), juga buku yang berhubungan dengan pelajaran terutama matematika, sains, bahasa arab, bahasa sunda dan bahasa inggris.
Buku yang paling aku sukai waktu itu adalah buku kisah khulafaurrosyidiin, buku mengapa, aku lupa lagi judul tepatnya, itu seperti why yang ada saat ini, berisi pertanyaan yang sering ada di benak kita tentang penjelasan ilmiah semua fenomena yang terjadi di alam. Bagaimana terjadinya pelangi, gunung meletus, halilintar, ombak, hujan, dll...
Bahasanya sangat sederhana, mudah untuk di cerna.
Melalui buku-buku yang beliau hadiahkan, aku belajar berselancar ke masa lalu. Ke masa para nabi, ke masa para shahabat, dan semua yang ada di buku yang beliau beri. Membaca buku menjadi rekreasi yang sangat menyenangkan bagiku. Dan beliau mengapresiasinya dengan memberikanku lebih banyak buku. Tidak dengan cuma-cuma, tapi melalui tugas kecil yang waktu itu terasa sebagai tugas yang sangat besar.
"De,
coba carikan definisi deskripsi!"
"De,
coba carikan nama umar bin abdul aziz di ensiklopedi islam, bacakan itu untuk apa!"
"De, bantu apa menuliskan ini di mesin tik!" sambil memberi selembar kertas berisi tulisan tangan apa.
Apa, beliau bukan tidak tahu apa itu deskripsi, beliau juga mengetahui siapa umar bin abdul aziz, beliau juga bukan sedang enggan menulis, tapi apa sedang mendidikku.
Saat
aku menemukan kosakata yang beliau maksud, aku merasa sangat senang. Dari sana aku
menganggap buku sebagai harta karun..hee... (Itu fikiran masa kecilku).
Setiap
kali menyelesaikan sebuah misi, aku mendapat hadiah buku, sehingga aku berfikir bahwa buku adalah sesuatu yang
berharga..
Membantu beliau menulis meski dengan 'terbata' dan berpetualang mencari harta karun dalam buku itu menjadi awal kecintaanku pada buku dan menulis.
Apa mengajariku banyak hal tentang
kehidupan.
Kamis, 05 November 2020
Puisi Perpisahan
Pernah kita,
Tertawa bersama,
Menangis bersama,
Bercanda, saling
mengusili, saling menjahili, saling memaafkan
Kemudian kita,
Menyimpan harapan
bersama
Semenjak hari
pertama kita mengerti untuk apa kita berangkat ke sekolah ini
Setiap pagi
selama 6 hari dalam seminggu selama rentang 6 tahun ini
Semenjak hari
pertama kita memahami arti kehadiran kita disini
Semenjak itulah
kita, mulai saat itulah kita, hari-hari kita lalui bersama tengadah do’a akan
cita-cita dan impian
Impian hari esok
kita yang kita lukiskan melalui dinding-dinding memori kita di kelas kenangan
kita
Dan kita,
Menggoreskan
impian melalui kasih sayang dan cinta orang tua beserta guru-guru kita yang
mendampingi kita
Kita bersama
bergandeng tangan hari itu hingga hari ini dan esok hari di Syurga Allah atas
semua kisah yang kita lukiskan di hari-hari panjang kita mencari ilmu karena
Allah di MI kita ini
Ummi, Abi,
Mendampingi kami
bukanlah hal yang ringan dan semudah mengedipkan mata pastinya
Butuh banyak
lembar kesabaran dan keikhlasan,
Airmata yang
pastinya tak sedikit,
Letih hati yang
pastinya menyesakkan dada,
Limpahan cinta
yang tak pernah kekurangan stok...
Dan sujud-sujud
panjang disertai rintih do’a hingga basah sajadah karenanya
Ummi,
Abi,
Izinkan aku,
putrimu, menghatur cinta ini untukmu,
Terima kasih tak
terhingga untuk semua hari ini
Jazakumulloh
khoiron katsiron, ummi, abi
Ibu,
Bapak,
Mendapati kami
yang belum mengenal angka dan juga huruf
Mendapati kami
yang lebih senang membuat gaduh kelas daripada duduk diam mendengarkan
Mendapati kami
yang mungkin lebih sering membuat kening mengeernyit
Lalu membimbing
kami mengenali hurup a hingga z, angka 1 sampai 10, 11 sampai 20, 21 sampai 100
dan seterusnya
Membimbing kami
mencintai alif hingga ya, surat-surat cinta yang termaktub dalam Al Qur’anul
kariim
Membimbing kami
mencintai adab yang di contohkan Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam
Adab pada orang
tua, pada guru, pada teman, pada kakak pada adik pada kerabat pada tetangga
juga pada lingkungan secara keseluruhan
Membimbing kami
berkenalan dengan makhluk-makhluk Allah dimuka bumi ini
Mengenalkan kami
pada Rosul kami, pada Dien ini, pada Al Qur’an al kariim, pada nama-nama
malaikat, pada nama-nama kitab yang diturunkan Allah, pada qodho dan qodar juga
hari akhirat dan hal-hal yang ghaib yang termaktub dalam rukun iman
Mengajarkan pada
kami apa itu iman, apa itu islam dan apa itu ihsan
Mengajarkan kami
matematika, ipa, ips, aqidah akhlak, fiqh, sejarah kebudayaan islam dan lain
sebagainya
Dan dengan dari
tangan penuh cinta bapak dan ibu, dengan izin Allah suatu hari nanti,
Kami akan sambut
impian hari esok yang lahir dari kesabaran dan kasih bapak ibu
Untuk semua itu
Bapak, ibu,
Izinkan kami
menghaturkan cinta dan do’a dari hati kami yang paling dalam
Jazakumulloh... jazakumulloh...jazakumulloh
ahsanul jazaa
Kawan
Perjalanan kita
masihlah panjang
Masih banyak
denting waktu yang harus kita lalui
Masih banyak
detak dalam detik yang harus kita lewati
Agar impian dan
tekad yang terucap tak hanya sebatas ucapan belaka
Tapi terwujud
dalam nyata
Untuk impian
kita,
Untuk cita-cita
kita,
Untuk hari esok
kita,
Mari mengejar
limpahan kebaikan untuk akhirat kita
Khoirunnaas
anfa’uhum linnaas, menjadi sebaik-baik manusia, memberi manfaat pada orang lain
Kawan,
Untuk semua hari
yang telah kita ukir bersama
Izinkan saya,
aufa ashfiea ash shatiella menghaturkan ribuan kuntum cinta dari hati yang
paling dalam
Terimakasih
teman, terimakasih kawan, kenangan bersama kalian adalah hal terbaik yang kan
terus terpatri di ingatan...
Aku akan selalu
mengingat kalian sebagai bagian penting dalam perjalanan terbaikku dimasa kecil
Selamat berpisah
kawan, paturay pileuleuyan pileuleuyan
Adik-adikku
Belajar itu bukan
untuk hari ini
Jauhkan hp atau
apapun yang membuatmu menjauh dari rasa cinta pada pelajaran
Belajarlah dengan
giat, dik
Patri cita-cita
hari esokmu di hatimu lalu kejar dan wujudkan ia
Ingatlah
bagaimana orangtuamu menemanimu tanpa keluh
Ingatlah
bagaimana ibu bapak guru mendampingimu selalu
Jagalah budi
pekertimu, kendalikan lisanmu dan tunaikan kewajibanmu atas mereka
Selalulah dirikan
sholat dan manfaatkan waktu-waktumu dalam kebaikan
Hari ini akan
menjadi hari terakhir kebersamaan kita di sekolah ini
Pilu, sedih dan
sesak kurasa
Tapi perpisahan
haruslah jua terjadi... pileuleuyan urang pasti bakal paanggang
Tasikmalaya, Juli 2019
Catatan : perpisahan Aufa di MI
-
Ada 3 perkara yang pahala kebaikannya tidak akan pernah terputus dan akan selalu mengalir meski tubuh kita telah kembali menyatu...